Bagian 12

9.9K 530 17
                                    

Pak! Pak! Pak!

David menepuk-nepuk pipinya sendiri dengan muka panik.

"Gila... ini betul-betul gila! Lo udah gila!!!"

Martin memandangi David yang kali ini mengetuk-ngetuk ujung hidungnya dengan telunjuk. Sudah nyaris satu jam mereka duduk di sofa ruang tamu apartemen David. Dan lima belas menit dipakai David untuk menjerit-jerit histeris, menepuk-nepuk pipi dan kali ini mengetuk-ngetuk ujung hidung.

"Lo gila!" gumam David lagi.

"Iya! Iya! Gila! Stop saying that! Terus apa? Lo kan udah tau, jangan cuma bisa ngatain gue gila dong." 

Semuanya jadi kacau begini gara-gara tadi siang waktu David dijemput Tiara di parkiran kafe, sobatnya ini memergoki Martin diantar Deni dengan defender putihnya. Kalau cuma itu sih gampang cari alasan buat ngeles. Tapi David juga memergoki Deni mencium rambut di dekat kening Martin sebelum turun dari mobil. Alasan apa yang bisa dibuat untuk itu?! Paling tepat cuma membuka semuanya, sejujur-jujurnya sama David.

Krauk! Dengan lahap David melahap kripik yang dia raup setangan penuh sekaligus.

"Nyam... nyam..."

Kayaknya jujur juga bukan penyelesaian.

"Siapa lagi yang tahu?" penuh selidik David melirik Martin.

"Nggak ada."

Krauk! Krauk! Nyam nyam... David melahap beraup-raup keripik.

"Lo sadar nggak sih sama pilihan lo ini?"

"Ya sadarlah. Lo pikir gue gila, jadian sama orang secara nggak sadar?!"

David menggeleng-geleng lagi.

"Tapi... tapi... Deni! Lo inget kan siapa Deni?!"

Martin melotot.

"Ya ingetlah! Masa gue jadian sama orang yang gue nggak inget!"

David menatap mata Martin lurus-lurus.

"Dia kecengan adik lo, dan sekarang jadi pacar lo. Lagi pula jenis kelamin kalian sama." desis David seolah-olah baru ngasih informasi penting yang belum pernah di ketahui manusia di dunia ini.

"Ha-ha-ha! Penting banget info lo, Dav. Spektakuler! Ya gue tahulah!" Martin mulai gemes.

Tangan David menggapai-gapai remote TV, lalu menekan tombol remote gregetan.

"Hahh! Ini lagi TV, infotaiment melulu. Berisik!"

"Yeee... TV ikut dimarahin!" gumam Martin.

Lagian aneh deh, bukannya ini masalah Martin? Kok David yang heboh sampai panik begini? Sebegitu dalamnya kah rasa setia kawan David? Ah... emang dasar heboh aja.

"Kenapa juga lo yang jadi panik gini sih? Sejauh ini gue sama Deni baik-baik aja kok. Sejak tadi aja jadi nggak tentram lagi."

Mendengar kata-kata Martin, David terbelalak dahsyat.

"APA? Lo bilang baik-baik aja? Ini kayak bom waktu, tahu nggak lo! Hubungan lo sama Deni itu ibarat bom waktu! Pernah kebayang kalau sampai Sazi tahu? Pernah mikirin kalau sampe Mami-Papi lo tahu lo pacaran sama Deni? Nyokap lo bisa gila.!"

"Sialan lo!" Martin menimpuk david pakai bantal. "Lo kok jadi nyumpahin nyokap gue sih!??" protes Martin.

"Lagian nggak geli apa, pacaran sama kecengan adik sendiri?" Dumel David pelan banget.

"Heh! Sembarangan kalau ngomong!" ternyata kedengeran Martin.

"Habisnyaaa... udah, kita balik ke topik semula. Pikirin omongan gue. Kepikiran nggak lo semua itu? Siap nggak lo ngadepin resikonya?"

Cinta Yang Tidak SemestinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang