Part 11

32 1 0
                                    

My Instagram : @puttrioktavia

●_●

Tara memeluk dua orang dihadapannya, matanya mulai berair. Bunda Resti tersenyum sambil menyeka air matanya. Ia bahagia dapat bertemu lagi dengan putra semata wayangnya, tidak hanya melalui telpon.

" Ayah sama bunda pulang? " .

" Ya, seperti yang kamu lihat..kan bunda udah ada disini" Bunda Resti tersenyum.

" Kenapa gak bilang aku atau Pak Sutris? Kan bisa dijemput dibandara " Tara duduk disofa ruang tamu diikuti Ayah dan Bundanya.

" Biar jadi kejutan aja" kali ini Pak Rizal menyahut.

" Truss knapa aku telpon hp bunda gak aktif? " tanya Tara.

" Itu juga bagian dari kejutan, bunda sengaja matiin hp. Biar kamu tambah kangen " Bunda Resti tertawa.

Tara mengerucutkan bibir, " Buat aku jadi boring aja,bun".

Pak Sutris lalu datang sambil membawa sekantong keresek hitam. Ia terkejut melihat kedatangan Pak Rizal dan Bu Resti.

" Ya ampun, tuan udah pulang? Kenapa gak kabarin? " Pak Sutris terkejut lalu duduk disamping Pak Rizal.

" Ini kejutan, Pak" sahut Pak Rizal.

" Selama nggak ada tuan sama nyonya, Den Tara itu murung terussssssss di kamarnya " seru Pak Sutris memanjangkan kata 'terus'.

" Biasa aja, pak! " elak Tara.

Pak Rizal mengangkat kedua alisnya dan menatap ke arah Tara, Tara membuang muka dan pura-pura tidak melihat.

" Tapi dia kan udah seneng pak karena udah ada........." Bunda Resti menggantungkan ceritanya.

" Udah ada ?" Pak Rizal penasaran.

" Rania !" seru Pak Sutris yang membuat Tara terbelalak.

Pak Rizal dan Bunda Resti tertawa, sementara Tara lari menuju kamarnya karena merasa malu.

Bunda Resti menggelengkan kepalanya.

" Ya udah pak, saya mau istirahat dulu dikamar" ucap Bunda Resti yang dibalas dengan anggukan Pak Sutris. Pak Rizal lalu mengikuti istrinya menuju kamar.

Sementara itu, didalam kamarnya, Tara terlihat bahagia. Ia tak kunjung berhenti untuk tersenyum. Dilihatnya sebuah foto berukuran 5R yang menampakkan wajah manis gadis kecil dengan latar perkebunan. Tara tertawa setiap melihat foto gadis itu. Rania.

Ia menangkap foto tersebut ketika Rania berlari diperkebunan. Dan foto itu ketika Rania masih kecil, namun senyumnya selalu saja dapat mengalihkan dunia Tara.

Dan satu hal yang saat ini membuatnya bingung, mengapa foto itu masih ada hingga sekarang? Bukankah itu foto 8 tahun yang lalu? Bahkan Tara lupa dimana saat itu ia meletakkannya. Sudahlah, ia tak peduli. Untuk saat ini ia sangat bahagia.

Sebuah hal tiba-tiba mengganggu pikirannya, selama ini ia selalu meluangkan waktu bersama dengan Rania. Tapi apakah hubungan mereka hanya sebatas sahabat? Apakah tidak ada rasa lebih dari sahabat?.

" Gak tau kenapa, semenjak Tuhan udah mempertemukan kita..ada rasa yang membuat aku merasa nyaman di dekat Rania." .

•••••

Gadis anggun itu terus tersenyum. Matanya tak lepas dari layar handphone. Dilayar handphonenya terlihat sebuah foto Tara yang menatap sisi kiri tanpa matanya yang menyorot pada kamera. Rania menangkap gambar tersebut ketika hujan turun diperkebunan saat mereka berada digubuk para pemetik teh.

" Tara....." Rania tersenyum sekali lagi menatap layar handphone.

Entah kenapa akhir-akhir ini setelah Tuhan mempertemukan Tara dan Rania, gadis ini selalu terlihat bahagia. Bahkan dikala sakit tempo hari, ia tetap terlihat bahagia.

" Entah sejak kapan, rasa ini ada buat kamu .." Rania kembali menatap layar handphonenya.

" Ngapain tuh senyum-senyum ?" Bu Flora tersenyum jahil.

" Mama? Sejak kapan berdiri disitu?" tanya Rania panik.

" Sejak....tadi ".

" Oh my god, apa mama tau dari tadi aku senyum-senyum?" ucap Rania dalam hati.

" Kenapa? Syok ya? Kaget ya, takut mama ngeliat kalo dari tadi kamu itu senyum-senyum gak jelas? ".

" Ngg...gak kok! Biasa aja ".

" Mama tau....kamu lagi jatuh cinta kan?" Rania terbelalak mendengar ucapan ibunya itu. Kenapa? Ibunya itu selalu tau isi hati Rania.

" Nggg.......gak kok!" Rania menyangkal.

" Bener? "

" Ya!"

" Kalo memang kamu lagi jatuh cinta, mama harap kamu gak salah pilih cowok. Kamu harus bisa pilih cowok seperti Tara ".

" Hah?" Rania terkejut mendengar nama Tara disebut oleh ibunya sebagai laki-laki yang tepat untuk dirinya.

" Udahlah mama mau masak buat makan malam nanti, awas lho kesambet kalo senyum-senyum terus " .

Sepeninggal ibunya, Rania kembali mencerna ucapan ibunya itu. Menurutnya, Tara memang laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Jelas saja, ibunya berharap Rania bisa memilih laki-laki seperti Tara.

☜☆☞

Dont judge me !
Vote and coment bukti bahwa kalian bukan pembaca gelap !

Go Follow my instagram :
@puttrioktavia

Waiting For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang