#9

101K 2.9K 149
                                    

Mira menarik kursi menuju dekat jendela lalu duduk di sana sambil menyesap coklat panas buatannya sendiri. Hujan deras di luar membuatnya malas untuk beraktivitas, selama di sekolah tadi Mira ingin segera pulang dan menggulung tubuhnya di dalam selimut.

Kebanyakan anak-anak remaja seumuran Mira akan memandang hujan sambil memikirkan masa depannya dengan sang pujaan hati atau bergalau ria, namun jika Mira yang melakukannya akan terdengar jijik. Mira geli sendiri membayangkan nya.

Yang ia terus pikirkan adalah hubungannya dengan Regan yang semakin lama semakin merenggang, bahkan mereka tidak berkomunikasi sama sekali. Mereka berada di tempat yang sama, tapi mereka merasa orang itu tidak ada. Kalian mengerti? Tidak? Oh ayolah..

Mira terus berpikir bagaimana caranya agar hubungannya dengan Regan tidak terputus begitu saja karena Mira pernah menolak Regan. Sebenarnya tidak ada yang menjauh di sini. Keduanya tetap bersikap biasa saja tapi keadaan canggung yang mereka rasakan begitu berdekatan jadi mereka memilih untuk tidak berkomunikasi. Mira merasakan itu setiap berada di dekat Regan, sengaja atau tidak.

"Gue harus cerita sama Bunda nih," ucapnya lalu bangkit dan langsung keluar kamar mencari Bundanya.

Ruang tamu? Tidak ada.

Ruang keluarga? Tidak ada.

Dapur? Tidak ada.

Satu-satunya tempat yang biasa di jadikan tempat nongkrong Bundanya adalah warung Bu Mirna. Warung Bu Mirna terletak di sebelah rumahnya, selain nongkrong Bunda juga suka bergosip ria.

Mau tidak mau dia harus menghancurkan acara nongki-nongki Bundanya itu. Dia mengambil payung di tempatnya lalu menekan tombol yang akan membuat payung itu mengembang. Mira melangkah menembus hujan deras dan langsung menuju ke rumah di sebelahnya.

"Bu Mirna!" panggil Mira.

Bu Mirna mendongak lalu tersenyum lebar.

"Kenapa neng? Nyari si Bunda ya? Tuh ada di dalem, sok masuk we."

Bu Mirna memang orang Sunda, untung Mira mengerti bahasa sunda. Mira tau arti 'sok' dan 'we'.

Mira meletakan payung di teras rumah Bu Mira lalu masuk sambil mengucapkan salam.

"Bunda."

Bunda mendongak.

"Ih si Kakak! Adek lagi tidur jangan di tinggalin gitu aja." Bunda berdiri lalu keluar dari rumah lalu mengambil payung yang Mira bawa tadi dan pergi begitu saja.

"Eh Bunda! Itu payung."

***

Pintu kamar Mira di ketuk oleh seseorang dari luar lalu terbuka. Ada kepala menyembul dari luar.

"Bunda boleh masuk ga?" tanya Bunda.

"Kalaupun Kakak bilang ga boleh bunda akan tetep masuk kan?"

Bunda tertawa kecil lalu masuk dan menutup pintu lalu menghampiri Mira yang sedang duduk di ranjang.

"Kamu tadi ngapain nyamperin Bunda ke warung Bu Mirna?" tanya Bunda setelah dia duduk di ranjang.

"Ah telat, Kakak lagi ga mood cerita."

"Oh mau cerita," katanya. "Katanya kalo ga jadi ngomong bakal jadi hutang di akhirat loh Kak, mau punya hutang?"

Mira berdecak kesal. Sebut saja Mira tidak sopan tapi memang begitu sikapnya.

"Yaudah nih kakak cerita," jeda sebentar. "Bunda pacaran dulu kan sama Ayah?"

"Iya, kenapa emang? Ah! Biar bunda tebak, pasti Kakak punya pacar ya? Ngaku aja deh kak."

"Ih ngga apaan sih! Jadi gini Bun, Kakak di tembak sama temen sekelas beberapa hari yang lalu."

Bunda terdiam lalu lama kelamaan matanya membulat mendengar ucapan anak pertama nya itu.

"Terus kamu terima?"

Mira menggeleng. "Ngga soalnya kakak ga mau pacaran dulu." Dan ada rasa trauma.

"Bodo kamu mah, bukannya terima," jeda. "Tapi bagus deh, lagian juga Bunda belum ngizinin kamu pacaran. Boleh sih suka-sukaan tapi jangan sampe pacaran. Bunda sama Ayah ga ngizinin. Inget itu!"

Tapi sayang nya gue udah punya mantan, gimana dong?

"Terus Kakak mau minta saran nih, semenjak Kakak nolak dia hubungan kita jadi renggang, kita kayak ga kenal di kelas terus kakak tuh kayak nganggap dia ga ada di kelas, dia juga sama kayak gitu. Menurut Bunda biar hubungan kakak membaik sama dia gimana caranya?"

"Coba ngobrol aja, nanti juga biasa lagi kok," jawab Bunda santai.

Mira menjentikan jarinya. "Justru itu, Kakak ngerasa awkward di deket dia, makanya Kakak ataupun dia lebih milih ga berkomunikasi."

"Ah Bunda ga ngerti yang kayak gitu Kak, dulu hubungan Bunda sama Ayah ga serumit ini. Aneh banget zaman sekarang."

Bunda emang bukan orang yang pintar di ajak curhat.

Mira menghela nafas. "Ya udah deh, makasih udah dengerin cerita kakak."

"Oh iya gimana hubungan kamu sama Adnan?" tanya Bunda. "Kalo kamu pacaran sama Adnan bunda ngizinin, kalo sama yang lain Bunda belum ngizinin."

"Lah? Kok gitu sih? Ga adil ah, nanti gimana kalo kakak suka sama orang lain terus orang itu nembak kakak, masa kakak nolak sih? Sama aja kaya melepaskan sekoper emas atau sekresek uang milyaran!"

"Lebay," cibir Bunda. "Terserah Bunda dong mau bikin peraturan apapun."

Mira mendengus.

Satu lagi, selain Bunda bukan orang yang tepat untuk di ajak curhat, dia juga selalu membuat peraturan sepihak tanpa melakukan persetujuan.

***

Mira sesekali melirik seorang laki-laki yang ada di sampingnya itu. Jujur saja, dia ingin cepat-cepat menyelesaikan presentasi ini karena sudah tidak kuat dengan rasa canggung yang menderanya. Mira bergerak tidak bebas dan cenderung sering menahan nafasnya ketika laki-laki itu menggerakan kepalanya. Siapa lagi yang membuat Mira seperti ini selain Regan.

"Putri! Woy! Put!" seru Mira pada temannya itu yang bertugas sebagai operator.

Putri menoleh lalu memandang Mira sambil menunggu apa yang akan dia bicarakan.

"Berapa slide lagi sih? Lama banget deh," gerutu Mira.

Putri mencondongkan tubuhnya ke arah laptop. "Sekitar sepuluh slide lagi, kita juga belum nampilin video nya."

Anjay. Lama banget.

"Videonya berapa menit?" tanya Mira tidak sabaran.

Putri mengedikan bahunya. "Tapi kalo ga salah sekitar delapan atau sepuluh menit."

Anying. Lama. Batinnya.

"Sabar aja."

Nafas Mira tercekat begitu laki-laki di sampingnya ini berucap tanpa menoleh ke arah Mira. Mira kaget karena entahlah Mira juga tidak mengerti tapi yang jelas ia merasa kaget ketika Regan mengeluarkan suaranya. Ekspresinya sudah tidak terkontrol.

"Lu ngapa?" tanya Vina. "Kek ngeliat setan."

Mira menggeleng dan setelah beberapa menit kemudian persentasinya berakhir dia melangkah menuju bangkunya.

"Mira!"

Mira menoleh ke belakang. Vina menatap nya.

"Apaan?"

"Sini lu! Duduk berkumpul sama kelompoknya, kata Bu Rini," katanya.

Mira menghela nafas. Jika ia harus duduk berkelompok itu artinya dia akan duduk di dekat Regan. Tidakkah mereka tahu jika Mira merasa canggung sekali di dekat Regan ?

••• to be continued •••

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang