Senin pagi aku sengaja berangkat lebih awal. Terasa seperti ada suntikan penyemangat, aku bergegas ke sekolah dengan perasaan gembira.
Sejak malam minggu itu hingga semalam aku dan Alian semakin akrab saja. Meski alasan kenapa Alian berubah dari dirinya yang hangat menjadi super dingin lalu kembali menghangat tetap tak terjawab, aku nggak peduli.
Yang aku kenal adalah Alian yang sekarang. Alian yang hangat yang nggak ada lagi kebekuan di dalam dirinya.
Aku merasa semakin betah tinggal di rumah tante Regi. Di rumah itu, aku punya dua tempat favorit. Gazebo dan balkon kamarku. Karna di kedua tempat itu, sudah dua malam ini kuhabiskan dengan penuh kegembiraan bersama Alian, sahabatku.
Kepagian berada di sekolah dihari senin bisa bikin orang mati kebosanan. Siswa siswi yang sudah ada di sekolah hanya beberapa orang. Kurang dari sepuluh sepertinya, itu juga sudah termasuk aku.
Dan sebagian besar dari mereka adalah orang2 rajin yang pelit. Rajin ke sekolah namun pelit di suara.
Sama seperti salah seorang siswa di kelasku. Fikri namanya. Dia terkenal murid paling rajin kesekolah tapi paling malas ngomong. Pendiam. Suaranya hanya terdengar saat di absen atau ditanyai guru.
Ketika aku masuk ke kelas, sudah ada Fikri di sana. Aku tersenyum kearahnya sekedar menyapa lalu menaruh tasku di atas meja dan keluar ke koridor depan kelasku.
Koridor ini cukup strategis. Dari tempatku berdiri aku bisa melihat beberapa bagian dari sekolah ini.
Lapangan olahraga, gudang tempat penyimpanan alat olahraga, ruang BP, ruang UKS, parkiran, bahkan gerbang sekolah juga masih terlihat dari sini.
Sejak berdiri di sini, mataku terus fokus ke arah gerbang sekolah. Mengamati setiap orang yang melewatinya. Mencari2 sosok seseorang yang ingin kulihat pagi ini.
Aku melihatnya masuk melewati gerbang itu menuju ke parkiran. Hampir semua mata memandang ke arahnya. Ada yang tak biasa dengan Alian.
Aku tersenyum puas melihatnya hari ini. Alian tak lagi mengenakan jaket kulit berwarna hitam kesukaannya. Dia memakai jaket hoodie berwarna biru. Jaket yang aku pilihkan saat kami jalan ke mall kemarin.
"Pagi cantik!" Seru Bani, merangkul pundakku.
Entah datang lewat mana makhluk usil yang bertittle sahabatku ini. Dari tadi aku liatin gerbang tapi seingatku nggak ngliat dia deh. Sekarang tiba2 udah nongol aja dimari.
"Bani...apaan sih!".
Aku segera menepis tangannya dari pundakku dan kembali melihat ke arah parkiran. Alian sudah tak ada di sana, mungkin sudah masuk ke kelasnya.
Aku masih tersenyum. Di perutku masih terasa seperti ada kupu2 yang menggelitik membuatku ingin selalu tersenyum.
"Idih...marah tapi senyum2..cieee ada apa nih?" godanya sambil mencolek pipiku.
Aku lagi males ngeladenin ledekannya jadi aku hanya memajukan mulutku, manyun.
Kesan pertama yang kutangkap dalam diri Bani dulu yang sopan dan bersahaja, udah nguap entah kemana. Akrab sama Bani, aku lebih mengenali sisi lainnya.
Dia gak jauh beda sama Adit. Demen banget gangguin aku. Yah tapi paling tidak rada mendingan si Bani sih ledekannya suka lucu, ketimbang Adit yang jatuhnya bukan ngeledek lagi tapi udah taraf ngebully, suka nyelekit kata2nya.
"Kayaknya ada yang lagi jatuh cinta nih! Pasti sama gue, cowok tertampan dan termanis di sekolah ini" tebak Bani dengan gaya sok coolnya.
Aku nunduk sebentar lalu memutar badan menghadap Bani. Bisa kulihat perubahan mimik wajahnya ketika kedua tanganku menyentuh kedua pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Luphy Love
FanfictionCinta adalah anugerah terindah dari Sang Maha Pencinta. Hadir dihati siapapun yang diingini. Tak memandang usia, status, derajat, atau apapun itu.