Part 1: First Meet

41.1K 956 11
                                    

"Satu fettucini, satu spaghetti bolognaise dan dua orange juice, please!", teriaku pada Max –koki restoran ini agar ia segera memasak pesanan tersebut.

"Oke, Glad!", balas Max dari arah dapur. Aku kemudian berjalan menuju meja lainnya untuk mencatat pesanan para pelanggan yang ada di restoran ini guna mengisi perut mereka. Memang di saat jam-jam seperti ini restoran ini selalu penuh dengan orang-orang kelaparan.

Aunty Ann's Kitchen. Begitulah nama restoran ini. Restoran ini adalah tempat dimana aku bekerja paruh waktu guna membiayai seluruh kebutuhanku. Namaku Gladyss Jackson, umurku 22 tahun. Aku bekerja paruh waktu di restoran ini sebagai pelayan sejak aku memulai kegiatan perkuliahan. Saat ini aku adalah mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas dan sebentar lagi akan lulus.

Jika kalian tanya kenapa aku bekerja paruh waktu disini, maka jawabannya adalah tuntutan kehidupan. Aku anak yatim piatu yang tidak tahu siapa orang tua kandungku. Aku dibesarkan di panti asuhan sampai umurku 6 tahun dan diadopsi oleh keluarga Jackson. Aku cukup beruntung karena diadopsi oleh keluarga ekspatriat yang bekerja di perusahaan oil & gas di negara ini. Hingga pada saat umurku yang ke 17, keluarga angkatku meninggalkanku dari dunia ini karena sebuah kecelakaan pesawat. Tapi untungnya keluarga angkatku masih menyisakan warisan dan asuransi pendidikan sampai aku lulus kuliah, tapi jika mengandalkan peninggalan keluarga angkatku saja tak cukup. Maka dari itu ku putuskan untuk bekerja paruh waktu

"Gladyss, antarkan pesanan untuk meja 10!", teriak Max dari dapur. Aku segera mengambil nampan berisi makanan tersebut.

"Glad, kau baik-baik saja? Wajahmu pucat. Apa kau sakit?", tanya Max khawatir padaku. Yah aku memang sedikit pusing karena harus begadang mengerjakan revisi tugas akhirku dan aku lupa tak sarapan, jadi aku sedikit pusing. Tapi aku tak boleh lemah, aku harus kuat.

"Hanya sedikit pusing, Max. Tapi aku baik-baik saja.", ujarku sambil tersenyum menenangkan Max. Max sendiri sudah ku anggap sebagai kakakku karena sikapnya yang perhatian dan membuatku nyaman.

Aku berjalan ke meja 10 dan menyajikan pesanan pelanggan tersebut. Walau sedikit pusing tapi aku harus professional dalam pekerjaan, jadi kusunggingkan senyum manisku meskipun kepalaku pening sekali.

"Ini pesanannya. Jika ada yang kurang Anda bisa memanggilku. Terima kasih.". Baru akan meninggalkan meja ini namun ku rasakan ada yang mencegat pergelangan tangaku. Aku pun menoleh ke orang yang mencegat tanganku ini.

"Apa masih ada yang kurang?", tanyaku sopan pada pelanggan ini.

"Ya, ada. Boleh ku minta nomor handphone mu, Nona? Jujur saja kau terlalu cantik untuk menjadi seorang pelayan di restoran ini.", ucap pria di depanku ini. Aku hanya tersenyum sopan menanggapi ucapannya itu. Dengan sopan ku singkirkan tangannya dari lenganku.

"Maaf tuan aku tidak bisa karena itu adalah privasiku. Jika masih ada yang kau butuhkan kau bisa memanggil pelayan lainnya karena jam kerjaku sudah hampir habis. Terima kasih.", jawabku dengan sopan dan meninggalkan meja tersebut. Aku yang sudah terbiasa mendengar pertanyaan tadi hanya biasa saja. Bahkan tak jarang ada yang memaksaku menyerahkan nomer handphone ku dengan ancaman akan melapor pada Nyonya Anna, pemilik restoran ini. Tapi Nyonya Anna cukup menghormati privasiku sehingga ia tidak meladeni permintaan konyol seperti tadi.

"Glad, waktu kerjamu sudah habis. Terima kasih sudah melayani pelanggan kelaparan itu.". ucap Nyonya Anna saat aku sedang bersiap-siap di ruang loker pekerja. Nyonya Anna memang baik sehingga ia mau memperkerjakan ku paruh waktu.

"Sudah kewajibanku, Nyonya. Oh ya, aku ingin meminta izin darimu. Tadinya aku akan ke ruanganmu untuk membicarakan ini tapi kau sudah ada disini jadi langsung saja.", kataku sambil menatap Nyonya Anna. Ia pun tersenyum menanggapi perkataanku.

MINE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang