Teeeet..teeeet...
Bell pulang sekolah baru saja berbunyi. Riuh suara para murid bersorak gembira. Saatnya terbebas dari rasa lelah setelah seharian berkutat dengan berbagai macam pelajaran yang tak jarang membuat mood jadi drop.
Kurapikan semua buku2ku lalu memasukkannya ke dalam tasku. Tak ada yang tersisa selembar kertaspun didalam laci mejaku seperti biasanya. Hari ini hari terakhirku berada di sekolah ini, jadi tak boleh ada yang tertinggal.
"Prilly, buruan yuk. Anak2 udah pada nunggu tuh!" Panggil Alena, sahabatku.
Aku hanya mengangguk lalu bergegas menuju parkiran sekolah bersama Alena. Di sana sudah ada Lia, Valeri, dan si couple yang kelakuannya udah kayak anak kembar siam, Adit dan Diandra. Kemana2 selalu berdua, gak bisa kepisah.
"Makan dimana kita??" Tanyaku pada sahabat2ku itu begitu sampai diparkiran.
Berhubung ini hari terakhirku berada di Bandung, jadi aku memang sengaja pengen nraktir mereka. Anggap saja sebagai acara perpisahan kecil2an bersama sahabat2ku tercinta.
"Di Atmosphere aja!" Usul Valeri diikuti anggukan yang lain.
"Mau meres gue, lo?" Ucapku membelalakkan mata. Gila aja nraktir anak2 kelaparan ini di cafe semahal itu. Duit jajan sebulan bisa langsung habis tuh.
"Ya kali aja lo tiba2 jadi baek banget gitu".
"Kalo di Gelap Nyawang gimana?" Usul Lia kemudian.
"Boleh boleh...asiiiik bisa TP2 sama mahasiswa nih" seru Alena kegirangan. Pasti lagi ngebayangin dapat cowok anak kuliahan.
Jl. Gelap Nyawang memang paslah buat anak2 ABG kelaparan kayak kita2. Pilihan makanannya banyak udah gitu harga2nya juga cocoklah sama kondisi anak sekolah. Dan seperti kata Alena tadi, banyak mahasiswa di sana. Secara jaraknya gak begitu jauh dengan kampus ITB.
"Ok kita ke GN aja".
"Ya udah, yuk udah laper nih. Prill, bareng kita kan!". Tanya Valeri kemudian masuk ke mobilnya menyusul Lia dan Alena yang sudah PW di jok belakang.
Siang ini pak Umar memang tidak menjemputku. Katanya mau bawa mobil ke bengkel dulu biar ntar sore pas ke Jakartanya gak mogok dijalan.
Aku duduk di jok depan di sebelah Valeri. Diantara kami memang hanya Valeri yang tiap hari bawa mobil sendiri ke sekolah.
Aku dan Alena selalu diantar sopir ke sekolah, sementara Lia barengan sama ibunya yang kerja di kantin sekolah. Lalu Diandra, pastinya naik motorlah dijemput sama kembar siamnya, Adit.
Siang ini jalan cukup lengang sehingga tak makan banyak waktu untuk sampai ke kawasan wisata kuliner Bandung di jalan Gelap Nyawang ini.
Diantara semua warung yang ada, pilihan kami jatuh ke warung Ramen Rider. Tempatnya di lantai 2, lumayan nyamanlah. Apalagi makanannya ala2 Jepang gitu.
"Berangkatnya harus sore ini juga yah Prill?" Tanya Alena saat menunggu pesanan kami tiba.
"Hu'um. Mama udah ngurus semuanya di Jakarta. Jadi besok gue udah bisa langsung masuk di sekolah baru".
"Knapa harus pindah ke Jakarta sih?" Alena memasang tampang cemberut lalu bangkit dari duduknya dan memelukku diikuti Lia, Valeri dan Diandra.
Adit gak ikut meluk yah! Bukan muhrim. Lagian bisa mati dicekik Diandra kalo Adit berani meluk cewek lain, depan matanya lagi.
"Iya, bukannya ortu lo udah biasa yah ninggalin lo di sini sama Bibik. Knapa sekarang malah mau dititipin ke Jakarta??" Sambung Diandra.
Hatiku juga rasanya berat harus berpisah dengan sahabat2ku tercinta. Apalagi mesti ninggalin kota penuh kenangan ini. Di kota ini aku dilahirkan. Disinipula cinta pertamaku mulai bersemi.
"Knapa gak sekalian ikut ortu lo aja ke luar negeri. Bukannya itu impian lo yah?" Tambah Lia.
Yah..ke luar negeri, tepatnya ke Belanda. Itu adalah impian terbesarku sejak kecil. Bulan karena menganggap Belanda lebih baik dari tanah airku sendiri, namun disanalah cinta pertamaku berada.
Dulu kata mama, om Permana pindah ke Belanda. Sejak kepergian Kanchi dan keluarganya saat itu, aku terus belajar dengan giat berharap suatu hari nanti aku bisa kuliah di Belanda dan mencari keberadaan My Luphy Love, Kanchi.
"Lo bosan jadi jones yah makanya ke Jakarta biar laku??" Kali ini Adit ikut ngebacot.
"Noh laku!" sumpit yang kupegang mendarat kencang di kepala Adit.
Yang lain pada ketawa melihatku dan Adit yang dari dulu memang tak pernah akur. Tu anak emang paling resek sedunia. Aku dikatain joneslah, gak laku lah. Pokoknya paling demen ngebully deh tu makhluk.
Adit bukan tak tahu alasan aku masih menjaga status kejombloanku sampai sekarang, bahkan dia jauh lebih tau daripada sahabat2ku yang lain. Tapi tetap aja ngebully aku adalah hal paling membahagiakan buatnya.
Aku dan Adit udah satu sekolahan dari jaman TK sampai sekarang. Cobaan bangetkan bertahun2 diintilin mulu sama makhluk resek.
Rumah Adit juga gak jauh dari rumah Kanchi yang dulu. Dan dia sangat tahu kedekatan aku dan Kanchi, bahkan Adit salah satu saksi mata saat aku nangis kejer pas Kanchi akan pindah.
***
Selesai makan di Ramen Rider, kami semua mampir ke Ciwalk sebelum nganterin aku pulang. Rasanya pengen waktu berjalan lambaaaat banget biar kami punya waktu yang panjang untuk bersama.
Mau diapain juga waktu gak akan lebih dari 24 jam sehari semalam. Pukul 5 sore aku balik ke rumah dianterin sahabat2ku. Di rumah, Mama dan Papa sudah siap. Semua barang keperluanku di Jakarta juga sudah dimasukkan ke bagasi mobil.
Saat2 yang paling menyedihkan ketika akan berpisah adalah pamitan sama orang2 yang kita sayang. Rasanya gak kalah nyesek waktu Kanchi ninggalin aku dulu.
"Waktunya berpisah!!"
Alena dan yang lainnya memelukku sambil menangis membuatku ikut nangis. Aku gak tau apa di Jakarta nanti aku bisa punya sahabat sebaik mereka? Tapi apapun itu, sahabat2ku ini takkan pernah aku lupakan. Mereka sudah jadi bagian hidupku, punya tempat yang spesial dihatiku.
"Disana harus strong ya Ily. Jadi anak baru kan kadang suka dibully". Pesan Diandra.
"Gue udah kebal bullyan". Ucapku sambil melirik Adit, yang dilirik cuma cengengesan.
"Pokoknya dimanapun Prilly berada, gue yakin dia bakal tetap bahagia". Seru Lia
"Lo orang baik, pasti gampang buat dapat teman baru". Lanjutnya.
"Tapi jangan pernah lupain kita2 disini ya sayang". Kami kembali berpelukan. Udah kayak teletubbies pelukan mulu.
"Prilly..."
Saat hendak masuk mobil, Adit mencegahku. Rasanya agak sedikit aneh. Adit yang selama ini suka resek dan bikin kesel bisa terlihat serius juga.
"Maafin keisengan gue selama ini sama lo".
Adit menggenggam kedua tanganku. Sekilas aku melirik Diandra. Dia tersenyum lalu memberi isyarat padaku untuk mendengarkan Adit. Jarang2kan Adit bisa nunjukin wajah serius.
"Udah waktunya move on dari masa lalu. Buka hati lo buat orang yang benar2 perhatian dan sayang sama lo. Biar gak jadi JONES mulu lo". Adit menekankan kalimat terakhirnya lalu tertawa keras.
"Adiiiiiiiiiit......". Sumpah aku kesal sekesal kesalnya sama dia. Pengen nyekik lehernya biar gak bisa ketawa lagi.
Dasar makhluk nyebelin. Dia bakal jadi satu2nya orang yang akan aku hapus dari memoriku. Bye maksimal.....
#Hai readers...semoga suka yah cerita ini. Jangan lupa vote n komentnya. Trima kasih ♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
My Luphy Love
FanfictionCinta adalah anugerah terindah dari Sang Maha Pencinta. Hadir dihati siapapun yang diingini. Tak memandang usia, status, derajat, atau apapun itu.