Adam dan Rere kini sudah duduk di salah satu kedai kopi yang ada di mall. Keduanya saling terdiam dan sama-sama tidak ingin memulai pembicaraan.
"Gimana kabar kamu?"Akhirnya Adam buka suara setelah sepuluh menit berlalu.
"Menurut lo?"Rere balik bertanya dengan nada dinginnya.
Adam cuman tersenyum simpul menanggapi cewek di depannya ini. "Tau nggak, aku masih ganyangka kalau kita bisa ketemu lagi. Tambah ganyangka lagi kalau kamu sekelas sama Jenna."Entah kenapa Adam merasa enggan untuk mengatakan Jenna pacarnya secara 'resmi' walaupun dia cukup yakin kalau Rere pasti sudah tau.
Rere hanya diam sambil meminum coffe latenya.
Tiba-tiba rasa penasaran Adam selama ini muncul lagi."Re, kenapa kamu dulu tinggalin aku...la-gi?"Tanya Adam dengan menekankan kata 'lagi'.
"Bukan urusan lo."
Adam tertawa mengejek.
"Kamu bilang bukan urusanku? Trus kamu anggap apa aku selama ini? kamu bukan hanya sekali ngilang gitu aja, tapi dua kali. Kamu gatau gimana aku saat itu."
Rere naik pitam."Lo gatau apa-apa. Jadi mending diem ajadeh."
Mendengar nada yang tidak mengenakkan dari Rere, Adam juga tersulut emosinya."Apa yang gue gangerti. Tentang sahabat-sahabat lo? Tentang kakak lo? Apa yang gue nggak ngerti?!"
Cewek itu hanya menatap tajam kearah Adam. Tidak bisa menjawab omongan cowok itu tadi karena memang betul Adam tau semua tentang dia.
"Gue nyesel percaya sama lo."Kata Rere akhirnya.
"Gue kecewa lo tinggalin gue."Sahut Adam.
Rasanya Rere pengen cepat-cepat pergi dari hadapan cowok di depannya ini. Tapi entah kenapa hatinya menahan untuk pergi.
"Kalopun gue balik, semuanya udah berubah."
"Kalopun lo nggak pergi, semuanya bakal baik-baik aja."
"Jadi lo berharap waktu itu gue nggak pergi?"
"Iyalah."
"Trus gimana Jenna? Lo nggak bakal pacaran sama dia kalau gue nggak pergi."Rere tersenyum puas melihat reaksi Adam.
Sedangkan Adam sendiri, dia terkejut. Tidak menyangka kalau Rere akan menjebaknya.
"Lo udah bahagia tanpa gue. Jadi nggak usah merasa kehilangan gue."Kata Rere sinis.
"Dia peduli sama kamu."Adam mencoba mengalihkan pembicaraan.
Rere menggeleng."Nggak. Dia bakal ngelakuin hal sama. Oh malah dia udah lakuin itu kan."
"Lo tau dia nggak bermaksud gitu!"
"Gue gapeduli mau dia bermaksud atau nggak. Bagi gue itu sama aja."Tandas Rere. Dia hendak pergi kalau saja perkataan Adam tidak menahannya untuk berhenti.
"Aku tau kamu peduli."Jawab Adam.
Rere bisa merasakan kalau cowok itu sedang menatapnya dalam. Tapi cewek itu hanya diam. Tidak berusaha mengelak atau membenarkan.
"Plis Re. Aku tau kamu peduli sama Jenna. Dan aku harus kasih tau kamu, Jenna tulus pengen sahabatan sama kamu. Buktinya sekeras apapun kamu menjauh, Jennna tetep berusaha deketin. Walupun kelihatannya dia gapeduli dengan sikap dinginmu itu, sebenernya dia itu tersiksa. Aku juga tau kalau kamu kesiksa dengan semua ini. Kalau emang kamu gamau percaya sama aku lagi, kuharap kamu bisa percayakan semua ke Jenna."
Rere memandang Adam tidak percaya."Jadi lo minta gue sahabatan sama Jenna supaya dia nggak kesiksa?! Trus gimana dengan gue? Lo udah gapeduliin gimana perasaan gue?"
"Aku peduli sama,Re. Aku peduli sama kalian berdua. Makanya aku minta kamu buat belajar ngelupain semua yang udah lewat."Terang Adam.
Rere menggeleng frustasi. Gimana gue bisa lupain kenangan-kenangan itu?!
"Re..."
"Lo tau gue nggak bisa. Nggak akan pernah bisa."Isak Rere.
Melihat Rere yang menagis, hati Adam mencelos. Dia tidak menginginkan cewek didepannya ini bersedih. Perlahan Adam menghampiri Rere dan memeluknya erat. Entah kenapa hatinya ikut sakit merasakan kepedihan hati Rere.
***
Hampir saja Jenna berteriak kesal kalau dia lupa dimana dia duduk sekarang. Sudah berkali-kali Jenna menelfon Adam dan membombardir cowok itu dengan sms-sms yang mewakili kekesalannya saat ini. Tapi Adam malah tidak bisa dihubungi. Bahkan ponselnya kini tidak aktif.
Berkali-kali Jenna tanya mama Adam dimana putranya itu. Tapoi sang mama tetap menjawab kalau anaknya itu sedang ada urusan. Bahkan Adam batal untuk menjemput mamamanya.
"Jenna, maafin Adam ya. Mungkin dia lupa kalau hari ini kalian mau belajar bareng. Bisa jadi urusannya mendadak makanya nggak sempet hubungin kamu."Mama Adam menenangkan Jenna yang sepertinya sudah ingin meledak.
Jenna hanya menganggukkan kepalanya. Dalam hatinya cewek itu merutukki perbuatan ADam. Selama ini Adam belum pernah membatalkan janji sepihak. Apalagi ini sudah hampir empat jam Jenna menunggu Adam dirumah cowok itu.
Sekali lagi Jenna mencoba menghubungi Adam. Dan sekali lagi Jenna harus menahan kekesalannya. Sampai jam sembilan malam Adam belum pulang ke rumah, sedangkan papa Jenna sudah menjemput.
"Tante saya pamit pulang dulu."Kata Jenna akhirnya.
"Yaudah. Hati-hati ya sayang. Biar nanti tante yang urus anak bandel itu."Jawab mama Adam berapi-api.
"Jangan!"Sela Jenna.
"Eh? Kenapa? Dia udah bikin kamu nunggu berjam-jam lho."Sepertinya mama Adam ikutan kesal dengan tingkah putranya itu.
Jenna tersenyum menenangkan. "Gapapa te. Mungkin dia bener-bener ada urusan penting jadi nggak sempet kasih tau Jenna. Paling besok dia jelasin ke Jenna kok."
"Benera nih?"Mama Adam terlihat tidak yakin.
"Iya tante. Oh iya, Jenna minta tolong juga ya. Jangan kasih tau Adam kalau hari ini Jenna main ke rumah."Entah apa yang membuatnya mengatakan itu, Jenna hanya tidak ingin Adam mengetahui kedatangannya ini.
Mama Adam mengerutkan kening. Tapi dia hanya diam saja dan mengantar Jenna sampai ke depan."Yaudah kamu pulang aja, istirahat. Hati-hati ya sayang."
"Loh kemana Adam? Kok mamanya yang nganter kamu ke depan?"Tanya papa Jenna saat cewek itu udah masuk ke dalam mobil.
"Ada urusan di luar."Jawab Jenna singkat.
"Ditinggal keluar nggak ada kabar ya?"Goda papa Jenna.
Jenna menatap papanya kesal."Apaansih pa. ini urusan anak muda tau. Orang tua gaboleh ikut campur wek."
Papa mencolek dagu Jenna."Anak papa lagi kesel nih."
"Papa!"Seru Jenna kesal. Dia sedang tidak ingin dijahilin oleh papanya yang memang jahil itu. Papa Jenna hanya tertawa melihatr ekspresi anaknya.
Sesampainya di rumah, Jenna tidak bisa tidur. Berkali-kali dia mengecek ponselnya berharap Adam menghubunginya. Tapi sampai dia tertidurpun Adam tidak memberi kabar.
*****************************************************************
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Side
Teen Fiction[Discontinued] Cerita ini ditulis beberapa tahun lalu saat penulis masih di bangku SMP. Tidak direkomendasikan bagi pembaca yang haus kesempurnaan.