Eleventh Letter

310 94 14
                                    

–26 Agustus 2014

Aku tidak menjemput Michelle hari ini, karena ia tak ada kelas pagi. Pun aku segera menancapgaskan mobilku menuju kampus dan bertemu dengan Louis.

Sesampainya di Kampus, langsung kulangkahkan kakiku menuju café, sekedar bertemu dengan Louis dan menanyakan jawaban Zoella.

“Hey, Dude,” sapaku pada Louis, pun ia meletakkan ponselnya dan mendongak ke arahku, “bagaimana dengan Zoe?”

“Hey, Dude. Zoe, ya? Emh—jadi, kemarin aku menceritakan semuanya tentangmu, tentang Ž, suratnya, juga alfabetnya, tapi Zoe tidak tahu apa-apa, justru dia kaget dengan apa yang aku ceritakan. Dan soal isi suratnya yang sama dengan isi surat Ž, dia tidak tahu, mungkin itu kebetulan atau itu akal-akalan Ž agar kau mengira Ž adalah Zoella. Zoe juga bilang, dia siap membantumu mencari siapa dan apa maksud Ž, tapi kubilang, itu tidak perlu karena kau tahu sendiri, orang-orang yang membantumu sudah cukup banyak. Michelle, Revhelle, Zayn, dan aku—”

“Dan Ziph,” potongku.

“Ziph?” katanya seraya menautkan kedua alisnya.

“Semalam aku bertemu dengannya,”

“Bisa kau ceritakan?”

Aku menceritakan semua percakapanku dan Ziph semalam, Louis menanggapinya dengan manggut-manggut, hingga di akhir saat aku menceritakan bahwa Ziph tahu siapa Ž, Louis mulai mengernyit dan memicingkan matanya padaku.

“Ziph bilang, aku tidak usah mengikuti intruksi-intruksi Ž lagi. Menurutmu, apa itu maksudnya?” tanyaku di akhir cerita, Louis kembali menyeruput minumannya sebelum menjawab pertanyaanku.

“Semakin ada hambatan soal agar kau mengetahui akhir dari ini, justru aku semakin ingin tahu, Liam. Tapi, itu semua kembali padamu, kau ingin melihat akhir bahagia dari ini tidak?”

“Tentu, tentu aku mau. Tapi, melihat Ziph begitu mengusulkanku untuk tidak mengikuti ini, aku jadi takut, Louis. Bagaimana jika dia benar? Karena Ziph ‘kan tahu siapa orangnya,”

“Iya, tapi, bagaimana jika ini adalah rencana dari Ž?”

“Rencana? Maksudmu?”

“Ya, bagaimana jika Ziph mengatakan ini adalah seruan dari Ž? Agar kau semakin penasaran dengan Ž dan kau justru nantinya menjadi nyaman dengan Ž, lalu kau broke off dengan Michelle, setelah itu, Ž senang dan memunculkan sosoknya yang justru nanti akan membuatmu tercengang? Kita tidak tahu tujuan spesifik Ž, Liam. Kita hanya bisa menduga-duga,”

“Maksudmu tercengang?”

“Misalnya Ž itu adalah aku, atau Revhelle, atau Zayn, atau bahkan Michelle, oh—Zoella dan Ziph? Bisa saja, kita tidak tahu. Tapi untuk opsi aku, itu sudah yakin bukan. Malas sekali rasanya harus menulis surat drama dan mengukir huruf setiap malamnya,”

“Aku percaya padamu, tapi jika aku memang harus berhenti mengikuti intruksi Ž, kenapa kau begitu ingin melihat akhir bahagia dari ini?”

“Melihat kau menakut dengan usulan Ziph, aku juga jadi paranoid dengan Ž, kupikir akhirnya tidak akan bahagia. Jadi, apa keputusanmu?”

Aku bingung, sungguh. Bagaimana jika benar apa yang Louis katakan tentang rencana Ž? Tapi, itu ‘kan hanya dugaan dan kiraan yang cukup ambigu kuterima. Hingga akhirnya, aku yakin dengan keputusanku.

“Aku akan tetap mengikuti intruksi dari Ž,”

“Oke, aku hargai. Sekarang, apa?”

“Mengetahui huruf selanjutnya dari Ž?”

Sure,”

“Oke,”

Sesampainya di loker, seperti biasa dan mungkin sudah menjadi kebiasaan? Aku merauk semua suratku.

“Disini, oke? Aku malas ke café lagi,” kata Louis dan mendapat anggukan dariku.

Baru saja, aku dan Louis duduk, kami sudah melihat surat beramplop hitam dan menyembul di tumpukan surat paling atas. Pun aku dan Louis saling bertukar pandang.

“Dia—” ucapku menggantung.

“—baru saja menyimpan suratnya,” sambung Louis, pun aku dan dia langsung memutar kepala mencari sosok asing—karena Ž tak populer— di sekeliling.

Yep!

Aku melihat Ziph menatapku dan berbelok di tikungan arah menuju Perpustakaan.

“Louis, I saw her, I saw Ziph, and she saw me too,” kataku saat Ziph sudah lenyap ditelan tikungan.

“Ziph? Kau yakin, eh?”

“Aku–sangat–yakin, Louis Tomlinson. Astaga, what the heck is this?” aku bingung.

“Oke, sekarang, kita buka dulu surat dari Ž, oke?”

Pun aku membuka amplopnya dan membacakan isi suratnya, “‘Hi, Payne. Senang rasanya bisa mengobrol banyak denganmu. Ž.’, kau masih ingat, Louis? Semalam aku mengobrol bersama Ziph? Shit, it’s complicated, Louis. Aku semakin yakin itu dia,”

Jadi, semalam Ziph berbohong padaku? Berbohong karena ia tahu siapa orangnya, dan ternyata itu dia? Berbohong karena ia mengusulku untuk berhenti mengikuti intruksi, dan ternyata itu hanya bualannya agar aku semakin penasaran? Astaga, Ziph, malangnya aku mempercayaimu.

“Oke, sekarang huruf apa, eh?”

Pun aku mengambil alfabet yang masih tertinggal di dalam amplop.

“D,”

×××

If I Could Fly kok adem banget, gue gaberhenti dengerinnya.

Fourteen ≠ ljpWhere stories live. Discover now