Bagian Akhir

9.2K 487 13
                                    

TOK...TOK...TOK

"Masuk." jawab Sazi dari dalam kamar.

Martin menekan handle pintu pelan. Masuk ke kamar Sazi. Rasanya lama banget dia nggak pernah mampir ke kamar Sazi. Adiknya itu asyik membaca novel sambil selonjoran di kasurnya yang berantakan.

"Hai, Saz." sapa Martin canggung.

Sazi menutup novelnya. Martin melompat ke atas kasur.

"Novel baru?"

Sazi menggeleng.

"Udah lama. Tapi kepotong UAS jadi berhenti dulu bacanya. Sekarang lanjut lagi."

Martin duduk bersila di atas ranjang.

"Udah UAS?"

Sazi mengangguk.

"Iya. Baru aja beres kemarin. Bebasss..." tangan Sazi terentang lebar-lebar.

"Tangan kamu nggak ngilu-ngilu lagi?" Sazi melirik tangan kanan Martin yang masih kelihatan agak bengkak.

Martin meremas-remas jemarinya.

"Nggak sih. Cuma masih agak bengkak aja. Tapi bekas patahnya nggak kentara ya?" lirik Martin minta pendapat.

Sazi memerhatikan tangan Martin.

"Nggak. Bekas jahitannya juga udah nggak kelihatan."

Martin mengangguk. Sazi menekan tombol On remote TV.

"Gimana kabar Deni? Udah ada kemajuan? Udah lama aku nggak nengok dia, Tin."

"Masih begitu aja, Saz. Belum sadar."

Sazi mendesah.

"Tapi detak jantungnya stabil."

Sazi menoleh.

"Bagus dong. Semoga dia cepat sadar ya?"

Martin menggangguk setuju.

"Amin..."

Sazi tahu kakaknya sedih banget. Sazi juga yakin rasa bersalah bakal terus ngendon di hati Martin selama Deni masih terbaring koma. Sazi juga menyesal karena terlalu egois waktu itu. Pertengkaran Martin dan Deni di mobil juga pasti ada hubungannya dengan sikap Sazi.

"Saz..."

"Ya, Tin?"

"Apa kamu benar-benar udah nggak marah sama aku?"

Sazi mendongak menatap langit-langit kamarnya, lalu menoleh dan menatap Martin. "Nggak. Aku udah nggak marah sama kamu. Aku tulus waktu minta maaf sama kamu soal sikapku, Tin."

Martin balas menatap Sazi.

"Makasih ya, Saz..." Martin merentangkan tangannya memeluk Sazi.

Sazi balas memeluk Martin. Air matanya menetes juga akhirnya.

"Aku selalu dukung kamu, Tin... percaya deh..." bisik Sazi.

Martin mengangguk pelan di bahu Sazi.

"Makasih, Saz... makasih."

Ada perasaan sejuk menyesap ke dalam diri Martin. Perasaannya yang tak keruan gara-gara pembicaraannya sama Misael tadi sedikit berkurang. Dukungan orang yang disayang memang bisa jadi obat.

*******

Suara ribut-ribut dari kamar Deni. Ada apa ya?

Martin menghentikan langkahnya sebentar di depan pintu kamar. Ada suara laki-laki yang nggak dia kenal.

Cinta Yang Tidak SemestinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang