Jam 8 malam, mobil yang mengantarku dan Mama Papa ke Jakarta, sudah memasuki kawasan rumah yang kami tuju.
Rumah itu bertingkat. Bangunannya megah dan tampak kokoh. Halamannya yang luas dilengkapi taman yang tertata rapi. Gerbang yang tinggi menambah kemewahan rumah ini.
Di depan pintu rumah itu sudah ada seorang wanita separuh baya yang tengah menyambut kedatangan kami. Sepertinya beliau seumuran sama mama. Wajahnya masih tampak cantik dengan sedikit riasan disana.
"Wah Prilly sudah besar yah sekarang. Tambah cantik". Ucap wanita itu saat kucium punggung tangannya.
Wajahnya tak asing bagiku. Aku mencoba mengingat siapa gerangan tante cantik yang ada didepanku ini.
"Oh Tuhan...wanita itu adalah tante Regi, mamanya Kanchi". Batinku saat mendengar mama menyebut nama wanita itu.
"OMG, Ini rumah Kanchi. Aku bisa ketemu cinta pertamaku lagi..." jeritku dalam hati. Jantungku tiba2 berdetak tak normal. Rasanya mau loncat keluar saking bahagianya.
"Kenapa masih diluar saja, ayo masuk!".
Tante Regi mengajakku masuk ke rumahnya menyusul Mama Papa yang sudah lebih dulu berjalan masuk.
Kami langsung diajak ke ruang makan. Di sana sudah ada Om Permana yang sedang menunggu kami didepan meja makan. Beliau tak sendiri. Tapi bukan Kanchi yang bersamanya.
"Prilly masih ingat Alian? kalian dulu satu sekolah kan!" Tanya tante Regi, begitu melihatku menatap cowok yang duduk disampingnya.
"Iya tante". Aku tersenyum menyembunyikan keterkejutanku. Sumpah aku bener2 lupa kalau Kanchi itu bukan anak tunggal sepertiku. Dia punya adik yang seumuran denganku.
Namanya Alian Permana. Meski satu sekolah di TK dan sempat satu sekolah juga waktu SD tapi aku tak begitu dekat dengannya. Jadi wajar saja jika aku lupa ada dia di dunia ini.
"Kanchi mana tan?"
Kuberanikan diri menanyakan keberadaan orang yang sangat ingin kutemui itu. Kami sudah memulai makan malam namun batang hidungnya sama sekali tak nampak.
"Kanchi siapa sayang?" Tante Regi tampak mengerutkan kening sejenak lalu menepuk pelan keningnya.
"Astagfirullah..tante lupa kalau dulu kamu manggil Kenzie dengan nama Kanchi" lanjutnya sembari tertawa.
"Dia masih kuliah di London".
Jawaban om Permana seakan punya efek dahsyat dihatiku. Perih. Rasa bahagia itu berganti kecewa. Takdir belum mempertemukanku dengan luphy loveku, Kanchi.
Setelah makan malam selesai, tante Regi meminta Alian membantuku mengambil koperku yang masih berada di bagasi mobil lalu mengantarku ke kamar.
Kamarku ada di lantai dua. Aku menaiki anak tangga mengikuti Alian. Disepanjang dinding disisi anak tangga itu berjejeran foto2 keluarga om Permana.
Jantungku kembali berdetak kencang saat mataku tertuju pada foto cowok berjas. Itu wajah Kanchi. Makin ganteng, makin keren makin jatuh cintanya diriku.
Pengen rasanya ngambil foto itu lalu memeluknya trus dicium2. Bukan mesum yah...anggap saja mengekspresikan rasa kangen yang udah numpuk melebihi tumpukan sampah di seluruh dunia.
Tapi apa daya, angan tetaplah angan belaka. Mau taro dimana coba ni muka kalo sampe ngelakuin itu didepan adeknya Kanchi. Mana dia ikut berhenti lagi pas melihatku menatap foto kakaknya. Aku hanya nyengir malu lalu kembali menaiki anak tangga mengikutinya.
Sejak di meja makan tadi sampe ngangkatin koper trus nganter aku ke kamar, ni cowok asli bisu. Suara nafasnya saja nggak kedengeran. Mulutnya rapat kayak udah dipakein lem korea.
Kalau kayak gini pengen capcus saja pulang ke Bandung. Apa enaknya tinggal disini tapi gak ada Kanchi. Mana adeknya kayak patung es lagi.
Setelah membereskan barang2ku dan memasukkannya ke dalam lemari yang ada di kamar tamu yang kutempati, aku berjalan kearah balkon kamarku.
Kamar ini lumayan nyaman. Ukurannya lebih besar dari kamarku di Bandung. Ditambah lagi ada balkon yang mengarah ke kolam renang.
"Sayang, ngapain kamu disitu?" Mama menghampiriku dibalkon.
"Cuma liat2 kok, Ma!"
"Kamu baik2 yah nak disini. Mama sama Papa mungkin gak bisa sering2 nengokin Ily disini".
Aku memeluk mama dengan erat. Air mataku mengalir tanpa permisi. Meski sudah sering ditinggal ke luar negeri sama Mama Papa namun rasanya kali ini berbeda.
Kepergian Mama sama Papa kali ini memang tak seperti biasanya. Papa sedang merintis bisnis baru di Kanada. Rencananya kami semua akan menetap disana namun Mama bilang lebih baik aku gak ikut dulu sampai bisnis Papa stabil disana dan aku lulus SMA.
"Jangan nangis dong nak! Ily sudah gak boleh manja lagi. Apa2 harus dikerjain sendiri. Jangan nyusahin Tante Regi sama Om Permana yah sayang!" Mama mengusap air mataku. Aku hanya bisa mengangguk dan menahan tangisku.
"Mama kapan berangkatnya?"
"Besok pagi sayang!"
"Trus aku sekolahnya gimana?"
"Sebelum kebandara, Mama akan nganterin Ily ke sekolah. Sekalian nganterin surat pindahnya ke Bapak Kepsek".
Aku hanya memanyunkan bibirku.
"Ily istirahat gih, besok hari pertamamu di sekolah baru".
***
Pukul 6 pagi aku sudah siap dengan baju seragam sekolah baruku. Jakarta memang beda sama kota2 lainnya. Hampir semua arah rawan macet jadi kalau gak mau telat harus bergerak lebih awal.
Aku keluar kamar dengan membawa perlengkapan sekolahku. Si patung es juga baru keluar dari kamarnya yang letaknya persis disebelah kamarku.
"Jadi aku satu sekolah lagi sama dia!" gumamku melihat seragamnya yang hampir sama denganku. Bedanya hanya di bagian bawah doang. Aku pake rok dan dia celana panjang. Coba dia pake rok juga, pasti lucu hehehe.
Aku menuruni anak tangga menuju ruang makan. Si patung es berjalan di belakangku jadi gak bisa menyapa foto Kanchi. Takut dikirain orang gila.
"Prilly mau sarapan apa sayang?" Tanya tante Regi lembut bersiap mengambilkan sarapan yang kuingini.
"Biar Prilly ambil sendiri, Tan!" Ucapku sopan lalu mengambil selembar roti dan mengolesinya selai coklat favoritku.
Mama dan Papa baru bergabung di meja makan. Sepertinya mereka juga sudah siap berangkat. Setelah nganterin aku kesekolah, mereka memang mau langsung ke bandara karena pesawatnya berangkat jam 11.
"Nak Alian, nanti disekolah jagain Prilly yah!" Pinta papa ke cowok patung es itu.
"Iya, om!" Jawabnya sopan lalu tersenyum kearah Papa.
Aku sedikit tertegun. Dari semalam aku dirumah ini, baru pagi ini kudengar suaranya. Dan senyumnya asli manis banget. Gak jauh beda sama Kanchi. Mungkin karena mereka adik kakak kali yah makanya mirip.
Sekolah baruku cukup keren. Bangunannya megah dan lapangannya sangat luas. Bisa dipakai untuk beberapa cabang olah raga.
Mama mengantarku keruang Kepsek, sedangkan Papa hanya menunggu di mobil. Sementara si patung es, mungkin sudah masuk ke kelasnya. Tadi dia berangkat duluan dengan mengendarai motor sportnya.
#Semoga cerita ini diminati yaaah..jangan lupa vomentnya readers sayang, Luph u ♡♡♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
My Luphy Love
FanfictionCinta adalah anugerah terindah dari Sang Maha Pencinta. Hadir dihati siapapun yang diingini. Tak memandang usia, status, derajat, atau apapun itu.