Part 5

7.8K 289 0
                                    

Bete maksimal wattpad ngadat yang udah diketik malah hilang ga kesave huaaaa ngeselin bangettt
Btw selamat malam minggu!

Aku mengerjap merasakan sinar mentari pagi mengetuk penglihatanku. Aku mengerjap sebelum membuka mataku dengan sempurna. Kurasakan tubuh depanku yang hangat. Dan setelah sadar sepenuhnya aku baru mengingat apa yang terjadi semalam.
Entah siapa yang mengubah posisi ini, Deviana kini membelakangiku dan aku yang memeluknya dengan sempurna. Selimut sudah turun sampai pinggang kami hingga punggung Deviana yang tidak tertutup apapun terekspos begitu saja. Dan lehernya itu menggodaku untuk menyicipinya sedikit.
Ah, sialan hormon priaku. Dengan akalku yang masih bisa mengontrol aku bangkit dari ranjang dengan perlahan. Berharap Deviana tidak terbangun karena gerakanku. Sambil berjalan keluar kamar, kuraih jaketku dan membawanya.
Diruang tamu aku baru menyadari kalau sekarang sudah pukul sepuluh. Untunglah saat ini hari minggu sehingga aku tidak perlu memikirkan pekerjaan. Lebih baik aku memasak sarapan untuk Deviana.
***
"Vicky?" suara lembut itu membelai telingaku. Aku yang sedang memasak nasi goreng berbalik dan mendapati Deviana yang sedang memakai bathrobe pinknya. Rambutnya basah seperti orang yang sudah mandi. "Kapan kau berada disini?"
Aku mengernyit mendengar pertanyaannya. Seperti dia tidak tau aku berada disini sejak semalam.
"Aku mengantarmu pulang karena kau mabuk semalam," jawabku. Ku bagi dua nasi goreng yang sudah masak itu kedua piring. Satu untuknya satu untukku. Lalu meletakan telur mata sapi diatasnya.
"Jadi kau yang nengantarku pulang semalam? Tidur dimana?"
Seriuosly? Dia lupa sama sekali apa yang terjadi semalam? Lebih baik aku berbohong daripada mengatakan kebenarannya.
"Dikamarku," jawabku akhirnya. Ku angkat piring itu kemeja makan dan meletakannya dihadapanku satu, dan dihadapan Deviana satu. Dia menggumamkan terima kasih.
"Aku belum berpakaian. Kalau tau kau disini aku akan berpakaian dulu," ucapnya sedikit menyesal.
"Santai saja." Aku menghempaskan pantatku dikursi didepannya. Kusantap sarapanku yang kelewat siang.
"Kau berhutang penjelasan. Kenapa kau pergi ke klub kemarin?"
Deviana mengangkat mukanya dari nasi goreng yang tengah dinikmatinya. "Aku kesepian dirumah sendirian."
Aku menatapnya meneliti apakah ada kebohongan dimatanya. "Tapi kau bisa menghubungi teman-temanmu dan mengajaknya kesini daripada kau pergi ke klub itu untuk mabuk-mabukan."
Deviana menghela nafas berat. "Aku tidak punya teman disini. Kau tau, anak baru."
"Kalau begitu panggil aku."
Deviana menatapku tidak percaya. "Apa kata istrimu nanti jika setiap aku kesepian mengajakmu kesini?"
Aku berdehem. "Aku belum menikah. Dan tidak punya pacar jika kau bertanya tentang pacarku."
Deviana membulatkan mulutnya sambil mengangguk. Dia kembali diam dan menikmati makanannya.
Setelah kami selesai makan, aku pamit pulang padanya. Lebih cepat kembali kerumah lebih baik. Mama pasti bertanya kenapa aku tidak berada dirumah semalam.
Deviana, yang masih belun menukar bathrobenya, mengantarku sampai luar. "Terima kasih sudah menolongku," ucapnya. Aku hanya tersenyum lalu berbalik. Belum beberapa langkah yang kuambil, Deviana memanggilku lagi. Aku berbalik. "Terima kasih sudah memelukku." Dan dia segera menutup pintu apartemen.
Aku terdiam ditempat. Ternyata, Deviana mengingat semuanya.
***
Aku sampai dirumah dengan pikiranku masih berada di apartemen. Ini semua disebabkan oleh Deviana yang membuatku terkejut. Bagaimana bisa dia bertanya tentang dimana aku tidur semalam jika dia ingat kalau aku memeluknya semalaman? Apa sebenarnya dia ingat tapi hanya mengujiku saja? Atau mungkin dia baru ingat saat kami sudah selesai makan?
Tapi kalau dia ingat dari sebelum sarapan, kenapa dia memakai bathrobe saja? Kalau dia ingat, pasti dia sudah memakai baju rumahnya. Nah, rasa-rasanya tebakanku sudah mulai benar.
"Vicky?" Suara mama mengembalikanku dari lamunan. Aku menoleh pada mama yang datang menemuiku di ruang makan. "Kau semalam kemana?"
"Apartemen ma, ada pekerjaan mendesak dan berkasnya di apartemen."
Mama menghela nafas pelan. Wanita super yang sekarang sudah menua ini duduk disebelahku. "Mamakan sudah bilang, barangmu tinggal disini saja. Lagian buat apa punya apartemen sendiri?"
"Dekat kantor ma. Setidaknya aku bisa istirahat sebentar."
Mama menghela nafas lagi. "Makanya punya istri nak."
Aku memilih diam. Aku ingin menjawab apa, toh calon saja belum punya.
"Ingat, dua bulan lagi kita ke London ya nak."
Aku mengangguk lemah. Tentu saja aku berharap kalau gadis yang akan kutemui nanti adalah yang terbaik untukku. Dan semoga adalah jodohku.
"Omong-omong, kau ingat nanti malam Adrea tunangan malam ini?"
Aku mengerjap. Astaga, aku lupa kalau Adrea, adiknya Nabila yang sudah berumur 20 tahun itu akan tunangan malam ini. Dan sialnya, aku tidak tau harus pergi atau tidak.
***
Kutunggu sambungan telefonku diangkat oleh seseorang diseberang sana. Setelah suaranya menyapaku, aku baru bernafas lega.
"Nanti malam kau ada acara?" tanyaku langsung tanpa basa-basi.
"Tidak. Memangnya ada apa?"
"Ada acara tunangan adikku. Aku ingin mengajakmu, tapi kalau kau tidak bisa tidak apa-apa. Aku juga tidak wajib menghadiri acara itu." Aku menahan nafas beberapa detik berharap Deviana mengatakan tidak. Aku berharap aku ada alasan untuk tidak pergi kesana.
"Kenapa aku tidak bisa? Aku kerumahmu atau kau menjemputku?"
Aku menghembuskan nafas. "Aku jemput pukul tujuh." Kututup telefon sedikit membantingnya. Ah, kenapa Deviana malah menerima ajakanku?

Sorry kalo kependekan hehe

You're My HabbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang