Prolog

33.4K 634 12
                                    

Hai! Aku sedang menggarap cerita ini yang emang kusediain khusus buat yang kasian sama Vicky hehe
Baca prolognya dulu supaya penasaran kaya mana ceritanya yaa

Sebuah mobil memasuki pelataran parkir sebuah kelab malam di daerah sekitaran Surabaya. Pria ini bukan untuk mencari hiburan semata, tapi disini dia ingin bertemu dengan klien yang berhasil membangun perusahaan atas bantuannya. Dan klien itu ingin merayakan keberhasilan itu dengannya sekarang. Mereka baru saja janjian setelah dua tahun lalu pria ini menolong klien tersebut. Kebetulan saja, bos besar memerintahkannya terjun langsung ke Surabaya untuk proyek besar mereka. Tidak salah kenapa bos besar memerintahnya, selain karena kedudukannya sebagai Direktur Pembangunan, dia juga merupakan pria yang loyal pada perusahaannya. Nilai plus satu lagi, pria ini belum nenikah sehingga dengan mudah untuk berpergian tanpa perlu izin seorang istri.
Suara bising langsung masuk memekakan telinga sang pria ketika tubuhnya memasuki kelab tersebut. Dentuman yang tidak biasa dijumpainya membuatnya pusing tujuh keliling. Lebih baik dia segera bertemu dengan sang klien dan keluar dari kelab ini.
Matanya mencari-cari keberadaan sang klien yang tambun dan botak itu. Hingga disebuah sofa besar dengan sang klien yang duduk seorang diri, membuatnya mendekati sang klien.
"Pak Vicky!" Teriak sang klien berusaha mengalahkan suara gaduh tersebut.
"Selamat malam Pak Bowo. Senang bertemu anda!" Ucap Vicky. Tangannya menjabat tangan Pak Bowo yang terulur didepannya. Lalu Pak Bowo mempersilahkannya duduk dan Vicky menerima ajakan itu.
"Sudah lama tidak bertemu ya pak," ucap Pak Bowo basa-basi. Vicky mengangguk.
"Ya pak. Berapa tahun? Sudah dua tahun ya Pak?"
"Benar sekali pak! Dan bapak masih seperti dulu. Tampan dan percaya diri."
"Bapak bisa saja. Bagaimana dengan perusahaan bapak? Lancar?"
Pak Bowo tertawa terbahak. "Lancar pak! Wah, saya lupa menawarkan anda minum. Mau apa pak? Teuqila? Wiski?"
Vicky tersenyum lalu menggeleng. "Maaf pak. Saya tidak minum-minuman keras. Apa disini ada soda?"
Tawa Pak Bowo pecah lagi. Kali ini diserta tangannya yang menepuk pundak Vicky."Pak Vicky, Pak Vicky. Masih sama saja. Alim."
Vicky tersenyum masam. Lalu Pak Bowo memanggil pelayan yang melintas dihadapannya. Menyebutkan pesanan Vicky tadi.
"Oh ya pak. Apa anda sudah menikah?" Tanya Pak Bowo ketika pelayan beranjak dari hadapan mereka. Vicky mendehem sebelum menjawab. "Belum, pak."
Pak Bowo tertawa lagi untuk kesekalian kalinya. "Wah wah, anda benar-benar sangat workaholic ya pak. Sampai-sampai belum menikah diumur kepala tiga ini. Eh, tepatnya berapa pak?"
"Tiga puluh lima tahun," jawab Vicky dengan sabar.
"Wah, di umur itu saya sudah punya anak empat pak!" Pak Bowo ketawa lagi. "Oh ya pak. Kalau begitu, anda bebas kan?"
Vicky menarik sudut bibirnya sedikit. "Begitulah pak. Setidaknya tidak ada istri yang marah pada saya ketika saya pulang dengan bau alkohol di mulut saya," ucapnya sedikit nenyindir. Biar tau rasa bapak buncit yang setengah mabuk ini. Tapi, yang disindir malah tertawa lagi. "Benar-benar pak!"
Pelayan datang membawakan minuman Vicky dan dengan sopan meletakannya diatas meja.
"Aryo!" Panggil Pak Bowo pada pelayan itu. Pelayan yang sudah akan pergi itu kembali berputar mengahadap mereka. "Ya Pak?"
"Apa dia masih disini? Free kah?"
Pelayan itu, Aryo, tersenyum jenaka. "Tentu ada pak. Kebetulan dia baru saja datang."
"Panggilkan dia kesini."
"Baik pak." Aryo berbalik dan benar-benar meninggalkan mereka.
"Siapa pak? Ada klien lagi?" Tanya Vicky penasaran. Pak Bowo yang ditanyain hanya mengangkat bahu dengan senyum rahasia. "Bisa saja klien, jika kau minat."
Vicky semakin mengerutkan keningnya. Apa maksud Pak Bowo?
"Sudah jangan dipikirkan! Nanti saya kenalkan. Nah bagaimana Pak Caesar, si bos besar itu? Saya dengar-dengar dia punya anak lagi ya?"
Dan perbincangan semakin asik membahas perusahan mereka. Sedangan disudut lain di kelab malam tersebut, Aryo membuka pintu sebuah ruangan lalu masuk kedalamnya. Dia menemukan seorang wanita tengah merapikan dandanannya menghadap cermin.
"Pak Bowo menanyaimu. Dia dimeja biasa."
Wanita itu menoleh sedikit lalu mengangguk. "Sebentar lagi aku keluar."
Aryo mengangguk lalu pergi meninggalkan dirinya sendiri. Sepeninggalan Aryo, wanita itu menatap cermin dalam-dalam, menatap wajahnya yang sudah dipenuhi riasan. Rambut merah, kelopak mata merah, bibir merah, dress sepuluh senti dibawah pangkal paha berwarna maroon. Perfect! Dia merasakan cantik malam ini seperti sebelumnya.
"It's your time Devi."
Setelah percaya diri dengan sangat, wanita itu keluar dari ruangan itu. Dengan tubuh melenggak-lenggok, dia menusuri seluruh ruangan remang-remang itu menuju sofa yang dikenalnya. Langganan si bapak buncit plontos. Mata beberapa orang yang melihatnya diabaikannya, karena sudah terbiasa.
Hingga dia berhenti di depan meja sang bapak yang ternyata bersama temannya, yang membelakanginya. Mungkin juga om-om hidung belang yang ingin menidurinya.
"Hai om!" Sapanya riang memutari meja. Sang bapak tersenyum dan menepuk sofa sebelahnya untuk memintanya duduk. Wanita itu tanpa diperintah dua kali langsung menempatkan pantatnya.
"Devi, kenalkan ini Vicky, klien saya. Dan Vicky, kenalkan Devi."
Wanita itu tersenyum menoleh dari sang bapak ke pria didepannya dan sempat terkejut. Pria ini ternyata masih muda dan tampan.
Pria itu tersenyum samar lalu mengulurkan tangannya. Wanita itu ikut tersenyum, senyun andalannya yang selalu berhasil menggoda pria.
"Vicky."
"Devi. Deviana."

Waiting for part1 yaaa!!!!

You're My HabbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang