Part 4

48 5 0
                                    

Rania melangkah menuju luar pagar rumahnya. Udara dingin menyambut kehadirannya di lingkungan luar yang cukup sejuk itu. Rambut panjangnya yang tergerai bergerak tertiup angin, bahkan syal wolnya juga ikut bergerak seiring berembusnya angin. Ia membetulkan letak topi rajutnya yang mulai turun ke bawah. " dimana aku harus mencarinya? " Rania mengerucutkan bibir serta menunduk dengan lesu.

Rania berjalan menyusuri jalanan yang tampak bebatuan tersebut. Kakinya mulai merasa nyeri karena berjalan diatas jalan bebatuan. " auuuhhh!!! " ia memegang kakinya dengan wajah yang kesakitan. Tiba-tiba tubuhnya berhenti di sebuah rumah kosong yang berpagar dengan lilitan rantai. Rania memijat kakinya dengan perlahan dan membuka sepatu selopnya yang ia kenakan. Dengan perlahan ia mulai berdiri dan menatap rumah yang berada tepat di belakangnya ini. Rumah ini terasa sangat tidak asing baginya, rumah yang selalu ia kunjungi saat kecil dulu.

Rania mulai mengingatnya, itu adalah rumah Ara. Ya, ia tak mungkin salah. Dengan sigap matanya menatap tajam keseluruh bagian rumah. Dan pandangannya beralih pada sebuah kertas yang di gulung dengan pita di tengah pagar. Tangannya dengan cepat meraih kertas tersebut dan membuka jalinan pita yang mengikat kertas itu. Setelah di buka, terlihat tulisan rapi yang terukir indah di kertas tersebut.

Mata Rania mulai berkaca-kaca membaca isi surat tersebut.

" Dear Nia...
Ketika kamu membaca surat ini, mungkin saat ini aku sudah pergi. Pergi ke suatu tempat yang sama sekali tak kau ketahui. Masih ingatkah kamu tentang kisah kita? Selama bertahun-tahun aku selalu menunggu mu namun kamu tak kunjung kembali. Aku tetap berkutat untuk menunggumu disini karena aku yakin suatu saat nanti kamu akan kembali kesini. Namun ibuku memberikan ku sebuah pilihan yang sulit untuk kupilih. Dan pilihan itu yang mengharuskan ku untuk ikut dengan ibu dan ayah pindah ke Surabaya. Maaf... Ini semua kulakukan bukan semata mata ingin menjauh darimu, namun aku terlalu lelah untuk menunggumu. Penantian ku selama ini yang menurutku sama sekali tak membuahkan hasil itu cukup sampai disini. Anggap saja ini sebagai bayaran karena kamu terlalu lama membuatku menunggu. Walaupun kita sulit untuk di pertemukan, namun aku yakin suatu saat nanti kita akan bertemu. Terima kasih telah membuatku menunggu selama ini. I Miss You...

Tulisan surat itu berakhir dengan bagian penutup sebuah tanda tangan dari si penulis. Air mata Rania meleleh, membasahi seluruh pipinya yang halus dan lembut. Diletakkannya surat tersebut didepan dadanya. Tangisan Rania semakin menjadi-jadi. Ia tak kuasa melihat semua yang terjadi. Tubuh nya mulai melemah dan seakan ingin melayang. Kini, wajah Rania dipenuhi air mata yang terus berjatuhan dari sudut matanya.

" maafin aku ra, aku salah membuat kamu terlalu lama untuk menunggu dan pada akhirnya kamu pergi dengan kelelahanmu "

Air matanya terus mengalir hingga membasahi pipinya bahkan berjatuhan pada kain syal nya yang lembut. Dalam pikirannya, kembali teringat masa-masa itu. Masa-masa dimana ia tak pernah merasa ingin menangis, masa-masa yang membuatnya selalu tersenyum. Namun masa-masa itu takkan pernah dialaminya lagi. Karena kesempatannya mengulang masa itu telah pupus. Bahkan, awalnya ia mengira kembali kesini dapat bertemu dengan sosok Ara. Namun, sayangnya... Saat ia kembali kesini, justru Ara yang pergi. Ia tau bahwa Ara pergi karena menuruti permintaan ibunya pindah ke Surabaya. Namun, yang ia sesali adalah membuat Ara terlalu lama menunggu kehadirannya dan pada akhirnya Ara sendiri lelah dengan semua itu dan memutuskan untuk pergi.

Tiba-tiba langit berubah menjadi gelap, seakan mengerti dengan perasaan Rania.

Gadis berumur 18 tahun itu berlari tanpa arah menuju rumah yang ia tempati. Jalan bebatuan yang tadi membuat kakinya nyeri tak ia perdulikan. Bahkan, kakinya yng tadi terkilir pun belum pulih. Ia tidak memerdulikan apa yang ia injak, ia terus berlari walaupun sempat merintih. Dan.. " auuhhh!!!! " kakinya tak mampu kembali berlari menuruti permintaan raganya. Ia terjatuh ke jalanan yang penuh bebatuan sambil merintih memegangi kakinya yang terasa sangat sakit. Dilihatnya darah yang mengalir di atas mata kakinya yang terus mengucur. Ia terlalu memaksakan dirinya untuk berlari dan pada akhirnya inilah yang terjadi. Kakinya terluka parah dan mengeluarkan darah hebat yang terus mengalir.

Waiting For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang