Gadis itu menggeliat gelisah dalam tidurnya. Bibirnya meracau tidak jelas disertai dengan keringat dingin yang mengalir dari tubuhnya. Kepalanya terasa pening sekali.
Sekuat tenaga ia bangun, melawan serangan bertubi-tubi dikepalanya. Sempoyongan, ia berjalan mencari handphonenya yang seingatnya ia letakkan di meja.
Ia meraih handphonenya dan segera menekan tombol hijau. Didekatkan handphone ke telinganya dan menunggu tersambung.
"Halo?"Terdengar suara serak khas bangun tidur dari seberang.
"Adam..."dengan suara lemahnya Jenna berusaha merangkai kata-kata. "G-gue pusing banget."lanjutnya. Entah apa yang ada difikirannya saat ini, namun ia hanya ingin mengatakan keadaannya kepada Adam tanpa benar-benar berharap Adam akan menghampirinya sekarang.
"J?! Lo gapapa?! Oke bentar gue kesana. Lo kuat kan buat bukain pintu gue?"Suara panik Adam memenuhi pendengaran Jenna. Cowok itu segera bangun dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar hotelnya tanpa menghiraukan pakaian dan wajahnya yang acak-acakkan.
Sebelum Jenna sempat membalas, terdengar bunyi nyaring dari pintu kamarnya. "Tunggu,"bisik Jenna sebelum mematikan sambungan telfon dan berjalan susah payah meraih gagang pintu.
Jenna merasa tubuhnya semakin berat dan penglihatannya semakin kabur ketika memutar kunci pintunya. Walaupun begitu ia berhasil membuka pintu dan melihat Adam yang sedang berdiri gelisah.
"Jenna!"Seru Adam tepat ketika Jenna limbung dalam pelukannya. Mata gadis itu terpejam. Bibirnya yang pucat dan bulir-bulir keringat di dahinya membuat Adam semakin panik. Cowok itu menggendong Jenna kedalam dan menidurkannya di kasur gadis itu lagi. Dipegangnya kening Jenna. Cowok itu menghela nafas berat ketika merasakan rasa panas di kulit punggung tangannya.
*
Kedua kelopak mata Jenna terbuka perlahan ketika kehangatan merayapi kulit wajahnya. Gorden kamarnya sudah terbuka dan menampakkan sinar mentari yang menyilaukan membuatnya terpaksa harus menutup matanya demi menghalau sinar dari luar.
"Lo udah bangun?"Suara Adam mengangetkan Jenna.
"Adam? Ngapain lo kesini?"tanya Jenna serak.
Adam meletakkan semangkuk bubur yang dibuatnya diatas nakas tempat tidur samping Jenna. Lalu dia duduk di tepi kasur Jenna. "semalem lo nelfon gue. Badan lo demam."Jawabnya sampai menempelkan tangannya ke dahi Jenna. Merasa suhu tubuh Jenna membaik, Adam menghembuskan nafas lega.
"Gue nelfon lo?"Jenna kembali mengingat-ingat kejadian semalam. Seingatnya, ia merasa sangat lemas sekali. Namun karena dia hanya sendirian dia tidak tau harus berbuat apa. Iapun memutuskan untuk menghubungi Adam karena hanya cowok itulah yang memenuhi kepalanya. Jenna hanya mampu mengingat kalau diri ya dengan susah payah membukakan pintu untuk Adam sebelum semuanya menggelap.
Adam hanya menggunggam tak jelas menanggapi pertanyaan Jenna. Tangannya meraih mangkuk bubur tadi dan mulai menyendokkannya untuk Jenna. "Lo makan ya, habis itu minum obatnya."
Selain karena perutnya yang kelaparan, Jenna tidak bisa menolak Adam dengan keadaan terbaring lemah begini. Jadi ia hanya pasrah dan mulai membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Adam.
Bermenit-menit mereka habiskan dalam keheningan. Hanya suara sendok yang beradu dengan mangkuk yang menggema di ruangan itu. Kedua anak manusia yang ada di ruangan itu tak satupun yang ingin memulai obrolan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Side
Teen Fiction[Discontinued] Cerita ini ditulis beberapa tahun lalu saat penulis masih di bangku SMP. Tidak direkomendasikan bagi pembaca yang haus kesempurnaan.