Epilog

2K 112 0
                                    

***

Matahari yang menerangi alam dari pagi hingga kini, mulai pergi dalam diam. Karena langit senja mulai menguburnya di dalam sana. Sama seperti aku yang sudah menyukaimu dalam diam dengan perlahan kamu menguburnya tanpa mengetahui isinya.

Entah siapa yang sebenarnya bodoh. Aku yang selalu mengagumi dalam diam? Atau, kamu yang tak pernah melihat mata atau bahkan diriku yang menunggu di belakangmu dalam diam?

Jika pada akhirnya aku harus pergi, apa kamu akan tetap berjalan lurus kedepan tanpa melihat kebelakang sebentar? Seperti aku yang selalu melihatmu ke depan tanpa menyadari sebuah pisau menungguku di belakang secara diam.

Karenamu, perlahan aku berusaha untuk melangkah mundur darimu menikmati rasa sakit pisaunya yang semakin hari semakin dalam dan berhasil membuatku terluka.

Dengan berat hati, aku menghapus jejakku yang sudah tercetak jelas di belakangmu setelah aku tahu, bahwa faktanya---Kamu tidak menyukaiku, sebagaimana yang aku harapkan telah pudar untuk kesekian kalinya.
Dan kali ini--lebih menyakitkan.

-Deva-

Aku melipat kertas yang baru saja kubaca. Aku menarik nafas dalam-dalam. Aku mulai merobek kertas tersebut perlahan, meninggalkan semua kenangan yang tak kan pernah terlupakan. Tak ada tangisan dimata, tak ada kata terucap dibibir, dan tak ada hati lagi.

Aku menatap cermin dengan tersenyum puas. Lalu, membawa koper untuk turun ke bawah.

Aku melangkah mantap mendekati Akmal, Diana, Clara dan Erga. Erga selalu menemaniku, aku disampingnya benar-benar nyaman. Kami berlima memutuskan untuk memulai kehidupan baru, dan kami menjadi bersahabat.

Dan yang lebih mengejutkan, Akmal bersama Diana. Sungguh mengagetkan, bukan? Sudahlah, sudah jodoh mau di apakan. Aku hanya bisa tersenyum gembira melihat mereka bersama.

Erga menghampiriku, membantuku menarik koper dan kami pergi keluar rumah.

Hari ini, aku harus pergi kembali ke london, aku ingin mengurus surat pemindahan mahasiswa. Aku akan kembali ke Indonesia dan tinggal disana. Maka lebih baik dari sekarang aku mengurusnya.

"Eh Deva, lo jangan lupain kita plis," sahut Akmal

Aku menoleh ke belakang, "Lah, gue kan pergi gaakan lama" balasku

"Dev, hati-hati disana." Kata Diana yang berada dirangkulan Akmal.

Clara melambaikan tangannya sambil tersenyum. "Lo jangan jomblo mulu ya," kataku, Erga terkekeh melihat Clara yang menatapnya sinis.

"Ya-ya-ya terserah, lo juga kan? dah sana pergi!"

Erga menaikan sebelah alis. "Oke, kita pergi bye." Katanya, sambil membukakanku pintu.

Aku masuk, lalu membuka kaca jendela mobil dan tersenyum ke arah mereka.

"Gue bakal balik," pamitku.

Mobil Erga melaju.

Sampai disana, Erga memarkirkan mobilnya sedangkan aku sudah terlebih dahulu keluar dan berjalan menuju bandara.

Aku melirik jam tangan. Mataku melebar setelah mengetahui lima menit lagi pesawat berangkat.

Aku melangkah cepat, meninggalkan Erga yang masih berjalan santai di belakangku. Aku berlari kecil, sesekali melihat jam tangan.

Semua orang terpaku melihatku, membuatku bingung, dan aku menyebrang jalan tanpa peringatan

BRAK!

Tubuhku terhempas jauh, meninggalkan rasa sakit di bagian pinggangku, sehingga rasanya aku menimpa kegelapan.

***

Erga's POV

***

Aku mengacak-ngacak rambutku asal, membiarkan tubuhku yang dilumuri darah terbuka gitu aja.

Deva baru saja di tabrak mobil, entah siapa pemiliknya, aku belum mengetahuinya. Aku sungguh frustasi saat melihat kejadian itu. Air mata yang membasahi membuatku sesekali menghapusnya.

Kejadian yang membuatku ikut terhempas gitu saja, entah rasanya aku merasakan hal yang baru saja ia alami.

Aku merasakan sisi perutku sedikit sakit, ya memang sudah biasa. Aku menderita infeksi ginjal selama empat tahun, aku merahasiakannya dari teman-temanku, termasuk Deva. Orang tuaku menyarankan agar diobati diluar negri, tapi aku menolaknya. Karena, aku ingin terus menjaga gadis yang sangat kusukai semasa SMA dulu.

Aku beranjak dari kursi dan meraba dinding agar aku dapat berjalan.

Aku melihat sang penabrak Deva berjalan menghampiriku. Dengan emosi yang sangat kuat aku meninju wajah tersebut. Justru aku yang terkapar, karena benar-benar tak kuat menahan rasa sakitnya.

Orang tersebut membantuku. "Tenang, nama gue Kavian." Saat itu, pandanganku menggelap.

***
Bakalan ada extra chapt jadi tunggu aja jangan lupa vote comment

copyright 2015 by Melianahf


The HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang