Jam istirahat pertama, semua teman2 sekelasku sudah menyerbu kantin sekolah. Termasuk Tita, Vara dan Nadia. Mereka pada lelah sehabis olahraga.
Aku sendiri nggak ikut ke kantin. Aku memilih tetap duduk ditepi lapangan sekolah. Tempat ini cukup nyaman untuk bersantai. Nggak sebising kantin pas lagi jam istirahat.
Di sini juga udaranya sejuk meski matahari sedang terik, karena berada dibawah pohon dan terlindungi oleh bangunan sekolah yang cukup tinggi.
Di depan sana, ditengah lapangan beberapa siswa dari kelas lain mengisi waktu istirahat mereka dengan bermain basket. Mereka terlihat penuh semangat dibawah terpaan sinar mentari.
Sekolah ini pada dasarnya nggak jauh beda sama sekolahku di Bandung. Di sini juga aku punya tiga sahabat cewek sama kayak di Bandung. Hanya saja di sana aku ngerasa lebih damai tanpa haters dan baper2an.
Di sekolahku dulu nggak ada tuh ratu drama macem Queen itu. Nggak ada juga cowok bunglon kayak Alian. Kalo yang baik dan perhatian kayak Bani sih banyak, tapi tetap aja bikin baper.
Kalo di Bandung aku santai saja mendapat perhatian dari orang lain, tapi kalo sama Bani aku harus lebih hati2. Aku nggak pengen persahabatan aku sama Vara yang baru mulai ini harus rusak hanya gara2 Vara cemburu.
Aku membuka buku yang sejak tadi kupegang. Bukan untuk membacanya. Aku mengambil selembar foto yang sengaja aku selipin di sana.
Foto Kanchi 6 tahun yang lalu. Foto yang dia kasih sebelum pindah ke luar negeri. Katanya, aku nggak boleh ngelupain dia.
Benar saja, aku memang nggak pernah melupakannya. Bukan hanya wajahnya, bahkan setiap jengkal gerak geriknya dulu masih melekat kuat dalam ingatanku.
Kupandangi foto itu dalam2. Mencoba merasakan bagian mana dari dirinya yang membuatku cinta sama dia. Aku nggak tau. Yang aku tau, setelah dia masuk ke hatiku, nggak ada lagi tempat buat yang lain.
"Foto siapa nih?"
Bani tiba2 muncul lalu merebut foto Kanchi dari tanganku. Aku sering mikir, cowok satu ini makhluk sejenis apa sih? Demen banget muncul tiba2. Dan suka seenaknya.
"Bani..balikin!!"
Aku berusaha merebut kembali foto itu. Tapi yang namanya kekuatan cewek mana bisa nandingin kekuatan cowok. Aku hanya bisa pasrah saat Bani membalik foto itu dan melihat apa yang pernah aku tulis disana.
...sebutlah aku bodoh karena tak ingin mengeluarkanmu dari hatiku..katakanlah aku gila karena cinta ini terus tumbuh meski tak tau akankah terbalas. Ini hatiku. Ini cintaku. Bertahan untuk satu cinta, satu hati, satu nama yang sama. Dulu, kini dan nanti...
Kayaknya akan ada Adit kedua. Bani juga pasti bakal ngetawain aku. Hari gini masih ada cewek bego yang cinta mati sama satu cowok. Tapi aku nggak perduli. Bodo amat mau ketawa kek, ngehina kek, toh ini hatiku. Nggak ada hubungannya sama dia.
"Ketawain aja gue!" Ujarku sewot.
"Siapa juga yang mau ngetawain lo?"
Bani melirikku sambil mengulum bibirnya menahan tawa. Dan sumpah yah, itu jauh lebih nyebelin ketimbang dia tertawa terbahak2. Aku memanyunkan bibirku tanda kesel.
"Co cuit banget cih ni cewek". Ujar Bani menirukan suara anak kecil sambil mencubit pipiku.
"Sakit tau!". Protesku mengelus2 pipiku.
"Lo cewek terhebat yang pernah gue kenal." Suara Bani berubah serius.
"Bukan kebodohan apalagi kegilaan kalo kita setia sama satu cinta. Itu namanya KETULUSAN. Dan cowok difoto itu beruntung banget dicintai sama lo." Lanjutnya lalu mengacak rambutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Luphy Love
FanfictionCinta adalah anugerah terindah dari Sang Maha Pencinta. Hadir dihati siapapun yang diingini. Tak memandang usia, status, derajat, atau apapun itu.