Interlude IV

4.4K 460 12
                                    

"Pagi, Bobby..." sapa salah satu siswi sambil mengedipkan sebelah mata kepadanya. Sebenarnya ia tidak mengenal gadis itu, tapi toh ia membalas sapaannya dengan ramah. Dalam perjalanannya dari pintu gerbang sekolah sampai ke kelas ada juga beberapa siswi yang terang-terangan menggodanya. Padahal para siswi itu tahu bahwa ia sudah bersama dengan Gaby, tapi tampaknya fakta itu tidak mengubah kenyataan betapa ia populer di sekolah ini.

Begitu sampai kelas, ia disambut dengan kerlingan mata dari gadis yang baginya berwajah seperti malaikat, kulitnya-pun putih halus seperti porselen. Betapa beruntungnya ia, bahwa Gaby telah menjadi kekasihnya. Berdua, mereka menjadi pasangan populer dan paling serasi di sekolah.

Setelah Bobby meletakkan tas-nya, Gaby menggandeng tangannya. Sudah menjadi ritual bagi mereka untuk berkeliling sekolah di pagi hari dengan sikap mesra. Ya, mereka harus memamerkan hubungan mereka untuk status di sekolah. Itu adalah salah satu penawaran Gaby ketika gadis itu mengetahui rahasianya.

Sudah sekitar setengah tahun yang lalu Bobby menyadari dirinya tidak terlalu tertarik pada wanita. Ia tetap bisa bercinta dengan wanita, tetapi tidak pernah tertarik untuk memilikinya. Dan, ini diketahui oleh Gaby ketika ia tertangkap sedang melihat Pak Hendy dari kejauhan oleh gadis itu.

Dan, ia menyukai Gaby karena tidak menghakiminya. Ia bahkan menawarkan bantuan agar ia bisa dekat dengan Pak Hendy dengan syarat ia harus berpacaran dengannya agar ia bisa mendapat status sebagai cowok tertampan di sekolah yang "normal" dan juga agar Gaby bisa mendapatkan seks darinya. Gaby tidak keberatan hubungan mereka hanyalah simbiosis mutualisme yang tidak didasarkan cinta. Gaby tidak butuh itu karena di kepalanya yang terpenting hanyalah status.

Sejak saat itu, ia selalu terlihat berdua dengan Gaby. Mereka hanya berpisah di kelas dan ketika Gaby menghilang untuk menindas Heru dan para korbannya yang lain. Ia pernah menemani Gaby untuk menindas Heru, tapi ia tidak tahan dengan itu, sehingga akhirnya ia memutuskan menjauh saat Gaby melakukan penindasan.

Meski sudah mendapatkan Gaby, hati Bobby tetap berdebar-debar setiap melihat Pak Hendy. Ia benar-benar harus merunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah setiap Pak Hendy mengajar di kelasnya. Bahkan, ia merasa cemburu jika Pak Hendy didekati oleh para siswi. Apalagi saat ia mendengar gossip mengenai Pak Hendy yang bercinta dengan salah satu siswi di ruang kesenian. Telinganya benar-benar tidak tahan ketika mendengarnya.

Lalu, di suatu hari yang panas, Gaby menepati janjinya untuk mendekatkannya dengan Pak Hendy.

Menuruti kata Gaby, ia menunggu di Ruang Kesenian saat pulang sekolah. Kemeja seragam sekolahnya sedikit basah karena keringat sehingga menempel di bajunya dan memperlihatkan ototnya. Saat ia sedang membiarkan angin bertiup ke dirinya di dekat jendela, terdengar suara pintu terbuka. Ia menoleh dan melihat Pak Hendy memasuki ruangan dengan langkah gemulai. Dari tatapan Pak Hendy, Bobby tahu bahwa Gaby telah menceritakan segalanya.

Seketika rasa malu menyerang dirinya hingga wajahnya bersemu merah. Ia spontan menundukkan wajahnya. Namun, Pak Hendy yang telah berdiri sangat dekat dengannya malah mengangkat dagunya dan memberikannya ciuman di pipi. Ia membisikkan kata-kata indah yang membuatnya tenang. Selanjutnya, Pak Hendy membaringkan Bobby di sofa, membuka kancing kemejanya satu persatu dan memberikan sentuhan-sentuhan lembut kepadanya.

Jika Gaby memberikannya kepuasan seks, maka Pak Hendy memberikannya kepuasaan rasa kasih sayang. Setelah kejadian itu, Bobby merasa dirinya di awang-awang karena diliputi kebahagiaan.

Sayangnya,semua rasa bahagia yang diberikan oleh Pak Hendy tidak bisa mengubah keputusanBobby untuk bertahan hidup dan mengorbankan kepala Pak Hendy yang kini telahtercecer di Ruang Kesenian. Ingatan akan itu bahkan mengambang di kepalanyaketika Mortis memberi sayatan di lehernya. 


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terima kasih untuk vote dan bagi kalian yang menempatkan ini di reading list kalian. Saya juga berterima kasih untuk yang sudah memberi semangat kepada saya di kolom comment maupun message.

Kali ini pendek dulu, ya

Kalau vote-nya mengembang baru akan di-posting kelanjutannya

Ini ada sedikit excerpt dari next part:

 Ia terperangah ketika melihat Mortis berjalan dengan tenang menyeberangi lorong. Terakhir kali berada di lorong itu, ia harus berlari hingga kakinya hampir putus untuk menghindari peluru dari penembak jarak jauh. Semakin mendekat langkah Mortis, tanpa sadar ia melangkah mundur. Ketakutan menderanya, cepat dan menyeluruh. Apalagi setelah melihat bat baseball berwarna perak yang dibawa oleh pembunuh itu.  


School Game (M.O.D, #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang