Aretha mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah Aruna yang sepi sepagi ini. Tadi pagi saat turun dari kamar Aruna, ia sempat bertemu dengan Lita, bunda Aruna, sebelum wanita itu pergi ke tempat prakteknya. Dan beberapa menit yang lalu, Aruna baru saja meninggalkannya sendirian, berpamitan untuk mengganti pakaiannya.
Aretha masih saja mengunyah rotinya saat melihat Gerry berjalan menghampirinya. Dahinya berkerut heran saat memandangi Gerry yang terlihat rapi. Kok Gerry pagi-pagi udah ke sini sih, batinnya sembari menyempatkan diri untuk melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan lebih lima menit.
Kedua mata Aretha bahkan tak bisa lepas memandang pada senyuman Gerry yang secerah matahari pagi. Wajahnya terlihat segar dengan rambut yang sedikit basah. Memerhatikan Gerry yang berjalan ke arahnya, jantung Aretha bereaksi dengan cepat. Tersangka utama yang membuatnya tak bisa tidur semalaman, saat ini sudah duduk di hadapannya, dipisahkan oleh satu meja makan besar.
"Pagi, Cantik."
Aretha seketika tersedak roti yang akan ditelannya. Diraihnya cepat segelas susu yang ada di sampingnya.
"Cie, salting sampe keselek ya?"
Aretha hanya mendengus kesal saat melihat Gerry menaik-turunkan kedua alisnya. Tapi ia tak bisa menampik ada yang terasa hangat di kedua pipinya.
"Aruna mana, Tha?"
"Di atas lagi ganti baju," jawabnya setelah batuknya mereda.
Gerry mengangguk mengerti kemudian ditatapnya Aretha dengan pandangan serius.
"Udah ngerasa baikan belum?"
"Baikan?" tanya Aretha bingung.
"Matanya udah enggak bengkak?"
"Oh." Aretha tersipu malu. "Enggak kok."
Perlahan Gerry menangkup sebelah tangan Aretha yang berada di permukaan meja. "Maaf ya, udah bikin kamu nangis."
Jantung Aretha kembali berdetak kencang saat mendengar Gerry mengubah panggilan yang biasa ia tujukan untuknya menjadi terasa lebih spesial. Ditundukkannya lagi kepalanya demi menutupi semburat merah yang ia rasakan menjalar cepat pada kedua pipinya.
"Kemarin ... Reno sama Mama Papa enggak curiga kamu tumbenan nginep sini?"
Aretha mengangkat pandangannya kemudian menggeleng pelan. "Enggak. Semuanya Aruna yang urus."
Gerry menjawab dengan mengangguk mengerti.
"Kamu ngapain pagi-pagi ke sini?"
Mendengar pertanyaan Aretha, refleks Gerry tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya. "Jemput kamu. Kamu udah mandi belum?"
Aretha menggigit bagian bawah bibirnya. Rasanya ia harus terbiasa dengan panggilan Gerry yang ia tujukan untuknya. "U—udah kok. Kenapa?"
Gerry menatap Aretha dengan pandangan antusias. "Kencan yuk?"
"Emang kamu ... lo ... duh." Aretha menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal. Duh, Gerry kenapa jadi manis begini sih.
Di hadapan Aretha, Gerry hanya mampu mengulum tawanya yang terasa akan pecah. "Jangan salting terus gitu. Kamu bakal begini sama aku enggak cuma hari ini aja lho."
Rasanya Aretha ingin sekali melempar pisau selai yang ada di hadapannya ke arah Gerry saat melihat kedipan usil dari mata Gerry yang ditujukan untuknya. Saat jantungnya melompat-lompat seperti ini, Gerry justru menggodanya.
Aretha menyempatkan diri untuk menghela napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya lagi. "Emangnya ... kamu mau ngajak aku pergi ke mana?"
Gerry mengangkat pandangannya. "Rahasia." Dijulurkan lidahnya ke arah Aretha. "Yaudah ganti baju sana. Aku tunggu di depan. Sekalian nanti kamu aku anter pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ja Altea
Teen FictionCover by: oflyng Kepada masa lalu, aku ucapkan selamat tinggal tapi tak pernah bisa benar-benar melupakan. Kepada masa lalu, kenapa dia terus membayang? Aku hanya ingin melangkah maju tanpa kepahitan. Tanpa kesedihan. Tanpa kesakitan. Kepada masa la...