Hati Yang Lain

307 31 2
                                    

"Kessseeeeeeeeeeelllllll!!!!!!! Alian nyebeliiiiiiiiiiiiiiin!!" Teriakku dalam hati.

Kenapa teriak dalam hati? Jelas aja hanya bisa teriak dalam hati. Kalo teriak dalam kelas pasti sudah diusir dari kelas. Secara pak Ridwan, guru fisika sekaligus walikelasku masih ngajar di jam terakhir.

Tita menyikutku lalu berbisik. "Napa lo?" Matanya melirik ke buku didepanku yang sudah penuh dengan coretan nggak jelas. Aku hanya senyum kecut.

Hari ini terasa lebih berat kujalani dari apa yang kubayangkan tadi sebelum masuk sekolah. Badan udah nggak nyaman banget, kepala berasa mau pecah, ditambah hati yang seperti di siram bensin. Tinggal nunggu api aja nih biar meleduk sekalian.

Knapa nggak sekalian aja tadi kupatahin tangannya si cewek nyebelin itu. Sok2an jadi yang tertindas, padahal sendirinya tukang bully.

Hatiku rasanya panas banget. Kesel tingkat dewa pokoknya. Bentakan Alian terngiang2 ditelingaku dan tatapan mengejek ratu drama itu juga terbayang terus dimataku.

Nggak dibela Alian sih bukan masalah buatku, tapi jangan ngebentak juga dong. Apalagi dia kan nggak tau kejadian sebenarnya. Nggak adil banget.

Sampai mata pelajaran yang dibawakan pak Ridwan berakhir, aku tetap nggak bisa konsentrasi.

Awas aja lo ntar di rumah, gue maki2 lo. Sekalian aja ngadu ke tante Regi biar diomelin juga.

Kumasukkan buku2 ke dalam tasku dan bersiap untuk pulang. Berbagai rencana balas dendam sudah terkonsep di otakku. Aku ingin buru2 sampai ke rumah dan meluapkan semua emosiku ke Alian.

"Lo kenapa, Prill?" Tita terlihat kaget waktu aku terduduk kembali setelah berdiri.

Sakit hati emang dahsyat pengaruhnya sama kondisi fisik. Udah minum obat flu aja masih nggak mempan ngilangin sakit di kepala ditambah mata yang udah mulai berkunang2.

Tubuhku juga terasa semakin lemas. Kakiku bahkan nggak mampu menopang bobot tubuhku yang tak seberapa ini.

Aku tersenyum ke Tita sambil menggeleng pelan. Lalu berusaha kembali berdiri dan menyeimbangkan tubuhku.

"Gue nggak paapa, yuk pulang."

Tita, Vara dan Nadia mengangguk kompak lalu mengikutiku berjalan keluar kelas. Bisa kulihat raut wajah mereka yang sedikit khawatir padaku.

***

Perlahan2 kubuka mata. Kepalaku masih terasa berat. Bukan karena benda yang tergeletak didahiku tapi karena memang kepalaku saja yang masih sakit.

Kusingkirkan benda didahiku yang ternyata handuk kecil untuk mengompres. Aku mencoba bangun dan mengumpulkan kepingan ingatanku yang sedikit kacau.

Posisi dudukku bersandar pada kepala ranjang agar terasa nyaman. Ini kamarku dan ini tempat tidurku.

"Sudah bangun, sayang?" Tante Regi masuk ke kamarku bersama Alian.

Alian meletakkan nampan berisi makanan yang dia bawa di atas nakas. Lalu memberiku segelas susu coklat. Pengen nolak sih tapi keliatannya cukup enak.

"Badan kamu masih demam. Nanti makan terus minum obat yah nak." Tante Regi meraba dahiku. Aku mengangguk lemas.

Tante Regi punya sifat penyayang seperti mama. Atau mungkin semua mama di dunia ini punya sifat seperti itu yah?! Sentuhan tangan dan kata2 lembutnya membuatku kangen mama.

Air mataku sudah terbentuk di sudut mataku namun segera kutahan. Ogah banget entar dikatain preman tapi cengeng.

Tante Regi mengambil gelas susu yang sudah kosong dari tanganku. Susu coklat hangatnya memang benar2 nikmat.

My Luphy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang