#2

209K 5.2K 348
                                    

Mira turun dari motor milik Regan. "Makasih ya Gan."

Regan mengangguk. "Gue pulang ya," katanya lalu menutup kaca helmnya dan melajukan motornya hingga hilang di belokan. Mira membuka pagar lalu masuk ke dalam rumahnya.

Jam segini di rumah hanya ada Bundanya karena Ayahnya belum pulang kerja juga adiknya yang masih berada di tempat les. Tepat saat Mira akan membuka pintu, pintu sudah terbuka terlebih dahulu oleh Bundanya.

"Eh udah pulang kak," ucap Bunda. Mira mengangguk lalu salim.

"Naik apa?" tanya Ina --Bunda Mira-

"Di anterin temen, Bunda mau kemana?" tanya Mira.

"Ini Bunda mau nganterin bolu ke Oma Ria."

"Oma Ria? Yang rumah nya deket warung Bu Erni?" tanya Mira. Ina mengangguk.

Mira berdeham lalu masuk ke dalam rumah dan segera menuju kamarnya. Sebelum melakukan aktivitas yang lain nya entah kenapa terbesit pikiran untuk menghubungi Regan.

Tanpa pikir panjang Mira mengambil handphonenya lalu mencari-cari nama Regan di kontak LINE nya.

Almira S : gan, udah nyampe rumah?

Mira menyimpan handphonenya lalu mengganti pakaiannya lalu mengambil handphonenya lagi dan melangkah menuju ruang makan.

Tring!

Dengan cepat Mira melihat handphonenya.

Regan : udah, kenapa?

Almira S : gapapa sih cuma ngecek aja hehe

Tanpa ia sadari bibirnya sedikit melengkung menghasilkan senyuman tipis nan kecil. Regan ini termasuk teman sekelasnya yang dekat dengannya selain Hani, alasannya karena dulu mereka pernah satu kelompok selama satu semester. Karena banyaknya tugas yang harus di selesaikan membuat para anggota kelompok sering kemana-mana bersama.

"Kak! Ngapain senyum-senyum sendiri gitu?"

Mira mendongak dan menemukan Bundanya sedang berdiri di tengah-tengah pintu.

"Ngga." Mira menggeleng lalu menyimpan handphonenya di atas meja makan dan segera mengambil piring, nasi, dan lauk pauknya.

"Punya pacar ya kak?" tanya Bunda sambil duduk dihadapan Mira.

"Ngga, kata siapa?" tanya Mira.

"Ga kata siapa-siapa. Biasanya anak seumuran kamu udah pada punya pacar. Tapi baguslah kalo kamu ga punya pacar, karena Ayah sama Bunda belum ngebolehin kamu untuk pacaran," jelas Bunda.

"Terus kapan boleh nya?"

"Nanti kuliah." Bunda berdiri lalu pergi dari ruang makan.

***

Almira POV

Aku menaiki anak tangga satu persatu menuju ke lantai atas dimana kelasku berada. Sesampainya di kelas dan baru menapakan satu kaki di lantai kelas sudah membuat mood ku sedikit hilang.

"Regan! Pacar lo dateng tuh!"

"Lo kenapa ga bareng Mira bro? Biasanya orang pacaran pulang pergi pasti bareng!"

Aku menghiraukan kicauan mereka lalu buru-buru melangkah mendekati bangku ku dan menyimpan tas di kursi lalu kembali keluar kelas. Aku memilih untuk pergi ke perpustakaan. Ralat, bukan masuk ke dalam perpustakaannya tetapi di samping perpustakaan ada tempat duduk khusus untuk yang mau membaca buku di ruangan terbuka atau belajar kelompok.

Tempat itu sangat sepi karena sebagian besar orang-orang di sekolah ini jarang membaca buku dan lebih sering pergi ke kantin dan tempat-tempat lainnya.

Aku duduk di salah satu kursi. Jika aku berdiam diri di kelas sampai bel berbunyi, akan membuat mood ku benar-benar hancur sampai aku ingin pulang jadi aku lebih memilih untuk masuk kelas begitu bel berbunyi.

Aku mendengar suara langkah kaki lalu munculah seseorang. Dia tersenyum tipis ke arahku dan duduk di kursi lainnya.

"Anak IPS ya?" tanya dia.

"Bukan, gue anak IPA," kataku.

"Oh sorry gue ga tau dan jarang ngeliat lo jadi gue kira lo anak IPS," katanya sambil terkekeh geli.

"Iya gapapa," ucapku pelan dan tidak akan terdengar oleh siapapun.

Di sekolah ini aku memang bukan anak yang terkenal seantero sekolah karena segudang prestasi atau berasal dari keluarga kaya raya. Aku anak biasa-biasa yang tidak ingin terkenal sama sekali, menjadi anak biasa-biasa di sekolah memang menyenangkan walaupun sebenarnya menurut orang lain menjadi anak terkenal lebih menyenangkan karena bisa di kenal oleh kakak kelas, adik kelas, guru-guru, pedagang di kantin, dan sebagainya.

"Kelas berapa?" tanya dia lagi sambil mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca.

"Sebelas IPA dua," kataku.

Dia mengangguk-ngangguk. "Kelas kita sebelahan."

Hah? Dia IPA satu apa IPA tiga? Kan di sebelah kelasku ada kelas IPA satu ada kelas IPA tiga.

"Kok baca buku di sini? Ga di perpus atau di kelas?" tanyaku.

"Gue mau ulangan hari ini dan lagi ngulang materi yang gue pelajari semalem. Gue ga suka baca buku di dalem perpus, kalo di kelas berisik jadi gue lebih suka menyendiri di sini. Lo sendiri ngapain disini?" katanya.

Aku bingung harus menjawab apa dan tidak mungkin memberi tahu kejadian sebenarnya.

"Gue... Gue lagi pengen sendiri aja disini, di kelas bosen," kataku. Dia kembali mengangguk-ngangguk.

Begitu bel berbunyi aku segera berdiri sama halnya dengan gadis ini yang tadi mengobrol denganku.

"Mau ke kelas kan? Bareng ya," katanya. Aku mengangguk lalu kemudian berjalan beriringan menuju kelas kami.

"Gue duluan," katanya begitu sampai di depan kelas IPA satu. Jadi dia anak IPA satu toh.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Sebelum masuk kelas aku berdo'a semoga saja tidak ada kejadian apapun yang membuat mood ku hancur.

***

Aku memperhatikan Bu Rita yang sedang menjelaskan di depan sana. Sesekali mencatat yang penting karena takut ada pada saat ulangan.

"Psstt! Sttt!"

Aku melirik Hani.

"Gue mau nanya," katanya dengan suara pelan nyaris berbisik.

"Ntar aja," bisikku.

"Ngga ah keburu lupa, lo kemarin pulang bareng Regan ya?" bisik Hani. Dari mana dia tau? Bahaya kalau Hani tagu, bisa bocor.

"Lo tau dari mana?" tanyaku.

"Kemarin gue liat waktu lo sama Regan di parkiran, karena gue kepo ya udah gue liatin lo dulu sampe lo naik ke motornya Regan dan bener dugaan gue kalo kalian pulang bareng. Udah deh Mir ngaku aja kalo lo berdua pacaran kan?" tanyanya.

Aku menghela nafas. "Harus berapa kali gue bilang Han, gue ga pacaran sama Regan. Kita cuma sekedar temen biasa."

"Tapi lo berdua deket banget, gue dan anak-anak kelas curiga!"

"Dari dulu kita emang deket kali, lonya aja yang ga tau. Setau gue Regan suka sama orang lain jadi kita ga mungkin pacaran dan gue juga... Lo tau lah keadaan gue," jelasku.

"Saya harap yang di pojok berhenti mengobrol atau bisa keluar kelas sekarang!"

Aku dan Hani langsung diam.

"Mampus ketauan," guman Hani.

"Elo sih ngajak ngobrol jadinya ketauan kan!"

"Gue kan cuma nanya ya jadinya keterusan ngobrol lah, bukan salah gue sepenuhnya!" bantah Hani.

"Kalo lo ga ngajak ngobrol kita ga akan kena marah."

"Ssttt!" Ucap temanku yang ada di depan.

••• to be continued •••

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang