Farrel merasakan perasaan nyaman. Ada yang mengelus kepala nya dengan lembut. Ia ingin berada diposisi itu lebih lama. Merasakan perasaan halus yang dituangkan kedalam kelembutan tangan itu.
"Kenapa dia tidak bangun juga sih?"
"Jangan berisik, Steve."
"Kamu yakin dia masih hidup, Rev? Coba kamu cek denyut nadi nya."
"Kamu gak liat dia masih bernapas? Tuh dada nya masih naik turun gitu. Kamu kok mikirnya yang jelek-jelek sih sama sepupumu?"
Terdengar dengusan keras, "Bukan aku yang mikir jelek-jelek! Tapi dia sendiri noh yang mikir jelek! Pasti dia mau tidur selamanya makanya gak bangun dari tadi!"
Farrel tertawa dalam hati. Dia tidak mau membuka matanya dulu. Tangan itu masih membuatnya damai sementara. Sekarang dia tau itu tangan milik Reva. Soalnya tangan itu wangi. Gak seperti tangan Steve yang bau bawang (?) Jadi itu tidak mungkin milik Steve.
"Tuh kan Steve kamu jangan bilang gitu dong. Farrel jangan mati dulu! Steve jahat ih!"
"Kok jadi aku yang jahat sih. Salahkan Farrel yang gak ngomong apa-apa ke kita. Karena itu dia jadi mirip manusia pesakitan gitu!"
Mungkin Steve ada benarnya juga. Aku ini manusia pesakitan. Manusia pesakitan yang ngemis-ngemis kebahagiaan.
"Kau berisik, Steve! Jangan ngomong macam-macam! Lebih baik kamu nunggu di luar aja deh. Daripada tidur Farrel terganggu oleh ulahmu yang berisik."
"Ini sudah sore dan Farrel sudah tidur dari jam istirahat tadi! Terus kita mau pulang kapan? Malam gitu?"
"Berisik, bego." Farrel membuka matanya. "Kalau kau mau pulang, pulang aja sana. Kenapa jadi nungguin aku bangun?" Sebenarnya Farrel sudah lama tidak tidur selama ini. Biasanya dia tidur selalu dihadiahi dengan mimpi buruk. Baru kali ini tidurnya nyenyak tanpa mimpi apapun. Farrel melirik Reva.
Reva kelabakan. Ia menurunkan tangannya dari kepala Farrel. "Emm.. kamu terganggu karena Steve berisik ya Rel?" Tanyanya kikuk.
Farrel bangkit. Dia melihat kearah Reva dan tersenyum. "Selamat sore, calon istri."
Reva bengong di panggil begitu. "Ca-calon.. apa?" Terdengar siulan keras dari Steve sebagai jawaban. Sedangkan Farrel sudah bangun dari ranjang. Ia berjalan kearah Steve.
"Kenapa kau menungguku?" Tanya Farrel pada sepupunya. "Aku ada mobil kok."
Steve menepuk pundaknya. "Mau nebeng. Ayo pulang." Dia berjalan keluar dari ruangan itu duluan. Meninggalkan Farrel yang masih berdiri dan Reva yang masih dalam posisi duduk. Reva syok. Jiwa nya berpindah daripada tubuhnya.
"Terus kamu kok masih bengong, Rev? Ayo aku antar pulang."
Tidak ada jawaban dari Reva. Dia masih syok. Kata-kata calon istri masih terngiang-ngiang di kepalanya.
"Hei! Mau aku tinggal nih? Disini banyak hantunya lho Rev." Farrel menepuk bahu Reva sampai Reva tersadar. Ia buru-buru berdiri sampai siku nya membentur dagu Farrel dari bawah sehingga lidahnya tergigit.
"Aduh!" Teriak Farrel sambil menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.
"Eh.. maaf aku kaget. Kamu.. kenapa?"
"Lidahku tergigit.." dia masih meringis. "Seharusnya aku yang bertanya. Kamu kenapa sih?" Tanyanya masih dengan menutup mulutnya.
Wajah Reva memerah. Kata-kata itu masih melekat di kepalanya. Membuatnya senang. Buru-buru ia memalingkan wajahnya.
"Woi.. kalian mau nginap di UKS?" Akhirnya Steve kembali masuk. Ia menatap mereka bergantian. "Argh! Aku lapar woi."
"Iya iya yok pulang." Farrel tertawa lagi. Dia mengambil tangan Reva dan menggenggamnya. Lalu menarik Reva keluar dari ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEMBER YOU
Teen Fiction" sebenarnya aku tidak terima kalau mainanku yang berharga harus direbut mereka " Lucu sekali melihatnya malu dengan wajah memerah -Farrel Nicholas Xavier- " Berhenti menganggapku mainanmu, bodoh! Aku BUKAN barang dan juga BUKAN boneka yang bisa kam...