Angsa Kertas

82 6 0
                                    

Halooo, hadir lagi authornya!

ada yang kepo nggak sih sama cerita ini? Hm? Jawab dong. Biar akunya nggak baper. Eaaak lebay!

Oke back to story, enjoy!

*****

Sebulan setelah hari kematian Yuna, aku masih enggan beranjak dari dunia lamaku. Aku masih betah berlama-lamaan dikamar. Meratapi kemalang hidup yang sedang menimpaku. Larut dalam kepergian Yuna yang meninggalkan sejuta kejutan.

Tentang Ayah, entah kemana Ayah saat ini. Yang kutau dia sedang ada perjalanan dinas, itupun kata kepala Maid.

Kusisir rambut panjangku perlahan, sambil memandang taman diluar jendela. Kursi goyang yang kududuki membuat kantuk menyerangku, sungguh An ini masih pagi!

Ceklek. Suara pintu terbuka. Aku tak berbalik karna kutau itu pasti Tabia yang menyuruhku untuk segera mandi.

Aku masih terus bersisir dengan pandangan terfokus pada kosong.

"Jika kau sisir terus seperti itu, rambutmu akan rontok" deg. Jantungku melompat! Siapa lagi kalau bukan Lexi, temanku hanya dia dan Cellia. Hmmmm

"Eh, apa yang kau lakukan disini?" Jawabku sedatar mungkin demi menutupi segala kegugupanku. Aku tak memandangnya. Menduduk dengan rambut yang menutup sebagian wajahku.

"Kau tetap cantik dengan rambut seperti apapun. Kita akan keluar hari ini, cepatlah mandi. Aku menunggumu." Ucapnya sembari mengelus rambutku, oh tuhan pipiku memanas. Dia sudah keluar dan aku bernafas lega untuk itu.

15 menit waktu berlalu dan aku sudah siap. Kurasa tidak baik membuat seorang tamu menunggu.

Dengan dress sebawah lutut berwarna hijau, dan sepatu cats warna senada juga rambut yang kukepang aku turun kebawah. Baru kali ini aku memandangi rumahku sendiri. Tak banyak yang berubah namun tetap saja semua terasa indah bila kita bisa menikmatinya.

"Kau ingin minum apa?" Tanyaku saat sudah berada didekatnya.

"Eh, kau sudah siap" dia mendekatiku dengan tatapan tajam seolah menelanjangiku dengan matanya.

"Kau cantik An" blush, pasti aku merona lagi.

"Kita akan sarapan diluar, ayo. Aku sudah izin pada Ayahmu" ayah? Bahkan aku tak tau bagaimana keadaannya.

Dia menggandengku tanpa mempedulikan kegugupan yang sangat jelas ini. Sikapnya begitu manis, dia membukakan pintu mobilnya padaku dan mulai memecah jalanan, meninggalkan kota menuju pedesaan. Yah sejauh ini aku tau itu.

Kuregangkan tanganku keatas perlahan dan mulai menikmati hangatnya pagi. Untuk pertama kalinya aku menikmati pemandangan seindah ini setelah sekian lama. Rambutku mulai berterbangan menutupi wajahku. Dan kurasa kecepatan mobil ini berkurang dan menepi. Apa kita sudah sampai?

Aku menoleh pada Lexi, Oh tuhan dia sangat tampan! Dengan rambut kecoklatan yang terpangkas rapi, juga kemeja putih yang menempel dibadannya membuatnya terlihat begitu sempurna. Matanya menyiratkan keteduhan yang dalam, semua yang melihatnya pasti akan jatuh dalam peluknya. aku yakin itu.

"Berhentilah mengagumiku seperti itu An, berbaliklah" aku menuruti perintahnya dan yang kurasakan berikutnya adalah nafasnya yang dekat dengan tengkukku. Dan rambutku disapu lembut olehnya, aku menegang tapi kucoba menetralkan jantungku. Dia mengepang rambutku dengan cepatnya. Seakan itu bukanlah hal baru.

"Sudah selesai. Berbaliklah"

"Terima kasih"

"Sudah seharusnya seorang pria seperti ini kan?" Tanyanya sambil mengedipkan mata. Aku masih terdiam mencerna kalimatnya dan mobil itu melaju lagi.

Suasana sekarang sangatlah berbeda dengan tadi, hanya suara ilalang yang bergoyang.

"Kita sudah sampai An" dia turun dan langsung membukakan pintu untukku.

Dia berjalan mendahuluiku dan aku mengikutinya. Aku terkejut dengan apa yang ada dihadapanku saat ini. Sebuah restoran dengan danau yang membentang dibelakangnya. Sangat romantis eh?

"Kau suka An?"

"Eh iya aku suka Lex, ini sangatlah indah. Terima kasih."

"Samasama An, duduklah" dia menghelaku duduk, dan mengikutiku memandang sekitar.

"Bagaimana bisa kau membawaku ketempat seindah ini?"

"Aku menyiapkannya khusus untukmu, An"

"Apa? Kau menyiapkannya Lex? Semua angsa kertas ini? tempat indah ini?"

"Ya semua semua kecantikan ini pantas untuk gadis secantik dirimu"

Lexi pun tertawa, begitu juga Anna. Perkataan Lexi sudah seperti seorang pujangga.


Dan tanpa mereka sadari ada sepasang kilatan mata membunuh dari seseorang yang mengikuti mereka sejak awal.

"Aku tak akan membiarkan Lexi diambil dariku untuk yang kedua kalinya. Tidak ada yang bisa memilikinya kecuali aku" orang itupun berlalu pergi dengan sejuta dendam yang terlanjur tertanam.

***********

Gimana? Mau lanjut nggak? Aku mah swante, tergantung yang baca. Masih minat apa enggak.

Ketemu lagi di next part guys-

~13 februari 2016

tears AnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang