Unveil

5.2K 490 39
                                    

Gong Xi Fa Cai!! Zhu nimen shenti jiankang he wan shi ru yi!

Happy Chinese New Year untuk temans yang merayakan!

This chapter is my hongbao (angpau) for all of you!

Enjoy!!

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Kita harus segera pergi dari sini!" seru Ezky kepada Lena dan Sinta. Ia berharap langkah mereka lebih cepat daripada langkah Mortis.

"Ezky, tunggu!" seru Lena, "Jika memang tidak ada sniper di jendela sisi taman, semestinya kita bisa keluar dari jendela ini, kan?" Lena mengarahkan pandangannya ke arah jendela.

Sinta menggenggam lengan Lena, "Tidak! Itu terlalu berbahaya!" Ia sudah merasakan matanya yang mulai digenangi air. Pemikiran bahwa Lena bisa saja tewas jika melakukan itu sangat mengganggunya. Mungkin ia bisa kehilangan teman-temannya yang lain, mungkin ia bisa merelakan Ezky, tetapi sangat sulit untuknya kehilangan dan merelakan Lena. Hanya Lena yang mendekatinya dan mau menjadi temannya yang pemurung ini. Lena-lah yang mendekatinya ketika ia sendirian dan Lena juga yang membantunya dengan tulus. Lena adalah teman pertama baginya, ia tahu ia tidak akan bisa bangkit jika Lena meninggalkannya.

Sepertinya Ezky menyetujui ide Sinta, ia mengangguk dan berkata, "Sinta benar. Itu terlalu berbahaya. Mungkin di sana memang tidak ada penembak jitu, tapi kita tidak tahu apa yang menunggu kita di luar sana..."

Mereka bertiga kemudian saling bertatapan dan semuanya mengangguk setuju untuk meninggalkan ruangan tanpa melewati jendela. Mereka melangkah cepat menuju pintu ruangan kelas. Ezky menoleh ke kanan dan ke kiri, namun yang terlihat hanyalah lorong gelap. Tampaknya Mortis belum menyadari keberadaan mereka di lantai itu karena ia tidak terlihat di dua sisi lorong. Jasad Gaby yang mengenaskan masih ada di sisi sebelah kanan lorong. Ezky memutuskan untuk pergi ke arah kiri lorong, setidaknya dengan demikian mereka bisa pergi ke tangga terdekat untuk turun ke lantai 1 atau naik ke lantai 3.

Lorong yang sunyi membuat mereka bertiga bisa mendengar debaran jantung mereka sendiri. Dan, bahkan suara sekitar mereka terdengar lebih jelas. Oleh karena itulah, Lena dapat mendengar suara samar langkah kaki yang mulai mendekat, begitu juga dengan Ezky. Mereka saling bertatapan.

"Ia mendekat..." Lena mempercepat langkahnya bahkan setengah berlari.

Akan tetapi, mereka tidak cukup cepat karena begitu mereka menoleh ke belakang, bayangan seseorang berkelebat di tengah lorong. Bayangan itu terlihat mengangkat tangannya lalu sedetik kemudian terdengar suara tembakan yang memekakkan telinga.

Air mata Sinta mengalir ketika ia berteriak kencang dan mempercepat lari-nya. Suara tembakan terdengar lagi saat mereka berbelok menaiki tangga menuju lantai 3. Lena sempat terpeleset di tangga, namun berhasil memegang pinggiran tangga sebelum ia meluncur ke bawah. Setelahnya, mereka merasakan kaki mereka melayang dan tidak menapak karena berlari tanpa sempat memikirkan apapun. Lena dan Sinta hanya mengikuti Ezky meskipun raut wajah Ezky terlihat tidak baik.

Ketika mereka berlari satu putaran mengitari lantai 3 barulah ia sadar tidak ada jalan keluar lain selain berlari menuju loteng. Ezky menarik tangan Lena dan Lena menarik tangan Sinta dan mereka berlari seperti tidak dapat lagi berjumpa dengan hari esok. Seolah-olah kala itu adalah kala terakhir mereka bisa berlari di dunia ini.

Namun, saat mereka bertiga berbelok di sudut, langkah mereka terhenti ketika melihat sebuah sosok bertopeng putih yang mengangkat senapan besar dengan angkuh. Mereka bertiga tidak dapat menyembunyikan keterkejutan mereka dan tersungkur lemas di lantai yang dingin.

School Game (M.O.D, #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang