Part 14

6.2K 731 152
                                    

Gerry baru saja turun dari motornya dengan perasaan gugup luar biasa. Di belakang punggungnya ada sebuah kanvas terbungkus koran yang diapit dengan ranselnya yang berwarna navy. Tepat saat membuka mata tadi pagi, Gerry bertekad untuk memulai semuanya dari awal.

Setelah memastikan bahwa tali sebelah sepatunya tak diikat dengan baik, Gerry berdoa agar kali ini ia tak melakukan kebodohan lagi. Hari pertama untuk memulai dan semuanya harus berjalan baik tanpa kekonyolan seperti tempo hari.

Saat melihat Aretha berhadapan dengan Aruna sembari berbincang seru, Gerry tersenyum miring karena targetnya berada di tempat yang seharusnya. Jendela-jendela kelas masih tertutup rapat karena memang keadaan kelas sedang sepi, hanya beberapa murid yang sudah datang.

Mudah-mudahan dia liat sepatu gue, batinnya.

Gerry segera membungkukkan badan saat sampai di samping meja Aretha. Lelaki itu mendadak sibuk dengan tali sepatunya yang tak terikat. Sembari membuat simpul pada tali sepatunya, dahi Gerry berkerut dalam saat tak mendengar suara Aretha yang biasanya menyapanya dengan riang. Yang ia dengar hanyalah sahutan tawa dari Aretha dan Aruna yang menelusup ke dalam lubang telinganya.

Gerry berdecak pelan. "Sial. Masa iya gue mau begini terus sampe dia liat sih," gerutunya kesal. "Liat kek. Udah dibela-belain nahan malu juga. Malah dicuekin. Giliran begini aja dia enggak peka."

Sampai Gerry selesai menyimpul tali sepatunya, Aretha masih saja tak mengalihkan pandangan padanya. Tapi Gerry tak menyerah. Simpul talinya ia lepas lagi sehingga waktunya lebih panjang untuk mengulur waktu agar bisa mencuri perhatian Aretha. Sip! Lo pinter banget, Ger. Tiada dua, batinnya jumawa.

"Tha, buka jendela yuk. Gerah gue."

Mendengar suara Aruna, Gerry tersenyum sumringah. Pinter banget lo, Na. Abis ini Aretha berdiri, terus liat gue deh. Sip! Gerry kegirangan.

Saat Gerry mendengar kursi di sampingnya berderit pelan, ia cepat-cepat menyembunyikan senyum lebarnya dan kembali sibuk dengan tali sepatunya.

"Eh, Gerry. Gerry ngapain bungkuk di sini?"

Good. Umpan gue ditangkep! Gerry tertawa keras-keras dalam hatinya.

Mengerti bahwa Aretha menyadari keberadaannya, Gerry segera berdiri menghadap gadis itu. Ia memandang Aretha dengan tatapan datar seolah menunggu kelanjutan respon Aretha sembari mengayunkan kakinya ke depan dan belakang untuk menarik perhatian Aretha lebih jauh.

"Ger—"

Gerry mengulum senyum bahagianya karena menyadari Aretha menatapnya malu-malu. Pasti Aretha bisa menangkap sinyal dari tingkah Gerry.

Gerry berdehem sebentar. "Kenapa, Tha?"

Aretha tersenyum lebar. "Boleh minggir sedikit? Gue mau lewat. Buka jendela." Kedua mata Aretha mengerjap-ngerjap polos.

Boom!

Wajah Gerry berubah datar. Aretha ternyata tak menangkap isyaratnya sama sekali. Itu cewek nyadar enggak sih, kalo sepatunya udah gue pake? Batin Gerry seraya memberi celah untuk Aretha lewat.

*****

Jam pertama di hari Jumat: Kesenian. Hari di mana Gerry dan teman-teman sekelasnya ditugaskan untuk membawa kanvas kecil. Sebenarnya Gerry cukup senang hari ini, karena jam Kesenian akan dilaksanakan di luar kelas. Mereka dibebaskan untuk membuat sketsa gambar lingkungan sekolah, apa pun itu.

Sembari menenteng kanvasnya, kedua mata Gerry menyisir ke arah lapangan. Saat mendapati Aretha, Aruna, dan Farhan berada di seberang lapangan, Gerry memutuskan untuk berjalan kesana. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Kedua tangan Gerry serasa berkeringat.

Ja AlteaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang