2. Niall?

3.1K 382 81
                                    

"Ya, mom. Nanti setelah makan siang." Ucap Niall pada Maura melalui sambungan telfonnya. Ia memutar kursi kantornya mengarah ke jendela kaca nan lebar di belakangnya.

Ia melihat sekilas jalanan London yang cukup ramai di siang ini.

"Iya momku yang kusayangi. Aku akan mencari tukang jahit paling bagus disini bersama Ray. Tidak mungkin aku berkeliling sendirian disini."

Mana mungkin Niall bisa tahu jalanan London begitu saja, bukan? Ia saja baru pindah dari New York seminggu yang lalu. Tentu ia perlu ditemani Ray, supir pribadinya.

"Bye. I love you too."

***

Hari ini, butik Phebe ramai pengunjung. Banyak pengunjung yang melihat-lihat beberapa gaun dan jas yang terpasang pada beberapa mannequin. Ada juga pengunjung yang sedang diukur panjang dan lebar tubuhnya, dan adapula yang ingin mengambil pakaian mereka yang sudah selesai dijahit.

"Kau tampak sangat cantik dengan gaun itu, Soph." Ujar Liam yang memperhatikan Sophia dari cermin.

Sophia tersenyum sembari memutar balikkan badannya dan melihat keseluruhan hasil pekerjaan Phebe yang sangat indah itu dari cermin.

"I really love this." Sophia melihat Liam lalu beralih ke Phebe. Phebe tersenyum lebar.

Liam pun melangkahkan kakinya ke ruang ganti untuk mencoba setelan jasnya yang merupakan hasil pekerjaan Phebe juga.

"Thankyou so much, Phebe!" Sophia memeluk Phebe sekilas.

"My pleasure, beautiful."

"Aku tak sabar memakai gaun ini di acara pernikahanku dan Liam nanti!" Sophia mengguncang kedua bahu Phebe gemas.

Selang beberapa menit berlalu, Liam datang dengan setelan jasnya yang sangat pas untuknya. Penampilannya tidak kalah sempurna dengan Sophia.

"Bagaimana?" Tanya Liam sembari memutar tubuhnya 360 derajat.

"Sangat sempurna." Sophia tersenyum lebar, sedangkan Phebe mengacungkan kedua ibu jarinya ke udara.

"Tidak salah kita mempercayai Phebe untuk ini semua." Ucap Liam sembari merangkul Sophia.

"Astaga. Kalian ini berlebihan. Ini sudah tugasku, bukan?" Phebe terkekeh pelan.

"Aku doakan usahamu ini semakin sukses ya, Be. Akan aku ajak semua keluargaku untuk pergi ke butikmu dan menjahit pakaian disini." Ujar Liam.

"Benar sekali. Aku pun juga begitu." Sahut Sophia.

"Oh ya. Aku ganti pakaian dahulu." Lanjut Sophia, lalu meninggalkan mereka berdua.

Liam mengambil tote bag miliknya yang berada diatas sofa dekat cermin dan mengeluarkan selebaran tebal dengan warna putih yang dominan. Ada tali abu-abu juga yang mengikat selebaran tersebut.

Wedding Invitation.

"Aku harap kau datang ke pernikahan kita nanti." Liam memberikan undangan tersebut pada Phebe.

"Aku pasti datang." Ia mengambil undangan itu dari tangan Liam lalu tersenyum.

"Aku tunggu undangan darimu dan Ashton ya." Liam terkekeh sambil menepuk-nepuk pundak Phebe.

Ia sedikit tersentak atas perkataan Liam, teman baik Ashton itu. Ia belum memikirkan sejauh itu walau umurnya sudah cukup matang untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, yaitu pernikahan.

Jujur, ia masih belum yakin dengan hal tersebut.

Bahkan ia masih ragu dengan hubungannya bersama Ashton.

***

Phebe memainkan undangan itu sedari tadi. Ia membuka talinya, lalu mengikatnya kembali. Buka talinya, lalu mengikatnya kembali. Hal itu dilakukannya berulang-ulang kali.

"Bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Ashton, nak?"

"Jadi, bagimana denganmu dan Ash?"

"Bagaimana? Kau sudah mencintainya, bukan?"

"Aku tunggu undangan darimu dan Ashton ya."

Perkataan yang dilontarkan Mom Ash, yaitu Anne, lalu Louis, Audrey, bahkan perkataan Liam beberapa jam lalu masih berputar-putar di otaknya.

Tok tok tok.

Suara ketukan pintu itu membuyarkan Phebe dari lamunannya. Sontak undangan pernikahan Liam dan Sophia ia letakkan diatas mejanya.

Muncullah kepala dari asisten terbaiknya dengan rambut berwarna pink soft dari balik pintu ruangannya.

"Sis Phebeku yang cantik, ada pelanggan yang ingin mendesain sekaligus menjahitkan jas pengantin."

"New customer, hun. NEW."

"Dan pelanggan kita yang satu ini tak kalah tampan dengan Liam. UH LALA."

Suara nan centil itu membuat senyum Phebe kembali merekah. Rambut warna pink softnya membuat Phebe gemas melihatnya.

"Mana dia, Mikey? Bawa dia masuk kemari, oh atau aku saja yang kesana ya?" Phebe bangkit dari kursinya.

"No sis. He'll be right here-Oh hey, handsome." Michael menarik tangan lelaki itu untuk masuk ke ruang Phebe.

Senyum lebar di bibir Phebe pun memudar perlahan. Seketika kakinya melemas dan bulu kuduknya berdiri.

"Niall?" Batin Phebe bergejolak tidak karuan.

"Maaf, tampan. Dengan tuan siapa kalau aku boleh tahu?" Tanya Michael antusias.

"Niall Horan. Uhm, Niall saja."

*****

Mau ngsh tau, Phebe dsini bacanya pibi yaw.
Kalo ada yg rada enggk ngerti, ask me!!!

Maaf buat mike's girls, aku buat mike dsni lekong-_- astaga!1!1!

Dan dsni aku buat sophiam bakalan nikah:'):'):')

ATL -avissa xx

Find You | Niall HoranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang