Almira POV
Aku menghela nafas berat begitu turun dari mobil Ayah lalu melangkahkan kakiku masuk ke dalam sekolah dan menuju ke ruang kelasku yang berada di lantai dua. Aku punya firasat buruk hari ini, entah kenapa.
Aku masuk ke dalam kelas. Pandangan kami --Aku dan Regan-- bertemu, buru-buru aku mengalihkan ke yang lain lalu menuju bangku ku. Hani sudah duduk tenang disana dengan handphonenya.
"Misi Han, gue mau lewat dulu," kataku. Jika mau duduk di kursiku, aku harus mengusir Hani terlebih dahulu karena tidak ada akses jalan, maksudnya kursiku menempel dengan dinding.
Hani berdiri lalu memberikanku jalan masuk, aku segera duduk di kursi begitupun dengan Hani.
"Sebelum lo dateng, kelas heboh banget pada nanyain lo nerima Regan apa ngga," jelas Hani.
"Terus lo jawab apa?" tanyaku.
"Ngga, gue ga jawab soalnya mereka bukan nanya ke gue tapi ke Regannya langsung," katanya. Hani terlalu polos. Saking polosnya sampe bego.
Aku bisa melihat anak laki-laki di kelasku bergerombol duduk di dekat mejanya Regan. Regan terlihat biasa saja, tapi siapa yang tahu hatinya kenapa-napa.
"Almira!" Aku menoleh ke sumber suara. Ana menghampiriku. Ana adalah teman satu kelasku, dia duduk di depanku.
"Apa?" tanyaku.
"Lo nerima Regan kan? Orang lain pada bilang kalo lo nolak, tapi gue ga percaya soalnya ya ga mungkin aja gitu kalo lo nolak Regan kan kalian PDKT nya udah lama gitu," ucap Ana dengan wajah berseri-seri.
Aku tersenyum miris. "Yang orang lain bilang itu bener An, gue nolak Regan."
Seketika air wajah Ana berubah. "Yah... Kenapa? Padahal gue dukung kalian loh, sayang banget."
"Ada satu hal yang bikin gue ga bisa nerima Regan." Aku hanya tersenyum. Lalu obrolan kami harus terputus karena bel masuk berbunyi lalu datang Bu Alin yang badannya agar besar. Maafin Mira bu, tapi emang fakta kok.
***
"Mir, kok soal Regan nembak lo nyebar ya? Sampe kakak kelas tau," ucap Hani usai kami kembali dari kantin barusan.
"Serius?" tanyaku.
Hani mengangguk. "Gue denger Kak Ratna yang OSIS itu tau dan dia nanya kenapa lo nolak dia padahal katanya Regan baik soalnya dia satu SMP sama Regan."
"Lah cuma Kak Ratna doang kan?" tanyaku lagi.
"Ngga katanya, ada beberapa orang dari kelas lain yang tau. Gue aneh deh padahal elo kan orang-orang biasa aja. Ga terkenal gitu tapi kok bisa nyebar ya?" Hani berfikir keras.
"Ah bodo amat."
Pandanganku sengaja ku alihkan pada Regan. Regan yang sedang duduk dengan teman sebangkunya, mereka terlihat sedang mengobrol serius karena terlihat dari tatapan Dafa --Teman Sebangku Regan-- yang sangat serius.
"Hani! Tugas kelompok IPA mau kapan dikumpulin? Bu Nina udah nanya gue terus kalo ketemu, makanya sebisa mungkin gue ga ketemu sama Bu Nina. Bacot banget orangnya." Gani, Orang teribet, yang pernah ku kenal menghampiri Hani lalu duduk di hadapannya.
"Eh tugas gue udah selesai ya! Yang bagian nyusun makalah kan lo sama Fani, kenapa jadi bilang ke gue?" tanya Hani.
"Emang lo bagian apa? Gue ga liat lo kerja tuh," ucap Gani songong. Aku tertawa kecil melihat ekspresi wajahnya.
"Eh setan! Gue yang ngumpulin data dari A sampe Z dan lo bilang lo ga liat gue kerja? Buta lo?!" Waduh, Hani ngamuk.
Gani meringis. "Iya iya sorry," katanya lalu matanya tiba-tiba beralih padaku. Perasaanku tidak enak.
"Eh ada Almira, kemana aja lo?" tanya dia dengan cengiran kocaknya.
"Gue ada aja tuh, lo ga liat emang? Berarti bener kata Hani barusan lo buta." Aku tersenyum kecil.
"Anjir!" katanya.
"Eh iya, lo kenapa nolak Regan?"
Pasti arah pembicaraannya kesana lagi.
"Apaan sih nanya kayak gitu, bosen tau!" ucapku lalu menutup wajahku dengan kedua tangan.
"Sayang banget Regan di tolak."
Gue tau, tapi gue punya alesan tertentu.
"Padahal kalian cocok, kenapa ga di terima aja sih?"
Gue bilang gue punya alesan kenapa gue nolak Regan.
"Coba lo--"
"Gani lo pergi! Gue capek ditanya itu terus hari ini, gue punya alesan Gan... Dan lo semua ga bakal tau kecuali ada orang yang sengaja bocorin rahasia gue," kataku.
Gani menghela nafas lalu pergi begitu saja tanpa meminta maaf atau apapun itu.
"Gue pulang ah," kataku.
"Lah? Kenapa? Tapi ini belum waktu nya! Masih berapa jam lagi kali," ucap Hani.
"Minggir," kataku mengusir Hani lalu menuju keluar kelas untuk pergi ke ruang piket, mengambil surat izin.
Setelah dapat aku segera kembali ke kelas dan mengisi surat tersebut dengan keterangan sakit. Aku mengambil tas lalu menghampiri meja KM yang kebetulan sekali duduk di depan bangku Regan.
"Kasihin ke guru yang masuk nanti, gue sakit," kataku. Dari ekor mataku aku bisa melihat Regan menoleh begitu aku datang.
"Lo sakit apa?" tanya KM ini.
"Ga penting buat lo, kasihin ya nanti." Aku buru-buru pergi dari sini lewat gerbang depan.
"Mau kemana, Neng? Belum jam pulang nih," ucap Satpam yang melihatku hendak keluar dari gerbang.
"Saya dispen pak, sakit," kataku.
"Oh begitu toh, sudah minta jemput?" tanyanya lagi.
Wah yang kali ini belum, jawab apa ya. Kalo jujur ntar disangka bohong kalo aku sebenernya ga sakit. Tapi memang bohong sih.
"Itu pak... Anu... Udah kok udah," kataku.
"Terus mana yang jemput nya?" tanya dia lagi. Shh kepo banget deh!!
"Ada di belokan deket mini market itu," kataku.
"Kok jauh banget ngejemputnya? Kenapa ga depan sekolah aja?" Astagfirullah bapak kepo banget! Coba kalo pak satpam ini seumuran aku sudah bilang dari tadi kalau bapak ini kepo, tapi karena bapaknya lebih tua dari aku ya harus sopan.
"Mana saya tau pak, mungkin Mama saya lagi ada yang harus di beli di minimarket jadi berhenti disana," jelasku.
"Oh ya sudah, ngga bohong kan?" tanya dia. Sepertinya dia curiga.
"Ngga pak." Aduh maaf bohong.
"Perlu bapak antar ke sana?" tanya nya lagi.
"Ga usah pak, saya bisa sendiri. Lagian jarak sekolah sama minimarket ga jauh jauh banget kok," kataku.
"Ya sudah kalau begitu hati-hati ya," katanya. Aku mengangguk lalu Pak Satpam itu membukakan gerbang ini dan aku langsung keluar. Akhirnya bebas!!!!
Coba kalo Satpam itu ga banyak tanya pasti sekarang udah deket rumah deh. Aku memilih untuk pulang naik angkot dan mencari-cari jawaban yang tepat bila Bunda melayangkan beberapa pertanyaan nanti.
••• to be continued •••
KAMU SEDANG MEMBACA
Baper
Short StoryGue Almira Salsabila, Waktu kelas 10 hidup gue aman, tentram, dan damai. Tapi semenjak gue naik kelas 11 semuanya berubah. Gue cuma mau ngasih tau, kalo hidup itu jangan ke bawa baper terus kayak gue ntar nasib nya sama kayak gue baru tau rasa. High...