empat

1K 82 0
                                    

ARGA

"Arga, kamu kenapa?"

"Nggak papa." Arga menggeleng pelan. "Nggak apa-apa."

"Kamu pasti kenapa-napa. Kamu kenapa, Ga?"

"Nggak papa, Al. aku nggak papa."

"Nggak papa darimananya?"

Arga menghela napas keras. Selayaknya hentakan yang menandakan bahwa apa yang dikatakannya itu benar adanya. "Alda, sayang, aku nggak apa-apa."

Keduanya diam, larut dalam pikiran masing-masing. Lalu, merobek atmosfer yang melingkupi mereka hari itu di taman belakang sekolah, Alda berkata, pelan sekali, "Arga, aku mau putus."

"Hah?"

"Aku mau putus."

Putus?

"Bulan April bukannya udah lewat?" Arga tersenyum. Entah kenapa, hal itu dilakukannya.

"Arga, aku serius." Alda memejamkan matanya sedetik lalu membukanya kembali.

Arga tidak menjawab. Membiarkan potongan-potongan kata yang tadi diucapkan Alda memecahnya.

"Arga...." Suara Alda berubah menjadi lirih.

"Kenapa, Al?"

"Karena, karena," Alda menggigit bibir bawahnya. "aku masih sayang sama Dani. Masih sayang banget. Dan kamu ngingetin aku sama dia, Ga. Alesan kenapa aku selalu betah deket kamu, itu karena kamu mirip dia. Kamu tau, Ga? Setiap aku lagi sama kamu, kamu berubah jadi Dani. Cuma dia yang ada di kepala aku. Aku pikir itu nggak adil buat kamu."

Arga menatap cewek di hadapannya lurus-lurus, mencari secercah kesedihan, atau bahkan gerakan menahan tangis. Bahasa-bahasa tubuh yang menandakan bahwa cewek itu akan menyesal melepaskannya, bahwa sebenarnya cewek itu tidak ingin melepaskannya.

Tetapi, Arga berani bersumpah, tidak ada apapun disana. Tidak ada sorot penyesalan, setitik air mata, atau apapun.

Mungkin, memang sudah waktunya Arga untuk melepaskan diri. Namanya perasaan, mana bisa dipaksa?

***

SENJA

"Lo tau, Ja? Kemaren waktu ada rapat OSIS, gue nguping anak kelas lain ngomongin tentang Arga." Disa bercerita sambil menyalin PR Bahasa Inggris milik Senja.

"Oh ya?"

"Iya." Disa mengangguk antusias. "Masa katanya, dulu waktu kelas 10 itu, dia punya pacar. Cantik banget gitu. Pacarnya sering dibawa kesini, soalnya beda sekolah. Katanya pacarannya juga anget anget mulu, nggak aneh-aneh."

"Oh gitu ya?"

"Iya. Terus, dulu itu, Arga nggak kayak sekarang, dulu dia itu bolak-balik masuk BK, soalnya ketahuan ngerokok, terus pernah pipisin pintu rumah Pak Supri, guru Sejarah. Soalnya Pak Supri ngatain ceweknya jablay." Disa berhenti sebentar. Tampak mengingat-ngingat apa yang ia curi dengar kemarin.

"Semenjak awal kelas 11, dia berubah. Kalo yang gue denger kemarin sih. Dia jadi jutek, jadi jarang ngomong. Dulu dia ikut ini ikut itu, sekarang nggak ada kabarnya. Dulu dia itu jail, terus suka ngecengin kakak kelas, aduh duh, pokoknya kayak bad boy bad boy di novel romance gitu deh, Ja."

Senja tidak terlalu menyimak cerita Disa pada awalnya, tetapi, mendengar kalimat-kalimat barusan, ia menjadi tertarik. Jadi benar kata orang-orang, orang yang banyak tertawa, biasanya memendam kesedihan yang dalam.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang