Hal-hal yang tak dapat aku tinggalkan saat ini. Mereka. Kebahagiaanku. Dengan adanya mereka dalam kehidupanku, aku merasa lebih nyata. Aku merasa bahwa aku benar-benar ada. Tak peduli seberapa sulit dan kerasnya perjuangan ini, tapi aku selalu dapat melukis lengkungan indah diwajah dan hari-hariku.
Tak ada alasan yang cukup konkrit untuk dinyatakan. Kenapa aku bisa bertahan? Kenapa aku selalu mencoba untuk berada di antara keduanya tanpa membuat salah satunya merasa tak adil? Ah, itu hal yang cukup mudah. Aku yakin dapat menjaganya!
Juga,aku-
"Nand?Woy! Jangan ngetik aja kali. Kita dari tadi ngetok pintu kamar kamu,tapi kamu malah asik bikin cerpen gitu???? Astagaaaa,"
Fitri.Ah, makhluk satu itu. Sudah berulang kali padahal, dan seharusnya ia pun tahu, tak mungkin aku melarangnya masuk meskipun pintu kamarku terkunci rapat. Aku memang seperti ini, jika sudah terlalu asik membuat rangkaian kata-kata, yang ada aku lupa jika aku memiliki dunia yang real.
"Mau sampe kapan kayak gini? Udah ayo. Siapin laptop kamu. Itu, ssi Ryan lagi beli cemilan buat nemenin kita," lanjutnya.
Aku menghela nafas melihat ekspresi Fitri saat ini.
Baiklah.Untuk kali ini aku tidak akan membuang satu detik pun. Laptop yang tadinya tengah terbaring diatas ranjang bersamaku pun dipindah tempatkan ke atas kursi yang diganjal dengan sebuah bantal berbentuk donat berwarna biru. Setelah itu, aku mulai membuka beberapa file yang isinya salah satu film bergenre horror dari Italia, memasang subtitle, dan menunggu kedatangan pria jangkung bersama kantung kresek nya.
"Nand, plis deh aku enggak mau nonton film horor ah "
" Yaampun Fit, gitu aja takut. Kan ada aku, susah amat sih ",sahut Ryan tiba-tiba sambil membawa satu kantung kresek.
"Lo kapan dateng?,"
"Barusan. Hehe," jawab Ryan dengan memperlihatkan giginya yang berjajar rapih.
Akhirnya, aku dan kedua sahabatku itu mulai memposisikan diri.
Sekitar satu jam kemudian, film itu baru saja setengah dari durasi yang ada, namun tampaknya Fitri sudah mulai ketakutan, wajahnya pucat dan ditutupi oleh kedua tangannya.
" Buka Fit, hayooh," ejek Ryan.
" Enggak mau aaaaa Ryan gue takutttt "
" Ih, cuma film loh, masa takut sih? "
Aku dan Ryan tertawa kecil memperhatikannya. Ryan masih berusaha melepaskan tangan Fitri dan memaksanya menyaksikan film tersebut.Sedangkan tatapan mataku mulai kembali kepada laptop yang berada sekitar satu meter dari hadapanku.
" Walaupun Fitri ketakutan, tapi kayaknya mereka berdua happy deh. Haha, semoga bisa terus kayak gini deh yak ", gumamku.
Seperti itu, hingga film tersebut berakhir.
Tapi benar saja, setelah menonton film, kamarku menjadi bubar bagai sukhoi yang menabrak gunung salak. Kesalnya, setelah itu Ryan kabur dan tak mebereskannya ke tempat semula.
" Ryaaaaaannn!!!,"
Alhasil, aku hanya membereskannya bersama Fitri.
Keesokan harinya, esoknya lagi, dan esoknya lagi, kami melakukan hal yang sama. Menonton film selama ada free time, bukan ketika weekdays dan yang pasti tak menganggu pelajaran. Aku dan mereka semakin dekat dan akrab, sebelum akhirnya mendapatkan sebuah teguran keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ry(N)anda [ON GOING]
Romance"Cepat atau lambat perpisahan itu pasti terjadi, karena kita memiliki jalan masing-masing. Tapi aku yakin, jika kita ditakdirkan untuk bersama, jarak dan waktu bukanlah alasan untuk menjadi penghalang". - Ryan. Biasanya, aku dan dia bersama, menghab...