Terbungkam Malam

296 16 9
                                    

Kulangkahkan kaki menuju jendela besar di sisi kanan kamarku, kubuka perlahan dan mulai memposisikan diri duduk di kursi tua yang terletak didekatnya. Kunikmati setiap hembus angin yang menerpaku, kupejamkan mata hingga aku merasa hening mulai menggelayutiku...

Decitan jendela yang terhuyung angin memenuhi rongga telingaku, tak ada lagi suara selain deru pendingin ruangan yang menggeretku dalam kesendirian.
Aku enggan beranjak, pikiranku mulai melayang. Membayangkan betapa indah suasana London di malam hari...

Suara pintu terbuka dan sukses membuyarkan khayalanku.

Tak ada lagi suara selain ketukan sepatu yang beriringan mendekat. Aku masih tak bergeming karna kuyakini bahwa yang datang adalah ayah. Sekarang Ayah pasti sedang menatap makanan di meja yang sengaja tak kusentuh. Sungguh aku tidak berhasrat menyentuhnya!!

"An..." Ayah mulai bersuara. "Anna, kau mendengar Ayah bukan?" Suara ayah mulai tak sabar. Dengan gugup kubuka mataku, dan menatap apapun yang entah itu apa.
"Mengapa makanannya belum kamu sentuh?" "Aku tak merasa lapar Ayah." Jawabku datar, demi menutupi ketakutanku. "Sampai kapan An kau terus begini? Bu Ester mengatakan kau juga tak mau belajar. Apa maumu????" Ayah mulai naik pitam. Aku membenarkan perkataan Ayah. Apa sebenarnya mauku? Aku ingin bebas dan menghirup udara segar seperti Yuna. Menjadi gadis remaja bahagia di usiaku.

Mengenai Bu Ester, dia adalah Guru privatku. Dia telah mengajar sejak aku berusia 9 tahun, lebih tepatnya sejak duniaku berubah. Bukan aku tak ingin belajar, tapi aku ingin menunjukkan pada Ayah bahwa aku benar-benar bosan.

"An jawab pertanyaan Ayah!" "Aku tak lapar yah, aku juga tidak ingin belajar. Aku hanya ingin hidup normal seperti gadis 17tahun lainnya" suara terdengar seperti berbisik, namun ku yakin Ayah dapat mendengarnya. "Kau ingin mati diluar sana hah? Apa susahnya menuruti kemauan Ayah? Jika kau terus memberontak, berhentilah jadi anakku!!!!" Hatiku mencelos mendengarnya. Lagi-lagi Ayah mengatakan itu padaku.

Tak menunggu lama, aku merasa tangan kekar milik Ayah mulai mencengkeram dan menyeret tanganku "Ayah kumohon hentikan" tak terasa air mataku meleleh begitu saja. Tangan rapuhku mungkin sudah merah saat ini, namun hatiku lebih sakit daripada fisikku. "Ayah...." suaraku bergetar, isakan tak dapat lagi kutahan. Aku sangat takut pada Ayah, sosoknya terlalu menyeramkan. Namun aku juga tak bisa terus bertahan dalam kurungan Ayah ini. Oh Tuhan tolong aku--

Tibalah kami disini, yang kuyakini adalah taman belakang rumahk. Taman penuh bunga Daisy kesayangan ibu. Ayah melepaskan tanganku.


Dan tersungkur sudah aku disini, hatiku terasa perih. Ayah tega melakukannya padaku.

Kudengar helaan nafas kasar milik Ayah. "Kau akan terus merasakannya bila tak mau menurutiku"
"Ayah aku hanya ingin bebas. Apa salah jika aku ingin seperti Yuna?" Jawabku dengan sekuat tenaga yang masih aku punya.
"Yuna lagi, yuna lagi. Kau beda dengan Yuna An! Jadi jangan berharap bisa sepertinya"
" Tapi apa salahku Ayah? Aku yakin bisa beradaptasi dengan mereka"
"Beradaptasi katamu? Apa iya mereka mau berteman dengan gadis buta sepertimu?"

Deg. Seperti disambar petir, perkataan Ayah mampu membuatku hancur seketika.
Ayah telah pergi, dan tinggalah aku disini bersama kepedihanku.

Tetesan air hujan mulai membasahi tubuhku, sepertinya alam ikut merasakan kesedihanku. Tubuhku bergetar menerima dinginnya malam kelabu ini. Hujan terus mengguyur tanpa melihat aku yang tersungkur disini, aku tak berdaya lagi. Tak ada tenaga untukku menopang tubuh rentan ini.

Terisak dalam diam. Hanya itu yang mampu aku lakukan. Hingga kesadaran itu perlahan mulai menelanku......

------------------------------------------------------
hai readers. maaf kalau feelnya nggak dapet atau mungkin kurang greget. hehe ini novel perdana aku jadi maklumin yah kalo abal-abal. jangan lupa tinggalin komen ya? votenya juga readers, wkwk. makasih udah mau nyempetin waktu buat baca. selamat menikmati
~nabila


tears AnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang