Malam kelabu
Siang menggebu
Aku tersayu
Menanti gelapmu
*
Seminggu sudah aku berada di rumah. Merayakan pergantian tahun 2014 ke tahun 2015 bersama keluarga kecilku. Kebetulan sekali malam ini ayah berada di rumah. Biasanya, walau ditanggal penting, ia lebih memilih untuk menginap di dalam kantor kesayangannya itu.
Sekejap aku teringat. Apa yang sedang Ryan lakukan malam ini? Apa dia sedang menonton film seperti biasanya? Atau sedang keluar bersama kawan satu asrama lainnya? Hmmm, apakah mungkin juga jika saat ini ia tengah menelpon kekasihnya yang nun jauh di sana? Tidak. Tidak. Aku tak boleh terus memikirkannya.
*
"Mbak... ibu sama ayah hari ini mau pergi dulu ya. Dede juga di bawa, kamu jaga rumah aja. Kan kalau nanti rumahnya pindah jadi repot," ibuku menjelaskan panjang lebar, kaki dan tangannya masih sibuk melangkah dan mengambil barang-barang yang sekiranya diperlukan.
"Lah, ada-ada aja bu. Masa iya rumahnya bisa jalan sendiri," jawabku sambil terkekeh.
Tak lama setelah itu, rumah menjadi sepi. Aku sendirian lagi. Huh.
Setelah sarapan pagi selesai, aku merapihkan beberapa piring kotor dan mencucinya. Sempat bingung apa yang harus aku lakukan setelah ini. Pasalnya, jika saja aku ada di asrama, aku dapat pergi bermain bersama teman-teman. Tapi disini? Setahun yang lalu keluarga kecilku baru saja pindah ke rumah ini. Tapi toh aku ada di asrama. Jadi rasanya, rumah ini bukan seperti rumahku.
Dengan gontai aku melangkah menuju suatu sudut ruangan. Disana ada satu piano kecil yang sudah menemaniku sejak aku duduk dibangku kelas tiga sekolah dasar. Aku menghampirinya dan mulai melantunkan do re mi fa sol la si do.
Bunyinya masih sama, walau ada sedikit kerusakan dibagian speakernya.
"Ayo Nand," batinku.
Tangan kecilku menjalar dengan lihai di atas tuts piano. Tak tahu nada apa yang dimainkan. Tapi sepertinya, alunan tersebut kini berubah menjadi sebuah lagu yang saling berkaitan bunyinya.
"Loh. Bagus juga".
Alhasil aku langsung saja bergegas mengambil secarik kertas dan juga pena. Menuliskan, menyusun beberapa untai kata untuk lagu yang telah kudapati nadanya.
Aku terhenyak. Menyaksikan lirik yang sudah jadi dihadapan mataku. "Ternyata aku dapat menciptakan sebuah lagu".
Nada itu kulantunkan sekali lagi. Memastikan bahwa semua syairnya pas, juga memiliki makna.
"I want to write you a song, Riyanda".
*
Kulirik jam di smartphoneku yang masih jadul. Waktu menunjukkan pukul dua siang. Tubuhku serasa lunglai, malas untuk melakukan kegiatan.
Ping!!!
Aku terperangah. Suara itu seakan mengagetkanku saja.
Bbm masuk, bertuliskan nama Riyanda.R.Pradana. Langsung saja aku membalasnya dengan penuh semangat, namun tetap tak menunjukkan rasa senangku terhadapnya.
"Iya. Ada apa?,"
"Gimana kabarnya?,"
"Aku baik-baik aja kok. Kamu gimana?,"
"Baik juga sih. Kamu lagi apa?,"
"Gak ngapa-ngapain. Bosan juga kalau liburan kayak gini".
"Sama dong. Aku juga bosan. Aku pengen kamu cepat balik ke sini," lanjutnya dari seberang sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ry(N)anda [ON GOING]
Romantizm"Cepat atau lambat perpisahan itu pasti terjadi, karena kita memiliki jalan masing-masing. Tapi aku yakin, jika kita ditakdirkan untuk bersama, jarak dan waktu bukanlah alasan untuk menjadi penghalang". - Ryan. Biasanya, aku dan dia bersama, menghab...