7

2K 142 4
                                    


***

Akmal berdiri di tengah lapangan basket dengan tegap. Wajahnya berseri-seri saat melihatku berjalan mendekatinya. Wajah yang tak pernah kulihat sebelumnya, kini kudapatkan untuk pertama kalinya.

Penglihatan dengan bola mata coklatnya, membuat mataku berakar untuk melihatnya.

Semua siswa berkumpul mendekati lapangan basket dengan tergesa-gesa. Aku memperlambat langkahku saat Akmal mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna putih tanpa noda dari sakunya.

Pipiku memerah, memancarkan sebuah kebahagiaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya, semua siswa mulai bersorak ramai.

"Semangat Mal!" teriak Byan yang berada di belakangnya. Akmal menoleh pada laki-laki tersebut, mengangguk sambil tersenyum.

Matahari yang bersahabat denganku, memancarkan sinar lebih terang dari sebelumnya, seakan-akan ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Aku merasakan sesuatu berjalan melewatiku, aku berhenti melangkah. Menatap seseorang yang baru saja berjalan mendahuluiku.

Akmal mendekati perempuan itu memakaikan sebuah benda liontin yang berada dikotaknya.

Mataku membulat, tak ada kata yang kuucapkan. Hanya hati yang mulai retak yang kurasakan. Jantung yang tak berdetak, lebih membuat rasa sakit didadaku.

Deg!

Saat itu juga aku memejamkan mata. Tubuhku menegang, semilir angin mulai menusuk tubuhku lebih dalam bahkan dia mengecup tepat pada kening sahabatku, sahabat yang selalu berada disaat suka dan duka, kini menjelma menjadi seorang Devil yang bahkan lebih dari itu.

Aku mengalihkan pandanganku, dan membiarkan bulir pertama jatuh begitu saja. Semua orang bersorak ramai memberikan selamat dan mengerubungi mereka.

Nafasku memburu segala oksigen dilapangan ini, menahan rasa sakit hati yang tak padam sedari tadi.

Tangan besar berhasil menarikku keluar dari sana. Meninggalkan hatiku yang hancur disana. Dia memelukku dan aku menangis di dalam pelukannya.

Langit pagi yang dulu aku tunggu kini terkubur dengan senja yang mulai menggantinya. Seperti hatiku yang menunggumu, hari ini terkubur dan tergantikan dengan orang lain yang bahkan sudah menjadi sahabat lamaku.

Erga mendorong kedua pundakku pelan. "Gue gak tau kalo gini jadinya." Katanya.

Aku menggelengkan kepalaku pelan, dan menghapus jejak air mataku disana. Aku tertawa kecil sambil mengeluarkan air mata yang tak ingin berhenti. "Lo udah tau semuanya. Dan sekarang gue baik-baik aja" kataku

"Hati lo sebaliknya."

Aku kembali menenggelamkan wajahku di pelukannya. "Gue salah. Gue ngebiarin semuanya."

Erga mengelus rambutku pelan. "Gue tau gimana rasanya jadi lo."

"Harusnya gue gak ke Geer-an malam itu."

Erga menjauhkan tubuhnya, menatapku lekat seakan menanyakan apa maksudnya.

"Saat malam promnight itu. Dia meluk gue tiba-tiba entah apa maksudnya-"

Erga terdiam menggretakan rahangnya dan pergi melewatiku.

"Gak ada yang peduli sama gue, Erga sekali pun" kataku pelan lalu, melangkah cepat menuju rooftof.

***

Aku berlari kecil menelusuri setiap trotoar yang di tetesi air hujan. Sore ini benar-benar menyusahkanku sehingga aku merelakan tas dan sepatuku basah terkena cipratan air yang bahkan mengenai bajuku.

The HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang