7

378 35 0
                                    

"Kau lihat anak cowok berambut cokelat disana? Itu Connor, yang disebelahnya itu Travis. Karena kau belum diakui, kau bisa makan disana dengan kabin Hermes." jelas Piper panjang lebar.

"Uh, baiklah. Terima kasih, Piper." 

Saat Piper berlalu, Jean mulai berjalan menghampiri meja makan kabin Hermes. Ia tahu bahwa makan malam belum dimulai, tetapi meja makan kabin itu sungguh kotor. Ralat, sangat kotor. Mulai dari bungkus permen, kain kotor, air yang tumpah, dan sebagainya. Jean jadi merasa agak mual dan mulai berpikir, apakah mereka selalu makan dengan kondisi seperti ini?

Tapi, tentu saja mengumbar itu tepat di depan mereka bukanlah hal yang bagus untuk dilakukan. 

"Hai. Em, aku Jean. Apa kau Connor?" katanya pelan.

"Kau pendatang baru, ya?" Jean mengangguk.

"Kalau begitu, kau bisa makan disini. Maaf meja kami agak kotor," Connor nyengir.

Sejak lahir, Jean tidak bisa makan dengan kondisi begini. Ia selalu merasa ingin mengeluarkan isi perutnya jika ada sampah di dekatnya. Jadi, ia akan mengambil satu tindakan heroik agar ritual makannya bisa berjalan dengan lancar.

"Berikan plastik yang kau pegang itu. Akan kubuang sampah - sampahnya," ucap Jean pada saudara Connor, Travis.

Travis langsung memberikan plastik itu dengan heran ke Jean. Dengan agak jijik, Jean memungut sampah - sampah itu dan memasukkannya ke dalam plastik di tangannya. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Jean untuk membersihkan meja makan yang cukup besar milik kabin Hermes.

"Aku harap kau bisa menjadi anak Hermes. Kau pasti akan selalu membersihkan kabin kami!" ucap Connor, lalu Travis memukulnya di bahu.

"Kau ini bagaimana, sih? Anak Hermes tidak mungkin rajin begini! Kalau kutebak, kau cocok jadi anak Aphrodite."

Jean berjengit. Selama Annie menceritakan kisah dewa - dewi Yunani kepadanya, ia bersiasat tak akan pernah mau menjadi anak dari Dewi Cinta. Ia merasa anak - anak Aphrodite adalah anak yang manja dan sangat perempuan. Dan ia sangat membenci anak - anak seperti itu.

"Tidak deh, terima kasih." 

"Ayo duduk. Makan malam akan segera disajikan." Connor menunjuk kursi di depannya.

Tak sampai semenit, berbagai hidangan yang super lezat diantarkan ke meja mereka.

"Bagaimana cara memesan itu?" tanya Jean penasaran. 

"Tinggal bayangkan saja makanan favoritmu." anak perempuan di sebelahnya menjawab.

Jean rasa itu lelucon. Mana mungkin makanan favoritmu akan datang begitu saja dan muncul di hadapanmu kurang dari semenit? Ia lalu mencoba membayangkan spaghetti di depannya. Saat ia membuka mata, satu spaghetti super lezat sesuai bayangannya dibawakan oleh angin ke mejanya. Tepatnya bukan angin, tapi pelayan super-cepat.

"Wow. Sangat menarik."

Saat ia memakan spaghettinya, Jean jadi ingat neneknya. Sejak beliau meninggal dua tahun lalu, Jean selalu berusaha untuk tidak pernah memakan spaghetti. Itu hanya akan membuatnya rindu dengan neneknya. Tapi, Jean tidak tahu kenapa ia malah membayangkan spaghetti.

"Hey!" teriak Piper. "Jangan melamun!"

Jean hampir saja menusuk Piper dengan pedang barunya. "Kau mengagetkanku,"

"Mau lihat pertandingan voli antar-kabin?"

"Apa?" Belum sempat Jean bertanya lebih lanjut, Piper sudah menarik tangannya.

Jean melihat lapangan voli yang tadi sore ia lewati. Perbedaannya, sekarang sudah malam dan ada banyak sekali anak yang berkumpul di sekeliling lapangan itu. Ia melihat papan skornya. Kabin Apollo dan kabin Demeter sedang bertanding.

"Ck, pertandingannya belum seru. Ayo kita kesana. Ada Annabeth juga." Jean terlalu lamban berpikir siapa itu Annabeth.

Mereka duduk di dekat pohon, tempat dimana ada Annabeth, Percy, dan Jason.

Piper langsung berbincang - bincang dengan pacarnya, anak Jupiter. Sementara itu, Jean masih memikirkan ibunya. Saat ia hendak membuyarkan lamunannya sendiri, riuh ramai dan tepuk tangan sudah terlebih dulu membuatnya terkejut. Rupanya, kabin Apollo berhasil mengalahkan kabin Demeter.

Piper tiba - tiba menyenggol lengannya.

"Annabeth ingin bicara padamu." Lalu, Piper dan Jean bertukar posisi. Kini, Jean tepat disamping cewek yang disebut Annabeth.

"Jeanice, ya? Senang bertemu denganmu." Jean hanya tersenyum kecil.

Annabeth sepertinya menyadari ada yang tidak beres pada Jean.

"Apa itu? Ceritakan padaku." 

"Apanya yang apa?"

"Kau sedang dalam masalah. Aku bisa melihat lewat wajahmu. Ceritakan padaku."

Jean tidak tahu, tapi rasanya gadis ini bisa membuatnya tenang. Setelah berpikir sejenak, Jean berniat untuk memberi tahu Annabeth, gadis yang baru ia kenal malam ini, tentang semua yang ada di dalam benaknya. Padahal, Jean tidak pernah menceritakan itu kepada siapapun, bahkan pada Annie sekalipun. 

Jean hanya berharap perasaannya akan membaik setelah bercerita kepada Annabeth. []




Seriously?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang