Broken

6.3K 519 33
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 ketika Ezky, Lena dan Sinta berlari, memperhatikan lorong di seberang mereka, yang mereka tenggarai menjadi sumber suara kaca pecah itu. Meskipun tidak terlihat dengan jelas karena mereka harus melihatnya dengan menjauhi kaca, mereka yakin mereka melihat sosok Gaby yang berlari menghindari peluru dari para penembak jitu.

"Larilah, Gaby! Larii!" gumam Lena, setengah berbisik. Mencoba memberikan semangat kepada Gaby dari kejauhan. Hubungan mereka memang tidak begitu baik, tapi jika sudah menyangkut nyawa manusia, sudah sewajarnya hal-hal itu dilupakan.

Lena pertama kali bertemu Gaby tentu saja saat ia pindah ke sekolah ini pada awal semester bersama dengan Ezky. Kepindahan mereka adalah imbas pindahnya apa yang mereka sebut "tempat penampungan". Ketika siswi yang lainnya memberikan aura bersahabat, hanya Gaby yang memandangnya seperti orang dengan derajat yang lebih rendah darinya, padahal dirinya bahkan belum menceritakan asal usul dirinya yang yatim piatu. Meskipun Lena tidak pernah berurusan dengan Gaby, gadis itu pasti selalu bermulut sinis terhadapnya setiap ada kesempatan, entah apa sebabnya.

"Mungkin karena Gaby merasa tersaingi," ucap Sinta suatu hari. "Kau tahu, Gaby itu adalah seorang putri, ia paling cantik di sekolah ini, keluarganya juga seorang keluarga terpandang. Bahkan Resta dan Loly, mau saja menjadi pesuruhnya demi status yang diberikan Gaby. Lalu, Lena datang dan Lena begitu cantik, jago senam dan bisa berteman dengan Ezky yang sekarang terkenal sebagai pembuat onar. Mungkin ia merasa reputasinya akan tersaingi."

Ketika Lena mendengar penjelasan dari Sinta itu, Lena merasa itu adalah alasan yang bodoh. Sinta tidak bodoh. Hanya saja, apabila itulah alasan sebenarnya Gaby terus-terusan memusuhinya, rasa-rasanya itu terdengar bodoh dan dangkal. Oleh karena itu, Lena tetap tidak menghiraukan segala ucapan sinis Gaby kepadanya.

Saat Lena memikirkan itu, sosok Gaby menghilang dari pandangannya. Tampaknya Gaby telah bersembunyi di sudut lorong yang tidak terlihat. Desingan samar dari pistol penembak jitu itu-pun sudah tidak lagi terdengar.

"Ezky... Kita, kita harus menolongnya! Kita harus menolong Gaby!" serunya sambil menarik-narik lengan kemeja Ezky.

"Jangan! Kalau, kalau, kita menolongnya... Kita... " Sinta bergidik ngeri. "Kita juga bisa mati!" serunya dengan suara melengking.

Tetapi Ezky hanya terdiam, matanya lurus memandang ke arah lorong di mana Gaby berada. Ia menaikkan jari telunjuknya dan berkata, "Itu... Apakah itu Mortis?"

Serentak, Lena dan Sinta mengarahkan pandangan mereka mengikuti arah telunjuk Ezky. Dan, sekarang mereka bertiga melihatnya, sebuah sosok berpakaian serba hitam dan memakai topeng berwarna putih. Refleks, Sinta menutup mulutnya, seolah-olah Mortis bisa mendengar dirinya jika bersuara dan kemudian mengejarnya. Sementara itu Lena dan Ezky sama sekali tidak bisa berkata-kata, seolah suara mereka menghilang di udara. Baru kali itulah mereka melihat sosok Mortis yang sebenarnya.

Sosok Mortis yang mereka lihat dari kejauhan itu berjalan perlahan-lahan, seolah-olah ia tahu bahwa mangsanya tidak akan bisa kabur. Lalu, Mortis mengayunkan sesuatu yang ada di tangannya, menimbulkan suara berdentang dan retakan yang terdengar samar-samar dari kejauhan.

"Ia menuju Gaby..." bisik Sinta dengan suara tercekat, ia berdiri di samping Lena yang tidak bergerak dengan mata yang tertuju lurus ke arah Mortis. Sementara itu, Ezky yang berdiri di samping Lena juga terlihat sama.

Dengan terbata-bata, Lena akhirnya berbicara, "Kita... harus... menolongnya..." Nada suara Lena terdengar bergetar. Ia terlihat ketakutan saat jari-jarinya mencengkram lengan Ezky.

Saat itu Ezky melihat sosok Mortis yang berlari dengan cepat, menuju ke arah tempat Gaby tadi bersembunyi dari tembakan sniper. Setelah itu sosok mereka menghilang dari pandangan mereka, namun suaranya makin mendekat, Ezky tahu posisi Mortis dan Gaby mulai mendekati posisi mereka. Hanya saja mereka berada di lantai satu sementara mereka ada di lantai dua. Ezky menelan ludah, meski ia mendengar teriakan Lena agar mereka pergi menolong Gaby, tetapi ia tahu itu tidak mungkin.

School Game (M.O.D, #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang