Seperti biasa, pagi inipun pak Umar mengantarku sampai ke gerbang sekolah.
Datang ke sekolah setelah insiden itu memang bukanlah pilihan yang gampang. Kejadian di kantin kemarin pasti menjadi topik pembicaraan ramai di pagi ini. Tapi mau gimana lagi, masa iya aku harus bolos gegara masalah nggak penting.
Di sepanjang koridor yang kulewati semua orang menatapku dengan aneh. Ada yang mencibir, ada pula yang memandang remeh.
Ini bukan hanya tentang aku dan Queen tapi ada Alian juga. Mungkin untuk semua siswi disini bahkan termasuk Queen, sosok Alian seperti seorang pangeran dari negri antah berantah. Nyata tapi tak tersentuh.
Dia diidolakan banyak cewek namun tak ada yang bisa memilikinya bahkan seorang Queen sekalipun.
Kemunculan Alian dikantin, menolongku dan bersikap manis padaku telak membuat para fansnya iri bahkan sampai benci padaku.
Nyaliku mulai menciut. Tatapan2 sinis itu seolah menghakimiku. Masih mendingan tatapan mereka waktu aku baru pertama kali menginjakkan kakiku di sekolah ini. Kali ini mereka seperti ingin menerkamku.
"Angkat dagu lo!"
Lagi2 Bani muncul tiba2 di sampingku. Dia mengangkat daguku dengan telunjuknya lalu tersenyum.
"Nunduk cuma bikin lo kelihatan lemah dan gampang ditindas". Bisik Bani merangkulku sambil berjalan.
Untuk pertama kalinya aku pasrah dirangkul Bani. Dia datang sebagai dewa penolong untukku. Tangan hangatnya seolah menambah kepercayaan diriku untuk menghadapi dunia.
"Lo tau yah kejadian di kantin kemaren?" Tanyaku sedikit heran.
Waktu peristiwa di kantin kemarin terjadi, seingatku nggak ada Bani deh di sana. Dia lagi sibuk ngurus osis, namanya juga ketua osis baru. Apalagi katanya bakal ada event tahunan bentar lagi.
"Ya taulah. Apa sih yang gak gue tau tentang lo!" Celetuknya mengacak pelan rambutku.
Terkadang sekilas terlintas pikiran aneh di otakku saat aku lagi berdua sama Bani. Sikapnya yang manis dan terkesan sering menggodaku membuatku mengira dia lagi pdkt sama aku.
Tapi rasanya nggak mungkin juga sih Bani cinta sama aku. Bukan bermaksud merendahkan diriku sendiri dan merasa tidak pantas dicintai, namun aku bukan orang yang percaya adanya cinta pada pandangan pertama. Menurutku cinta itu butuh proses. Dan nggak bisa hanya dalam waktu seminggu dua minggu.
Lagi pula mungkin ini hanya pikiran geerku saja. Bani itu cowok yang baik jadi wajar saja kalau sekarang ini dia ngelindungin aku secara aku ini teman sekelasnya.
Sampai di kelas, Tita dan Nadia langsung menghampiriku bersamaan dengan seisi kelas yang sudah bersiap menyerbuku yang masih berdiri di depan pintu. Apalagi kalau bukan ingin meminta penjelasan akan peristiwa kemarin.
Ada yang nanya knapa aku bisa nyari ribut sama cewek angkuh itu, ada pula yang nanya gmana rasanya disiram depan umum padahal gak lagi ulang tahun. Tapi lebih banyak yang kepoin Alian sih, termasuk Tita dan Nadia sahabatku.
Sumpah pusing banget denger mereka pada nyerocos gak jelas. Udah kayak suara laler ijo ngerubungin sampah.
"Bagian lo nih! Yang kuat yang menang!" Bisik Bani lalu meninggalkanku ditengah kerubungan manusia.
"Stoooop" teriakku menghentikan semua kebisingan disekelilingku.
Aku nyengir melihat mereka semua menutup kuping. Sekedar info ye..imut2 gini suaraku bisa ngalahin suara toa masjid. Jadi jangan macam2 hehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Luphy Love
أدب الهواةCinta adalah anugerah terindah dari Sang Maha Pencinta. Hadir dihati siapapun yang diingini. Tak memandang usia, status, derajat, atau apapun itu.