Deva POV's
***
Tangan Kavian menutunku menuju area pemakaman. Sejak dua hari yang lalu aku baru tersadar, entah sudah berapa lama aku tertidur. Saat membuka mata aku melihat Clara dan Kavian disana.
Bagaimana bisa Kavian ada disini? Hal yang kupikirkan saat pertama kali melihatnya.
Saat itu Kavian menatapku dengan seulas senyumnya yang khas lalu berkata, "Maaf Dev, gue salah. Gue nabrak lo." ucapnya waktu itu. Yah, aku hanya mengangguk pelan.
Kemarin, Clara menjelaskan sesuatu penting. Dia berkata,
"Dev, sebenarnya gue saudara jauh Kavian. Sebelum lo ketemu gue, gue tau semuanya tentang lo kok," jelas Clara
Aku menjawab, "Kok bisa? Kavian cerita?"
Clara mengangguk sebagai jawabannya.
"Erga kemana ya? Kok gue gak liat dia?"
Clara menutup mulutnya rapat. Justru gadis itu malah menggelengkan kepalanya.
Keesokannya Clara memberikan berita terpenting untukku lagi. Memberi jawaban dari pertanyaanku kemarin yang belum sempat terjawab.
Itu sangat menyakitkan untukku. Seperti pisau yang menusuk hati sampai-sampai aku terjatuh pingsan pada hari itu.
Kini, Kavian membawaku ke tempat terpenting itu, menutunku kembali datang pada seseorang yang kusuka.
Aku menatap batu nisan di depanku. Tak tahan melihatnya, air mataku terasa mulai berjatuhan tanpa aba-aba.
Saat aku dan dirinya memulai kebahagiaan. Mengapa harus berhenti di tengah? Menimbulkan luka dalam yang tak habis akan kenangan.
Seperti senja yang baru saja memulai kedudukannya tak lama di gantikan oleh gelap gulitanya malam. Meninggalkan secercah air mata setiap malamnya.
Aku bertekuk lutut. Menutup mulutku karena tak tahan melihat namanya di sana. Tempat dimana semua orang akan merasakan saat takdir sudah menjemputnya.
Air mataku kini turun begitu deras. Aku berusaha menyentuh batu nisan itu. Perlahan aku mengusapnya pelan sambil memutar ulang memoriku dengan Erga.
Erga. Satu nama yang membuat hatiku tertunduk dalam sekejap mata. Orang yang selalu berada di sampingku. Mendengar isi curhatanku, yang bahkan terkadang mampu membuat hatinya terluka.
Saat aku mulai bersamanya, ia pergi begitu saja tanpa peringatan. Meninggalkanku selamanya, tanpa membekaskan jejak hatinya.
Aku menempelkan keningku pada batu nisan yang bertuliskan Erga Genara.
Tangisku semakin menjadi, membuat seseorang di belakangku berjongkok. Ia mengelus pundakku pelan.
Aku masih menangis dalam keheningan.
"Udah Dev, jangan nangis lagi ya?" bujuk Kavian
Aku berusaha menghentikan tangisku yang digantikan isakan kecil. Aku menabur bunga mawar di atas tanah yang menggunung itu.
Aku mengusap air mataku dengan punggung tangan lalu berdiri. Begitu juga dengan Kavian.
"Udah Dev? Kita pulang?" tanya Kavian lembut
Aku mengangguk. Kavian menutunku kembali menuju mobilnya.
Dalam perjalanan terasa hening. Hanya suara motor dan kendaraan lainnya yang membunyikan klakson karena kemacetan ibu kota.
Aku menoleh pada Kavian. "Kav, gue boleh tanya sesuatu?" tanyaku
Kavian menoleh sekilas, pandangannya kembali ke depan. "Ngomong aja Dev,"
"Kenapa lo balik lagi saat gue bener-bener sendiri?" kataku
Terlihat, tubuh Kavian membeku begitu saja. Mulutnya membungkam tak segera memberi jawaban.
Aku sendiri bingung, dan mengabaikan pertanyaan yang masih terngiang di otak.
"Keana gimana kabarnya, Kav?" tanyaku tiba-tiba
"Dia baik." singkat Kavian
"Kalian masih sahabatan? Maaf ya, gue gak sempet minta maaf sebelum pergi, dan udah buat persahabatan kalian hampir hancur karena gue." keluhku
"Karena gue dulu suka sama lo." lanjutku dengan penuh keyakinan.
***
Aku memutuskan untuk melanjutlan extra part ke-dua dan akhirnyaaa ini dia!Cuma menjelaskan kelanjutan sebelumnya sama siapa sebenarnya Kavian itu hehehe:D biar gak penasaran.
Gak akan ada extra part lagi ya, soalnya udah mentok. Kalo mau dilanjutin yah, mungkin buat cerita baru semacam sequel :d
Thanks udah yang mau sempetin baca cerita yg mainstream ini!
Good bye! See you in next my story!
- Meliana.h

KAMU SEDANG MEMBACA
The Heartache
Historia CortaBegitu banyak sakit hati, begitu banyak rasa sakit. namun, pada akhirnya semua selalu berbanding terbalik dari yang diharapkan. Dan kali ini- lebih menyakitkan. copyright 2015 ...