tiga belas

896 68 1
                                    

SENJA

Hari ini, sekolah tidak terasa sama lagi bagi Senja. Jika dulu, ia seperti cacing kepanasan ketika berangkat sekolah, kini, tidak lagi. Ia berjalan gontai menuju kelasnya, seperti ada kabut di kepalanya yang susah hilang, dan tidak bisa membuatnya berpikir jernih. Ketika Disa memukul bahunya, barulah ia tersadar ia sudah berada di depan kelasnya.

"Mikir apa?"

"Nggak mikir kok." Senja mencoba memikirkan alasan. "Ini, kepikiran PR. Banyak banget. Ada banyak soal yang belum gue kerjain."

Saat sudah menyandarkan diri ke bangkunya pun, Senja masih tidak bisa kembali menjejak realita. Pikirannya masih di masa lalu. Di beberapa jam yang lalu.

Kemarin malam, ketika Arga tiba-tiba muncul di depan pintu rumahnya.

***

Senja menolak keluar kamar selama beberapa jam terakhir. Ia butuh waktu untuk berpikir, dan, ibunya tidak henti-hentinya mencoba membujuk putrinya untuk makan malam. Tetap saja, Senja menjawab dengan, "Udah kenyang, Ma."

Membohongi perutnya yang keroncongan minta diisi.

Ketika ibunya mengetuk kembali, Senja sudah siap membuka mulut dan berkata, "Ke—"

"Ada temen kamu nungguin di bawah."

"Siapa, Ma?" Senja bangkit dari posisi nya yang menggelayut malas di kasur. Ia duduk tegap, mencoba menebak-nebak siapa yang datang ke rumahnya malam-malam begini. Malam minggu, pula. Disa tidak mungkin. Cewek itu kini pasti sedang memaku diri di depan laptop, menikmati drama korea terbaru sambil mencuri camilan milik kakaknnya. Apa mungkin...

"Dia bilang namanya Arga." Rinjani berhenti sebentar. "Calon pacar kamu, kata dia." Bahkan, dari balik pintu, Senja bisa tahu ibunya itu sedang menahan tawa geli. Mungkin terkejut karena putrinya yang begajulan begini bisa menarik hati cowok ganteng.

Tunggu, apa ia baru saja berkata Arga ganteng?

"Kamu mau turun apa gimana, Senja? Masa Mama usir? Itu cowoknya mukanya lucu banget lho. Nggak tega Mama."

"Iya, Ma. Senja turun."

Ketika mematut diri sendiri di depan cermin sebelah pintu kamarnya, Senja mengutuk dalam hati. Ah, sial. Ini salah Senja sendiri. Siapa suruh ia nangis semalaman?

"Lho, mata kamu kenapa?" Rinjani menatap Senja terkejut ketika anaknya membuka pintu.

"Ini, tadi abis nonton drama. Sedih banget cowoknya meninggal."
Rinjani hanya mengangguk, tetapi tatapannya masih menyorotkan kecurigaan.

Senja menuruni tangga secepat kilat. Ingin menghindar dari interogasi ibunya. Ia hampir saja terjungkal ketika melihat Arga di teras. Cowok itu benar-benar ada di sana! Dan, Senja melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

"Kenapa?" tanyanya. Senja bahkan terkejut dengan kata yang barusan keluar dari mulutnya. Ia tidak memaksudkan kata tersebut untuk keluar sedingin itu.

"Jangan jutek gitu, dong." Arga mendecak sebal, yang justru membuat mukanya lucu. "Takut nih. Duduk dulu, Ja. Biar ngomongnya enak."

Senja menghembuskan napas. Lalu, bergerak duduk di seberang Arga. Padahal jelas-jelas, cowok itu telah mengkode dengan tatapan matanya agar Senja duduk di sebelahnya.

"Apa?"

"Kamu marah, Ja?"

"Nggak lah."

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang