Part 25: His Little Secret

6K 228 7
                                    

WARNING! Mature Content 21+ on the last section. Be wise.

***

Aku dan Altair duduk dengan santai di ruang tengah penthouse miliknya. Semangkuk popcorn dan soda berada di meja yang menjadi cemilan kami sembari menikmati film yang saat ini sedang kami tonton. Altair duduk dibelakangku sambil mencuri kesempatan untuk mengecup ringan leherku dan aku duduk dengan nyaman di pelukannya sambil bersandar pada dada bidangnya. Tangannya yang panjang dan berotot melingkar di perutku, memeluku seolah ia tidak pernah memeluk.

Setelah pulangnya Abraham, aku sedikit merengek pada Altair untuk membuat makanan karena cacing dalam perutku rupanya sudah memberontak meminta makanan. Alhasil pria itu membuat makan siang yang sebenarnya terhitung terlambat karena keadaan sudah hampir sore.

Awalnya aku ingin pulang ke apartemen setelah selesai makan tetapi Altair memaksa untuk tinggal malam ini bersamanya. Alasan keamanan menjadi kunci bagi Altair untuk membuatku tetap tinggal disisinya malam ini. Hal itu membuatku tidak bisa menolak ataupun membantah. Ia bahkan telah menyiapkan pakaian ganti untukku yang ternyata adalah kemeja miliknya yang kebesaran di tubuhku. Mau tidak mau aku harus memakainya karena aku sudah tidak nyaman dengan pakaian kerjaku.

Alhasil disinilah kami, menikmati waktu bersantai yang jarang sekali bisa kami dapatkan. Film yang saat ini sedang kami tonton sebenarnya film yang sudah cukup lama. Berkisah tentang kakak dan adik yang memperebutkan tahta dari kerajaan yang bernama Asgard.

Aku cukup menyimak dengan baik jalan cerita dari film ini tetapi sepertinya tidak dengan Altair. Pria itu terus saja mengambil kesempatan dalam kesempitan. Entah dengan mengecup pelan leherku, memainkan rambutku, atau dengan mengelus perutku dengan sentuhan seringan bulu.

"Astaga Altair jaga kelakuan tanganmu. Berhenti mengelus perut atau pinggangku." Tegurku saat tangannya kembali bergerilya.

Altair terkekeh mendengar teguranku sambil mengecup leherku kembali. Ia berbisik di telingaku dengan suaranya yang sangat menggoda, "Jadi film itu lebih menarik daripada aku?"

Ku balikan tubuhku menghadapnya dan menatapnya langsung. "Tidak. Sebenarnya kamu lebih menarik." Jawabku.

"Lalu?" tanyanya sambil menaikan salah satu alisnya.

"Aku tertarik dengan ceritanya, menarik." Jawabku sambil tersenyum menggodanya. Aku kembali membalikan tubuhku pada posisi semula. "Kecuali kamu mempunyai cerita yang lebih menarik daripada film itu." Tambahku.

Dapat ku rasakan dada Altair yang sedikit bergoyang dan suara tawa kecilnya. Sepertinya pancinganku berhasil ia dapatkan. Aku sengaja memancingnya untuk menceritakan tentang alasan kejadian berdarah tadi di kantornya. Dan kurasa ia paham akan maksud dari ucapanku.

"Kamu ingin mendengar cerita seperti apa?" tanyanya.

Mendengar sinyal baik dari Altair membuatku semangat. Ku balikan tubuhku dan menghadapnya. Tetapi Altair malah mengangkat tubuhku untuk duduk pangkuannya dengan posisi menyamping.
Altair menatapku dengan tatapannya yang tajam.

"Apa yang ingin kamu dengar dan ketahui?" tanyanya.

Ku gigit bibir bawahku sambil berpikir apa yang ingin aku tanyakan. Sepintas sebuah pertanyaan muncul di otaku tetapi aku tidak yakin apakah hal ini akan dijawab oleh Altair.

Tanganku bergerak mengelus sisi wajahnya dan menatap matanya. Mencari celah dan jawaban apakah aku bisa menanyakan hal itu. "Aku boleh menanyakan apa saja?" tanyaku mencari kepastian. Altair mengangguk cepat mengiyakannya.

Ku ambil nafas panjang sebelum bertanya padanya. "Siapa pria yang tadi menyanderaku dan apa hubungannya denganmu? Kenapa harus aku yang ia manfaatkan? Dan bukankah ia pria yang ada di pestamu juga waktu itu, yang sempat ikut perlelangan. Juga jelaskan padaku sebenarnya kamu dan Ellios adalah apa. Ia selalu memanggilmu dengan sebutan bajingan atau brengsek. Juga kenapa kamu bisa menembak anak buah pria itu tepat di kepala mereka? Kamu seperti orang yang sudah terlatih dengan senjata api." Tanyaku panjang lebar.

MINE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang