14

368 38 3
                                    

Jean terlonjak dari tempatnya berdiri.

Ke Rumah Besar? Dengan kondisiku yang seperti ini?

"Nah, ayo!" Annie menarik tangannya.

"Eh, Ann," Jean menunjuk ke arah pantatnya. "Aku tidak bisa berjalan normal, apalagi berlari?"

"Oh." Annie menggumam, sambil memikirkan sesuatu.

"Kalau begitu, kita jalan pelan - pelan saja."

Tadinya, Jean pikir Annie bakal mempersilakan Jean untuk istirahat saja. Tapi, ternyata tidak. Kalau diberi tumpangan gratis lagi, sih, tidak masalah. Tapi masalahnya, Will tidak kelihatan sejauh mata memandang. Apa yang kau harapkan, Jean? Tentu saja kau tidak bisa melihatnya. Ini kan sudah malam!

Jean melihat ke arah kasur Percy. Masih kosong dan bersih. Artinya, Percy tidak memasuki kabin sore ini. Kalau Percy ikut ke pertemuan itu, berarti itu sangat penting. Jean tidak bisa melewatkan sesuatu yang penting.

"Baiklah," 

Setiap langkah rasanya seperti melewati pecahan kaca. Sakit sekali. Jean berusaha menahannya. Mimik mukanya juga sangat tidak terkondisikan. Meringis setiap kali melangkah dan sesekali mengeraskan rahangnya. Kalau sekarang ia sedang dipotret, Jean yakin wajahnya bakal jadi urutan teratas di situs 'Wajah Terkonyol para Demigod'.

Dari yang hanya membutuhkan waktu tiga menit untuk sampai ke Rumah Besar, Jean yakin perjalanannya yang bahkan belum sampai setengahnya sudah mencapai waktu sepuluh menit, walau Jean kurang yakin menghitungnya.

Jean berharap mendapat tumpangan saja. Berjalan seperti ini benar - benar membunuhnya secara perlahan.

"Butuh bantuan?"

Terpujilah Dewa - Dewi!

"Will? Eh, kau kok tiba - tiba bisa disini?" tanya Annie kebingungan.

"Dia disini untuk membantuku, bukan begitu, Will?" ucap Jean kelewat girang.

"Mungkin kau perlu kurangi rasa percaya dirimu, Nona. Aku hanya ingin membantu Annie melakukan pekerjaannya."

Jean memberengut seketika.

"Memangnya, siapa yang mau menggendong seorang gadis sepertimu? Lagipula kau juga berat." lanjut Will.

Jean memberengut lagi. Kali ini ditambah dengan tatapan mata yang mematikan. Jean bahkan tidak tahu dia punya tatapan seperti itu. Tapi, disinggung tentang badannya? BIG NO. Jean ini bisa dibilang malah kelewat kurus. Yah, tidak kurus - kurus amat, sih.

"Baiklah, Tuan Sok Pintar, terserah kau saja." Jean kembali menaiki punggung Will.

Sesaat, ia melupakan kemarahannya pada Will. Digendong seperti ini sangatlah melegakan. Disamping kakinya tidak perlu repot - repot berjalan, ia bisa cepat sampai ke Rumah Besar tanpa bersakit - sakit seperti tadi.

Sementara itu, Annie mengikuti mereka berdua dari belakang. Ketara sekali Annie terburu - buru, karena Will berjalan sangat cepat. Saat sampai, Annie terengah - terengah. Berjalan mengikuti Will sama saja seperti berlari baginya.

"Nah, kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa, Annie!" 

Aku tidak disebutkan, nih? Baiklah.

Dari depan, Jean melihat seorang peremuan sedang membaca sebuah buku. Jean tidak yakin, tapi apakah itu berjudul 'Awal Mula Kehidupan'? Jean merasa aneh bisa membaca tulisan yang jelas - jelas merupakan huruf Yunani.

"Akhirnya kalian datang juga. Ada apa? Kok kayaknya lama?" tanya Annabeth, sambil menutup bukunya.

"Jean agak kesusahan berjalan." Annie menoleh ke arah Jean.

"Tadi aku jatuh dari pohon di dekat paviliun." 

Annabeth mengangguk - angguk dan menyuruh mereka berdua masuk.

Saat masuk, Jean harus dibantu oleh Annabeth dan Annie. Kalau tidak, ia bisa jatuh lagi dan pantatnya bakalan hancur seluruhnya. 

Di dalam, Jean melihat muka - muka familiar lagi. Percy, Piper, Jason, dan Reyna. Tapi, lagi - lagi ada dua orang asing yang duduk bersebelahan.

Saat Jean dibantu duduk oleh Annie, Chiron masuk sambil ditemani seseorang. Jean yakin itu bukan Pak D. Penampilannya sangat berbeda dari demigod. Apa mungkin dia dewa juga?

Chiron melirik Jean. "Kau baik - baik saja, Nona Staedy?" 

"Eh?" Jean berjengit. "Aku jatuh. Pohon."

Orang yang tadi berada di sebelah Chiron memberikan sesuatu untuknya. 

"Aku diberi pesan oleh Apollo untuk memberimu ini."

Tadi, anaknya yang memberikan pil. Sekarang, ia diberi sebotol kecil ramuan dari Apollo?

Karena tidak heroik jika menolak meminum saat semua orang memperhatikannya, Jean meminum ramuan itu. Matanya tertutup, menanti rasa pahit yang bakal dikecapnya. Tapi, tidak. Tidak ada rasa pahit. Hanya ada rasa madu yang manis.

Kurang lebih butuh waktu sepuluh detik agar ramuan itu bisa menyembuhkan pantatnya. Wow, benar - benar ramuan yang ajaib!

"Eh, makasih, em," Jean benar - benar tidak punya gagasan siapa pria itu.

"Kau benar - benar tidak tahu diriku? Padahal aku sudah pernah datang ke rumahmu. Omong - omong, aku Hermes. Dewa Pengantar Pesan." 

"Makasih, eh, Tuan Hermes." ucap Jean. 

Jean memutar pikirannya. "Jadi, Anda yang dulu memperingati saya?" Hermes mengangguk sebagai jawabannya.

Jean benar. Tidak mungkin itu hantu. Dan ternyata, itu adalah Dewa Hermes.

"Hermes berada disini menggantikan Apollo yang berhalangan hadir, karena, yah, hukumannya di Olympus." kata Chiron.

Saat Chiron mulai duduk ( yang Jean tidak tahu bagaimana caranya, mengingat Chiron masih mewujud dalam bentuk centaur ), Jean tahu kalau pertemuan bakal dimulai.

"Ini yang kutakutkan sejak Gaea dikalahkan dua tahun yang lalu. Suaminya akan bertindak." Hermes angkat bicara.

Jean sama sekali tidak tahu apa yang dibicarakan dewa di depannya ini. Suami dari Gaea?

"Tapi itu masalah lain. Kita tidak akan membicarakan itu sekarang, Pak Hermes." Ucap Chiron cepat - cepat.

"Kita punya masalah lain kali ini, yaitu hilangnya bulu domba emas di pohon Thalia." Chiron langsung meilirik Percy.

"Aku dapat visi yang sama seperti Jean."

"Lanjutkan." 

"Makhluk bermata satu itu, eh, Polyphemus. Tapi, pandanganku masih buram siapa demigod yang mengambil bulu domba emas itu untuknya."

"Apa kau tahu dimana tempatnya?" salah satu orang asing itu berkata.

"Tidak, Frank. Tapi, kurasa, tempat itu bukan di pulau Circe."

Mendengar nama Circe, Jean bisa melihat Annabeth bergidik di sebelah Percy.

"Tempat itu lebih jauh dan memancarkan kekuatan keji, kurasa." Percy kembali memandang Chiron.

"Mau tidak mau, kita harus mengambilnya. Kalian tahu 'kan, bulu domba emas itu sangat kuat? Bahkan itu hampir membangkitkan Kronos." 

"Tapi, Hazel, kita tidak tahu dimana tempatnya." balas Chiron pada cewek berambut keriting.

Semua orang di ruangan itu mendadak diam. Suasana akan menjadi hening, sebelum Jean membuka mulutnya dan mengucapkan sesuatu.

"Kurasa aku tahu tempatnya." Semua orang kembali memandangnya secara intens.

"Kurasa itu berada di Pulau Anthemusa, dekat pesisir Italia."[]

Seriously?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang