Prolog

26.7K 1.4K 64
                                    

Kepada masa lalu, aku ucapkan selamat tinggal tapi tak pernah bisa benar-benar melupakan.

Kepada masa lalu, kenapa dia terus membayang? Aku hanya ingin melangkah maju tanpa kepahitan. Tanpa kesedihan. Tanpa kesakitan.

Kepada masa lalu, aku harap bisa lupa. Lupa bagaimana ketakutan. Bagaimana kepedihan. Bagaimana kekecewaan.

Kepada masa depan, aku harap kamu sebagai penyembuhku.

-trissella-

*****

Salah satu kenangan yang paling pahit menurut Gerry adalah masa-masa yang terjadi dalam kurun waktu satu setengah tahun silam. Ada luka menganga lebar setelah bundanya pergi. Ada kesakitan dalam saat mengingat bahwa tak seharusnya semua itu terjadi. Seharusnya, di masa-masa SMA nya saat ini, bundanya masih mendampinginya dengan senyum ceria. Seharusnya ia masih bisa tertidur di pangkuan bunda dengan belaian lembut yang berpusat pada kepalanya seperti tahun-tahun ia di Sekolah Menengah Pertama dulu. Atau seharusnya ia masih bisa melihat senyum bundanya saat ia masih menjadi atlet polo air dulu dan melihatnya dikalungkan medali saat ia membawa timnya sebagai juara.

Tapi Gerry tak mampu mendapatkannya lagi. Bunda pergi tanpa lambaian tangan. Tanpa senyum menenangkan. Tanpa sepatah dua patah kata untuk berpamitan. Bunda pergi begitu saja. Meninggalkan Gerry pada palung masa lalu kelam yang dalam.

Semakin berjalan, semakin masa lalu itu membayang. Gerry seolah tak bisa keluar dari kubangan hitam yang membuat dia membenci segala yang terjadi sesaat sebelum bunda pergi.

Ayah ... Karina ... Bunda ... Gerry membenci semuanya.

Sungguh, sumpah mati Gerry mencintai bunda dengan begitu besar. Tapi sebesar itu pula ia membenci wanita yang telah melahirkannya. Setidaknya setelah semua itu terjadi, ia masih punya Aruna. Yang menawarkannya kepercayaan besar untuknya. Yang membuatnya mau untuk berpegangan.

Masa lalu ... Seandainya semudah itu ia bisa berlalu.

*****

Ja AlteaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang