"Makasih ya, Wind. Hati-hati." Aretha melambaikan tangannya seraya melongok ke dalam melalui kaca mobil yang terbuka.
Selepas mobil Winda berjalan menjauh, Aretha sempat melirik arloji yang berada di tangan kirinya. Pukul tiga tepat. Sepulang dari pusat perbelanjaan ini, ia merasa harus meminta maaf pada Reno karena membohonginya. Ia bilang pada Reno bahwa ia ada rapat klub mading sepulang sekolah.
Aretha sempat tersenyum seraya menggelengkan kepala. Demi sebuah sepatu, ia rela membohongi kakak tersayangnya. Sebenarnya bisa saja ia meminta Reno untuk menemaninya. Tapi ia tak mengambil kesempatan itu. Ia benar-benar ingin memilih sepatu sesuai seleranya. Lagipula, jika nantinya Gerry memandang isi bingkisannya dengan mata berbinar, kebahagiaannya pasti terbayar lunas.
"Selamat sore. Ada yang bisa dibantu? Sepatunya lagi ada diskon lho, Kak."
Aretha tersenyum sopan saat mendapat sambutan hangat dari toko pertama yang ia masuki. Dengan pipi bersemu merah, gadis itu berkata dengan malu-malu. "Ada sepatu olahraga buat cowok enggak, Mbak?"
Masih dengan senyum lebar, pramuniaga mengangguk sopan. "Ada di sebelah sana, Kak. Mari ikut saya."
Tanpa banyak bicara, Aretha mengikuti pramuniaga yang tubuhnya dibalut dengan celana jeans dan kaos polo berkerah berwarna putih itu.
"Nah coba dipilih, Kak. Ini kebetulan lagi diskon 15% lho."
Dahi Aretha berkerut-kerut. Telunjuknya mengetuk-ngetuk pada dagu saat pandangannya mengamati satu persatu sepatu yang berjajar rapi di hadapannya.
"Buat pacarnya ya, Kak?"
Ditanya seperti itu, Aretha hanya tertawa gugup. "Eng-enggak, Mbak."
Kedua mata Aretha berbinar senang saat menemukan sepatu yang menarik perhatiannya. "Liat yang itu dong, Mbak."
Setelah pramuniaga itu meletakkan sepatu yang diminta Aretha di telapak tangannya, bibir Aretha melengkungkan senyuman lebar. Sepatu ini persis dengan yang ia lihat di layar laptop Gerry tempo hari.
Seraya menimang-nimang sepatu di tangannya, Aretha sempat mengingat-ingat perbedaan ukuran tubuh Reno dan Gerry yang tak jauh beda. Gadis itu menduga bahwa ukuran sepatu mereka pasti tak jauh beda. Saat memeriksa bagian dalam sepatu tersebut, Aretha hampir memekik senang saat mendapati angka 42 di sana. Tepat seperti ukuran sepatu Reno.
"Ada yang warna biru gelap enggak, Mbak?"
"Sebentar saya liat di dalam dulu ya, Kak," ujar si pramuniaga seraya meminta sepatunya kembali.
Di dalam hati, Aretha merapal doa agar stok sepatu berwarna navy itu benar-benar ada di gudang toko ini agar ia tak perlu mengitari seisi pusat perbelanjaan ini demi sepatu yang diinginkan Gerry.
"Maaf, Kak. Yang navy lagi kosong." Si pramuniaga kembali dengan senyum muram.
Kedua bahu Aretha turun dengan lemas. "Yaudah deh Mbak, lain kali aja. Makasih ya."
Pramuniaga itu tersenyum maklum. "Iya, Kak. Kembali lagi lain kali ya."
Ah, toko pertama membuat Aretha kecewa. Ukurannya ada, tapi warna yang diinginkan sedang kosong. Baiklah, sepertinya ia harus mempercepat pencariannya sebelum langit berubah gelap.
Memasuki toko kedua, Aretha tak disambut ramah seperti yang ia dapat di toko pertama tadi. Tapi ia tak keberatan, setidaknya ia merasa bahwa ia bebas melihat-lihat di sini. Tanpa berpikir lebih lama lagi, Aretha menuju jajaran sepatu olahraga yang terletak di sudut.
Saat melihat sepatu yang dipajang di sana persis seperti sepatu yang ia lihat di toko pertama tadi, Aretha diam-diam merapal doa agar toko kedua yang ia masuki memiliki pilihan warna lain selain warna hitam seperti yang ia pegang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ja Altea
Teen FictionCover by: oflyng Kepada masa lalu, aku ucapkan selamat tinggal tapi tak pernah bisa benar-benar melupakan. Kepada masa lalu, kenapa dia terus membayang? Aku hanya ingin melangkah maju tanpa kepahitan. Tanpa kesedihan. Tanpa kesakitan. Kepada masa la...