BAB II

1.6K 86 4
                                    

Sebulan telah berlalu. Selama sebulan Reva menjalani hari-harinya yang dipenuhi ledekan oleh satu sekolah. Reva berusaha untuk tidak menanggapinya, tetapi terkadang kupingnya panas juga demi mendengarnya.

Terlebih lagi laki-laki yang saat ini dikatakan 'pacarnya' itu terlihat tidak peduli dengan gosip itu.

Semua ini karena laki-laki itu terus saja mengganggunya di mana pun ia berada. Huh. Kenapa coba?

Reva kesal. Pacar? Yang benar saja!

Jadi, Pagi itu Reva bertekad bahwa dia tidak akan duduk disebelah laki-laki itu lagi. Ia akan pindah sejauh-jauhnya dari laki-laki itu.

Apapun yang terjadi, aku harus jauh-jauh dari laki-laki itu. Walaupun dunia hancur dan tempat posisi teraman itu didekatnya, Aku akan.. cari posisi lain! Kalo bisa sih dia aja yang pindah! Mana mungkin aku menyerah soal nyawa. Huh, Itu tidak akan terjadi!!

Kata-kata itu membuat tekad nya semakin bulat.

***

Reva menatap kelasnya yang masih kosong dengan tatapan horor. "Seram juga ya kalo sendirian di kelas yang sepi begini..", gumamnya pada diri sendiri.

"Gak sendirian, kan ada aku."

Suara itu mengagetkan Reva. Ia membalikkan tubuhnya dan matanya langsung bertatapan dengan sepasang mata berwarna cokelat itu.

Tuhan, haruskah pagiku yang tenang ini dihancurkan olehnya?

Reva tidak menanggapinya lagi dan segera berjalan menuju kursi yang paling belakang lalu duduk.

"Reva, ngapain kamu disana?" Tanya laki-laki itu heran.

Reva menatap laki-laki yang bernama Farrel itu -ia mengetahuinya saat laki-laki itu memperkenalkan dirinya sebulan yang lalu- dengan tatapan tajam "Apa pedulimu, heh?"

Farrel berjalan kearah kursinya sambil mengangkat bahu tidak peduli.

Cih, cowok rese'

"Oh, ya" Farrel membalikkan tubuhnya menghadap Reva. "Apa kamu yakin mau duduk disana?"

Reva merasa diatas angin, "Kenapa? Kau merindukanku?"

"Tidak, hanya memastikan kalau kau tidak akan menyesal nantinya."

Reva mengernyit, "Apa pedulimu sih?"

Farrel tersenyum misterius. "Yah, benar juga ya. Untuk apa aku peduli pada mu" Farrel berbalik lagi menghadap kedepan.

Reva mulai terganggu dengan tingkahnya yang tidak jelas. Apaan sih? Nggak jelas.

Tak lama kemudian murid-murid mulai datang. Reva membuka novel yang dibawanya dari rumah lalu mulai membaca.

"Wahh, ada cewek cantik. Sejak kapan kau duduk disini?"

Reva mengalihkan perhatiannya dari novel kearah suara itu. Terlihat dua orang laki-laki berjalan kearahnya lalu duduk disekitar kursi didekatnya.

Salah seorang yang duduk didepan Reva tersenyum padanya. Senyum yang menyebalkan. "Hei, ngapain kamu disini?" Tanyanya sekali lagi. Namanya Arkan.

"Mulai hari ini aku duduk disini" Ujar Reva tak acuh kemudian mulai membaca kembali.

Arkan menatap Reva tak percaya "Benarkah?" Lalu ia berkata kepada teman-temannya "Woi, mulai hari ini kita mendapat pemandangan yang segar nih"

Seseorang yang berambut cepak -kalo nggak salah namanya Aldi- berkata "Akhirnya ada juga ya cewek yang duduk dibelakang"

Reva heran "Emangnya disini nggak ada cewek?"

Arkan yang menjawab "Yah begitulah"

"Benar-benar pemandangan yang membosankan" Ujar Aldi.

Reva terperangah, Jadi ini maksud Farrel. "Benar-benar nggak ada cewek satupun?"

Aldi tertawa "Hei, kemana saja kamu sebulan ini? Masa sih, kamu tidak tau?" Ia terdiam karena menahan tawa.

Reva menggerutu. Maaf saja deh. Sebulan ini aku sibuk dengan gosip-gosip nggak jelas.

"Mana ada cewek yang mau jadi bulan-bulanan cowok dideretan belakang. Aku heran deh kenapa ada cewek ajaib kayak kamu" Ujar Aldi lagi.

"Emangnya kamu sudah putus ya dengan Farrel? Wahh padahal kalian sangat cocok" Tanya Arkan. Lalu ia berteriak "Rel, yakin nih cewek dilepas? Buat aku aja ya"

Farrel berbalik dan menatap Reva dengan tatapan yang membuat Reva ingin melemparnya dengan kaos kaki.

"Bukan urusanku. Mainlah sepuas kalian"

Wh-whaaaattt??? Apa katanya?

"Aku bukan barang, bodoh!" Teriaknya. Seisi kelas melihatnya. Oh, Tuhan.

Terdengar suara tawa, Farrel sialan!

"Yang menganggap kamu barang siapa, sih?"

"Kalian memperlakukanku seperti barang!!" Reva menatap Farrel tajam.

"Jadi kau mau kuanggap seperti barang?" Tanya Farrel geli.

"Heh, maumu apasih, Rel? Kau cemburu ya melihat ku duduk disini?"

Farrel mengangkat alisnya "Kenapa aku harus cemburu?"

Reva tersenyum kecut "Karna aku jauh-jauh dan kau tidak terima kalau aku berada dibelakang. Sebenarnya aku merasa agak nyaman disini karna tidak ada cowok menyebalkan kayak kamu!" Reva menjulurkan lidahnya kearah Farrel.

Farrel bersedekap "Ya, sebenarnya aku tidak terima kalau mainanku yang berharga harus direbut mereka" Ia menunjukkan wajah menyebalkannya. Lalu ia menepuk kursi disebelahnya. "Ayo sini"

Wajah Reva memerah menahan marah yang tidak bisa ditahan lagi.

***

REMEMBER YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang