#3: Truth or Dare

963 139 57
                                    

Maria bersumpah ia tidak berniat melakukan hal tersebut.

Seharusnya itu hanyalah permainan tidak berdosa, tidak berbahaya, dilakukan untuk bersenang-senang oleh beberapa orang mahasiswa kurang kerjaan. Seharusnya tidak ada efek yang berpengaruh selama lebih dari beberapa jam terutama karena alkohol merupakan pantangan dalam aturan main yang mereka buat. Efek berkepanjangan paling-paling hanya rasa malu karena diinterogasi atas hal-hal paling pribadi atau terpaksa mengakui naksir seseorang yang seharusnya menjadi rahasia. Namun apa boleh buat; mereka berjanji akan selalu melakukan Tantangan yang diberikan dan menjawab pertanyaan yang mereka dapatkan dengan Kejujuran mutlak, dan kata-kata bersifat mengikat. Kau tidak bisa begitu saja membuat janji dan mengabaikannya.

Karena itulah Maria ketakutan setengah mati.

Kata-kata telah mengikatnya. Kata-kata yang seharusnya tidak memiliki makna apa-apa karena ia tidak bermaksud untuk mengucapkannya, dan karena ia tidak percaya pada kekuatan yang ada di balik kata-kata yang ia serukan pada saat itu. Maria adalah orang yang logis. Semua temannya seperti itu. Lantas kenapa ia merasa ketakutan atas kata-kata yang hanyalah kumpulan dari konsonan dan vokal membentuk dua kata yang diucapkan tiga kali?

Aku harus bisa berpikir jernih, pikir Maria sembari mondar-mandir di kamar kosannya yang tidak lebih luas dari ukuran 2,5 meter kali 2 meter, meninggalkan jejak di atas karpet bulunya yang telah usang dengan motif Dora the Explorer. Tenangkan diri. Mungkin meditasi. Itu enggak mungkin nyata.

Berjalan dalam lingkaran sebanyak tiga kali, Maria duduk di atas karpetnya dengan kedua tungkai disilangkan dan satu kaki di atas paha lainnya. Gadis itu menegapkan punggung dan menarik bahunya jauh dari leher, menutup mata dan mulai bernapas.

Fokus, pikirnya. Tarik napas, embuskan. Tarik napas, embuskan. Kayaknya anting hidungku agak longgar. Astaga Maria fokus, FOKUS! Tarik napas, embuskan. Tarik napas, embuskan. Jangkarkan pikiran ....

Sebuah bayangan wajah berkelebat di pelupuk matanya dan Maria memekik, pose lotusnya berantakan saat gadis itu bisa dibilang melonjakkan tubuhnya ke belakang, membentur sisi tempat tidurnya dan menoleh panik, mengira benda keras yang menyentuhnya adalah sesuatu yang lain. Dengan bola mata terbuka lebar Maria menginspeksi setiap sudut kamar kosannya yang telah ia tinggali selama tiga tahun. Tidak ada apa-apa. Tidak ada siapa-siapa, hanya dirinya dan imajinasi yang menghantui.

Dengan tangan gemetar Maria mengusap wajahnya dan menyadari telapak tangannya basah oleh keringat dingin. Aku butuh minum, pikirnya sambil meraih ke belakang, menjadikan tempat tidurnya tumpuan untuk berdiri. Ia menyeberangi ruangan menuju kulkas mini yang ia tempatkan di salah satu sudut dan berjalan melewati cermin setengah badan miliknya yang menempel pada pintu lemari.

Maria membeku.

Maria menutup mata rapat dan menggelengkan kepalanya. Enggak, gak mungkin. Itu semua hanya imajinasinya saja. Cuma imajinasiku aja. Gak mungkin betulan.

Namun saat gadis itu menatap bayangannya di cermin, selain wajah dengan tindikan-tindikan yang ia kenal betul, ada rupa lain di balik bahunya.

Maria menoleh ke belakang. Tidak ada siapa pun. Tidak ada apa pun.

Gadis itu kembali menatap bayangannya di cermin. Ada sesuatu di balik bahunya, dengan jarak yang cukup jauh.

Namun, tetap dekat.

[ID] This Is Helloween | Antologi [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang