Bab 1

9.5K 865 42
                                    

©Misscel.

Check it...


Pagi-pagi sekali Yunho sudah dibuat pusing dengan tingkah laku anak asuhnya. Bayangkan sepagian Cavely tidak mau bangun dari tidur dan bergegas mandi untuk pergi ke sekolah. Bibir mungil anaknya itu bahkan terus menyebut-nyebut 'Mommy' tiada henti.

Bukannya Yunho tidak paham apa yang dimaksudkan oleh sang bocah perempuan berumur 4,5 tahun itu. Ia paling mengerti keinginan Cavely. Terang saja, setiap hari bocah itu selalu menanyakan dimana Mommy? Apa yang harus Yunho jawab? Apa ia harus mengatakan bahwa ibunya membuangnya di depan pintu apartemennya, dan ia bukanlah ayah kandung gadis kecil itu?

Tidak, tidak, itu akan membuat hati Cavely sangat sedih. Ia juga sudah terlanjur sayang pada gadis kecil yang luar biasa cantik, menurutnya. Andai suatu hari nanti sang ibu yang membuang Cavely ingin mengambilnya, Yunho tidak akan rela untuk memberikan anak itu kembali. Selama 4,5 tahun ia membesarkan Cavely dan ingin diambil begitu saja. Ya, ia memang menyewa jasa baby sitter selama ia bekerja di kantor. Tetapi ia mencurahkan kasih sayang dalam pada gadis kecil yang bagaikan teman hidupnya.

Bukan hanya ia saja yang sudah menaruh rasa sayang pada Cavely. Orang tuanya yang syok saat pertama kali melihat Cavely juga sangat menyayangi bocah itu. Keluarganya memang termasuk keluarga hangat. Dan ia beruntung tidak ada yang menolak Cavely dalam keluarga besarnya, sehingga ia bisa leluasa menyisipkan marganya pada nama cantik yang ia berikan.

"Cavie tidak mau pelgi sekolah, Daddy," ujar bibir mungil itu mencebil dengan imut dan menggeleng-geleng pelan sebagai aksi penolakan.

Yunho berkacak pinggang, ia sudah siap untuk ke kantor. Tetapi sang anak bersi keras tidak ingin sekolah. Ia ingin sekali menggendong Cavely lalu memandikannya andai tidak berpakain rapi. "Kau harus sekolah, Cavely atau Daddy akan memukul pantatmu, hmm?" Ancam Yunho dengan wajah yang dibuat semenyeramkan mungkin agar sang anak menurut.

Kepala Cavely terus menggeleng, "Tidak mau, hali ini semua mulid halus didampingi oleh ibu meleka, Cavie tidak mau belangkat sekolah sampai Mommy kembali dali bekelja di lual negeli, pokoknya Cavie tidak mau Daddy!"

Mulai lagi, setiap hari Yunho harus memutar otak untuk mencari alasan untuk Cavely tentang sang ibu. Ia terdiam sejenak sebelum mengatakan, "Mommy masih harus bekerja biar Cavely tidak kekurangan apapun, Sayang."

"Daddy sudah bekelja, ibu teman-teman Cavie selalu ada, atau jangan-jangan benar apa yang dikatakan teman Cavie, bahwa Cavie tidan punya Mommy, huks," tangisan Cavely mulai pecah, matanya sudah tidak berkaca-kaca lagi melainkan sudah hujan air mata.

Yunho serasa pening dengan semua ini. Apa yang harus ia lakukan? Ia kehabisan akal untuk menjawab pertanyaan cerdas putrinya. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa Cavely tidak memiliki ibu, kan? Dengan perasaan dilema akhirnya Yunho mengatakan hal yang tidak benar-benar ia tahu. "Mommy akan tiba nanti sore, percayalah Mommy akan datang, Daddy menelepon Mommy hari ini untuk segera pulang. Sekarang kau mandi dan bersiap-siap ke sekolah."

Mendengar janji manis sang ayah, wajah Cavely langsung berseri. Disapunya air mata dan bergegas berdiri dari atas ranjang. "Baiklah, Cavie akan segela mandi Daddy," ujar sang anak dan melenggang dengan cepat ke kamar mandi.

Yunho mengusap wajahnya dengan frustasi. Bagaimana ia bisa merealisasikan hal itu? Ia harus bertukar pikiran dengan orang tuanya dalam masalah besar Cavely ini.

.
.
.

Sepanjang siang ini Yunho dibuat pusing 7 keliling. Bagaimana ia bisa memenuhi harapan pada Cavely? Orang tuanya pun tidak banyak membantu, mereka malah menyarankan agar ia segera memiliki seorang kekasih supaya cepat menjadi sosok ibu bagi Cavely. Tidak mudah untuk Yunho mencari gadis yang mampu menerima kehadiran Cavely.

CavelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang