8. Let it Be

5.4K 177 5
                                    

Lampu kamar sudah sejak tadi kumatikan. Pertemuan tak disengaja saat berbelanja makanan kucing siang tadi menggoda ingatanku. Ladea tampak mempesona tanpa busana kerjanya. Seperti ... gadis belia yang matang.

Oh Tuhan ... rasa apa ini?

Sungguh aneh bila getaran menggila mengetuk-ngetuk pintu hati. Terlalu lucu untuk pria seusiaku merasakan semacam ... jatuh cinta. Bahkan kini di depan mataku, begitu takjubnya melihat goresan tanda tangan Ladea di berkas perjanjian.

"Kau sudah terperangkap pesonanya, Bro!" Kata-kata Steve tiba-tiba tergaung di telinga. Sore tadi ia menyempatkan diri mampir ke sini. Dan tentu saja ia menertawakan cerita pertemuan tak disengaja tadi. Lebih tepatnya, ia mengejek saat kukatakan betapa cantiknya Ladea.

Sama seperti yang kulakukan bertahun-tahun lalu, menyelidiki wanita, kali ini pun aku berusaha mencari tahu. Sialnya, tak ada informasi yang bisa kudapat selain, ia memiliki seorang putri kecil yang juga sama cantiknya.

Argh ... Ladea, Ladea, kau benar-benar membuatku tak bisa tidur.

Aroma parfumnya serasa dekat dan membangkitkan gairahku.

"Sudah tidur?"

Jemariku menuntun untuk mengirimkan sebuah pesan lewat LINE.

Read.

...

Lima menit berlalu, pesan tak kunjung berbalas.

"Ladea, masih di situ?"

"Jam berapa ini? Bila tak penting, bisakah kita lanjutkan esok hari?"

O o.

"Maaf, aku tak bisa tidur."

"Maaf, saya tidak harus menyanyikan lagu nina bobo untuk membuatmu terlelap, kan?"

Hahaha. Konyol, Ladea.

"Kau bisa bercanda juga rupanya. Apa yang kau lakukan malam-malam begini?"

"Tentu saja tidur. Tapi pesan darimu membuatku terbangun. Ada apa?"

"Aku ..."

"Ya?"

"Hm ... bisakah kita bicara hal lain selain kerja sama perusahaan?"

"Maksudmu? Sorry, saya harus beristirahat, pak Abimayu. Ini sudah lewat pukul dua. Dan saya baru terlelap belum ada setengah jam."

"Bayu. Panggil saja Bayu."

...

"Ladea?"

...

"Tidurlah, Bayu. Istirahatlah. Siang tadi kamu terlihat kurang istirahat. Jangan pikirkan masalah kerjaan selagi di tempat tidur."

Ya Tuhan ... rasanya seperti disiram air es di musim kemarau.

"Aku tak memikirkan kerjaan, Ladea."

"Sudah, saya hitung sampai tiga, pejamkanlah matamu."

"Satu."

"Ladea."

"Dua ..."

"Aku memikirkanmu."

"?"

"Bisa kita bertemu esok hari?"

...

Shit! Dengan cara apa mendekatinya?

"Ladea?"

...

"Oke, tidurlah ... Besok, makan siang, kujemput di kantormu pukul sebelas."

"Besok hari Minggu, Bayu. It's family time. Sorry."

Astaga! Bahkan hari pun sampai hilang dari ingatanku.

"Ok. Aku ke rumahmu!"

"Keras kepala!"

"Jangan ke mana-mana!"

"Siapa kamu, seenaknya saja."

"Ladea, please."

...

Ladea Pov

Dasar orang gila. Manusia antah-berantah. Apa yang ada di pikirannya?

Tentu saja aku kesal. Bisa-bisanya ia mengganggu waktu istirahatku. Dan ... ini pasti kerjaan Windy.

"Win, kamu yang kasih Line ke pak Abimayu ya?"

"Wait, ini apaan subuh-subuh nelpon gue? Ganggu orang kelonan tauk!"

"So sorry, Win. Cuma sebal aja, kenapa pak Abimayu nge-line tengah malam? Tahu dari kamu?"

"Ya elaaahhh. Demi hal begituan elo berani-beraninya bangunin gue?? Gak, bukan gue. Elo kali ... kartu nama elo kan lengkap banget, Bu. Did you remember?"

Oh My God. Benar juga.

"Iya ya?" Tampangku pasti sudah tak enak dilihat.

"Iye, Bu. Dah ah, bobok. Elo rese' deh. Kalau bukan kareba elo bos gue, udah cincang-cincang dari tadi, Buuu."

"Ya, sorry. Lanjutin tidur gih."

"Iyee ..."

Kupandangi jendela chat. Bayu menuliskan Ladea puluhan kali. Geli rasanya. Setahuku Abimayu, eh Bayu, adalah pria yang kaku. Tapi chat malam ini mematahkan penilaianku tentangnya.

Apa yang ada di pikirannya tentangku?

Ah, itu tak penting.

Selimut lebih penting saat ini.

"Good Nite. Sweet dream, Bayu." Refleks kuketikkan itu di jendela obrolan.

Lady LaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang