9

412 40 1
                                    

"Nggak mungkin." ucap Percy pelan.

Jean berusaha menduga - duga nama makhluk yang kini berdiri 100 meter dari api unggun. Makhluk itu memiliki tinggi kurang lebih dua setengah meter. Kulitnya lebih mengkilap daripada emas ratusan karat dan juga tebal. Rambut - rambut cokelat pendek melingkari wajahnya yang ganas. Auman itu lagi - lagi muncul dan Jean sadar bahwa makhluk ini adalah seekor singa. Singa emas raksasa.

"Singa Nemea," ujar Piper. "Singa yang paling kuat."

"Gawat. Rupanya, dia sudah terlahir kembali."

"Kok bisa dia menembus penghalang perkemahan?" tanya Percy.

Chiron menjawab dengan cemas. "Satu kemungkinan, Percy. Ada yang tidak beres dengan pohon Thalia."

Pada saat itu juga, para pekemah mulai melarikan diri. Ada yang langsung menuju kabin masing - masing, berlarian tak tentu arah, dan menuju ke tempat yang tersembunyi di bawah tanah. Yang terakhir itu merupakan pekerjaan anak Hephaestus, tidak perlu diragukan.

Singa itu mulai berlari dengan kecepatan setara dengan moto gp menuju ke arah api unggun. Jean tidak punya ide lebih bagus selain ikut bersembunyi bersama Piper dibalik kabin Hecate.

Percy mencoba menghalau sang singa dengan pedang kesayangannya. Jean pikir itu akan membunuhnya, mengingat Percy sangat jago. Namun, Percy malah didorong oleh singa itu dan mendarat sejauh tiga meter dari tempat semula.

Singa itu mulai mengamuk dan meghancurkan apa saja yang ada di hadapannya. 

"Monster pasti memiliki kelemahan. Apa kelemahannya?" tanya Jean panik.

Piper berpikir sejenak–yang sulit dilakukannya mengingat banyak orang yang berteriak - teriak. "Dia tidak memiliki kelemahan kurasa."

'Oh, bagus! Sekarang, kita memiliki singa super-kuat yang enggak punya kelemahan.' umpat Jean dalam hati.

Sementara kabin Hermes dan Apollo mencoba melawan Singa Nemea, Jean melihat salah seorang pekemah yang malang dari kabin Hermes tersandung batu. Saat ia mencoba berdiri dengan susah payah, si singa sudah semakin dekat ke arahnya.

"Aku harus menyelamatkannya." Piper menoleh.

"KAU GILA, YA?! KAU BISA MATI!"

Jean mengabaikan nasihat Piper dan berlari ke arah pekemah malang yang tersandung. Ternyata, Singa Nemea jauh lebih menakutkan bila dilihat dari dekat. Jean tak perlu waktu lama untuk menghampiri pekemah itu. Lalu, ia membantu membopongnya menuju kabin terdekat.

Dan, Jean telah membuat Singa Nemea marah karena mengambil makan malamnya yang berharga.

Jean nyaris sekali menjadi Jean Cincang. Tapi untungnya, Annabeth mengalihkan perhatian si singa dan mengarahkannya ke Percy–yang entah bagaimana sudah siap menerima paket sebuah singa raksasa di dekat danau. 

"Ayo kesini, makhluk jelek!" teriak Annabeth. Si singa mulai terpancing dan berbalik arah.

Singa itu berlari ke arah danau. Jean hampir merasa kasihan saat Percy menhantam singa itu dengan kekuatan air berjuta - juta galon. Saat air mulai mengelilingi si singa, Percy mulai menyombong dan mengatakan, "Rasakan itu, dasar kucing nakal!"

Jean rasa singa itu tidak suka dengan berbagai jenis ejekan, karena begitu Percy mengejek, ia langsung mengaum dan menghancurkan perisai air yang dibuat Percy.

"A-apa?!" Percy tampak kaget selama beberapa detik. 

Sebelum singa itu menerkam, Percy sudah berlari. Ada untung dan ruginya. Untungnya, Percy tidak jadi dimakan si singa. Ruginya, Percy saat ini sedang berlari tepat ke arah Jean.

Segelintir pekemah yang Jean rasa masih ingin bertarung, kayak anak - anak Ares, melemparkan bebatuan super-gede ke arah singa itu. Dampaknya? Tidak ada. Goresan kecil-pun tidak ada. Akibatnya? anak - anak Ares mendapat hadiah singa seberat satu ton yang mengejar mereka.

Jean tidak tahu apakah anak - anak Ares bakalan terasa tidak enak, tapi singa itu berbalik arah menuju ke arah Jean dan Percy.

"PUNYA RENCANA, PAHLAWAN?" teriak Jean ke Percy sambil terengah - engah.

"LARI!" sungguh, sebuah rencana yang paling brilian.

Sayang sekali, keberuntungan tidak memihak ke arah Jean. Sekarang, malah ia yang tersandung dan terpeleset saat melewati genangan lumpur di dekat amfiteater. Sementara itu, Percy sudah jauh dan beberapa kali mencoba meneriakkan nama Jean, yang sebenarnya tidak membantu sama sekali.

Jean mencoba mengingat - ingat. Singa Nemea. Pernah dibunuh Hekules. Tapi, sayangnya, ia tak ingat bagaimana cara Herkules membunuh singa itu.

Si singa makin dekat ke arahnya. Saat ini, ia hanya membawa pedang yang tadi sore ditemukannya. Melihat pedang Percy terpental begitu saja saat mengenai kulit si singa membuat Jean tahu kalau singa ini kebal senjata, yang tambah menyusahkan.

Singa itu kian mendekat. Dan saat ia menerkam, Jean hanya bisa mengangkat tangan dan memalingkan wajahnya.

"JEAN!"

'Apa aku sudah mati?'

Nggak. Tentu saja dia belum mati. Jean percaya kalau dunia bawah tidak semestinya mempunyai langit yang memiliki bintang - bintang. Ia mulai membuka matanya pelan - pelan, sedikit berharap kalau singa itu sudah pergi mencari mangsa lain.

Dinding tanah setinggi tiga meter menghalangi pemandangannya. Ia sangat yakin bahwa tanah itu tidak ada saat si singa berusaha menerkamnya. 

"Ba-bagaimana? Kau? Tanah itu?" Annabeth menghampirinya dengan mulut menganga.

"Eh, tanah ini, aku?"

Annabeth mengangguk pelan. 

"Kok bisa? Aku malah nggak tahu. Kayaknya, aku nggak ngapa - ngapain."

Lalu, sedetik kemudian, Jean tersadar akan si singa. "Singanya? Bagaimana dengan singa itu?"

Ia melihat singa itu terbaring di balik tembok tanah dan Percy berusaha menusukkan pedangnya ke arah perut si singa. 

"Aku baru ingat! Hercules mencekik Singa Nemea ini untuk membunuhnya." ujar Annabeth tiba - tiba. "Bodoh sekali aku! Percy, lebih baik kau penggal pangkal lehernya." 

Percy mengangguk dan mulai mengayunkan pedangnya sesuai instruksi Annabeth.

Sring...

Terpenggal.

"Kau berhasil, Jean. Saat dia menabrak dinding itu, mungkin dia pingsan atau gegar otak. Jadi lebih mudah membunuhnya. Bagaimana caramu melakukan itu?" kata Percy.

"A-aku–"

Sebelum Jean berkata lebih lanjut, seluruh pekemah–yang tiba - tiba sudah berkumpul, melihatnya secara seksama. Apa mereka melihatku gara - gara insiden tanah tadi? Apa aku kelihatan keren?

Tidak rupanya. Mereka tidak datang untuk melihat bagaimana singa itu mati. Tapi, mereka datang dengan alasan yang lain. Seluruh mata sedang menatap ke pucuk kepalanya. 

Jean merasakan cahaya hangat berpendar di atas kepalanya. Tadinya ia berpikir kalau - kalau rambutnya terbakar atau apa, karena itu bakal sangat memalukan. Tapi, saat ia mencoba melihat, ternyata tanda itu. Tanda yang akhirnya muncul dan akan menunjukkan siapa orang tua dewanya. Lebih tepatnya, siapa ayah kandungnya.[]


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 

Hai! Author cuma mau ngasih informasi kalo mungkin beberapa bulan ini bakalan lebih jarang nge-publish ceritanya, soalnya author udah mulai masuk sekolah. Tapi tenang, ceritanya bakal tetep dilanjut! Have a nice day~







Seriously?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang