9

173 3 0
                                    

Yang aku banggakan dari kak Fadly adalah sikapnya yang rajin, disiplin dan tak mudah menyerah. Aku yakin suatu saat nanti kak Fadly akan berkilau bagai bintang dimalam hari, dan aku harap, aku juga bisa menjadi salah satu bintang itu dan menerangi bumi yang gelap bersamamu kak.

***

Sepulang sekolah aku segera bergegas pulang kerumah, aku berniat untuk memasak bersama mama sore ini,

"Assalamu'alaikum ...!" teriakku sambil mengetuk-ngetuk pintu,

"Waalaikum salam" jawab kak Rasya seraya membukakan pintu, "Udah pulang, Kei?"

Aku melangkahkan kakiku masuk kedalam rumah dan menutup pintu, "Iya lah! Kan mau cooking with mommy,"

"Tapi, mama udah on the way Surabaya! Katanya acara masak kali ini diundur jadi minggu depan!" kak Rasya duduk di sofa dan meraih majalah dari atas meja kaca yang terletak dihadapannya

"Kok gak ngasih tahu dulu?" tanyaku dengan raut muka kusut.

Kak Rasya yang akan membaca majalah menaruhnya kembali,

"Kayak gak tahu mama yang sekarang aja! mama "kan, ibu paling sibuk semenjak papa meninggal, ya kita Cuma bisa ngertiin. Lagian mama sibuk juga buat cari uang untuk kehidupan sehari-hari kita"

Aku hanya menghela nafas dan melempar tasku ke atas sofa. Aku bukan hanya kehilangan papa sejak papa meninggal, tapi juga kehilangan mama. Semenjak papa meninggal, mama selalu sibuk, dan sering pergi ke luar kota untuk mengurus butik. Aku juga merasa kehilangan sosok adikku yang polos, dulu setiap sore aku sering berebut remot televisi dengan adikku, tapi sekarang ia terpaksa mengikuti mama ke Surabaya, karena dirumah tidak ada pembantu rumah tangga yang mengurusinya

"Oh iya, tadi Rangga BBM kamu, katanya nanti dia jemput buat kelompok dirumahnya." Kak Rasya menoleh ke arahku

"Kakak bales apa?"

Kak Rasya mengambil waffle dan menyuapkan potongan besar ke mulutnya, "Kakak bilang 'iya', udah gitu aja!"

Aku hanya meengangguk-ngangguk dan pergi berlalu begitu saja meninggalkan kakakku di ruang keluarga.

Entah mengapa aku selalu merasa menjadi seseorang yang cukup berarti di kehidupan Rangga, namun pada dasarnya, ini hanyalah sebuah teka-teki yang menegangkan, karena hati manusia siapa yang tahu? Cuma Allah yang tahu bagaimana perasaan dia padaku.

Sebisa mungkin aku jangan terlalu berharap hal yang tidak pasti pada seseorang yang baru dekat denganku ini, aku tak mau sakit hati, aku tak siap untuk menerima kenyataan yang sebenarnya.

***

Sore ini aku segera mandi dan mempersiapkan diri, menunggu Rangga menjemput. Kali ini, aku menggunakan baju lengan panjang dan celana jeans-ku, aku segera memasukan barang-barang yang aku perlukan kedalam tas kesayanganku ini.

"Kei ...! Rangga udah jemput!" teriak kak Rasya

Aku segera memakai tasku dan berlari dari kamar menuju ruang tamu, "Iya, aku berangkat!" aku berpamitan dengan kakakku yang sedang asyik menonton sinetron kesukaannya

Langkahku perlahan mulai melambat, begitu melihat Rangga duduk di jok motornya dan sepertinya ia sedang membetulkan kaca spionnya. Rangga terlihat begitu fresh sore ini. aku perlahan mulai mendekat kearahnya, wangi parfum-nya yang sudah tak asing dihidungku membuat rasa suka ku terhadapnya seakan bertambah.

"U..u..udah lama?" dengan gugupnya aku memberanikan diri untuk bertanya duluan pada Rangga,

Rangga menoleh kearahku, senyum tipis terukir diwajahnya, "Belum

Berawal Dari Hanya KagumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang