Dasar Jones

438 37 5
                                    

Nama : Yuliana Kasuma
Uname : Yuliana_Kasuma

Musim dingin tahun ini sudah memasuki akhir Desember. Salju sudah turun diikuti dengan udara dingin yang menusuk tulang. Di saat seperti ini, kita pasti butuh kehangatan. Kehangatan keluarga dan orang terdekat.

Tapi, sayangnya itu tidak berlaku untukku. Kenapa? Karena aku tinggal sendirian di luar negeri. Jauh dari keluarga. Sedih? Tidak juga. Biasa untuk hidup mandiri. Atau lebih tepatnya jones.

Aku kembali menatap salju yang turun. Duduk sambil memeluk lutut dengan secangkir coklat hangat di tangan. Aku melihat sekitar dari arah jendela.

Melihat pasangan berlalu lalang di luar. Mereka layaknya sandal, yang selalu berpasangan kemana-mana. Aku mendengus kesal.

"Iih! Gak tau orang jones lagi galau apa ya?" kataku mengomel sendiri.

Memang ini keinginanku untuk melanjutkan kuliah di Prancis. Entah kenapa aku memilih kesini. Padahal mama dan papaku mengharapkanku bersekolah di Jerman atau Australia.

Tok tok tok...

Aku terperanjat saat mendengar ketukan di pintu.

"Siapa coba yang namu dingin-dingin gini?" gumamku kesal. Aku langsung membuka pintu.

"Hai Felix!!" kata orang itu langsung berlari masuk kedalam rumahku.

"Gak tau sopan santun banget ya lo!" kataku kesal lalu menutup pintu cepat. Udara sangat dingin di luar.

"Gue kan disini ditugaskan untuk menjaga dan menemani elo."

"Jijay gue denger kata-kata lo. Terus, ngapain lo kesini?"

Rico malah tersenyum lebar.

"Bosenlah dirumah. Gak ada yang gue ajak ngobrol."

"Dasar jones!"

"Jones teriak jones."

"Emang gue jones kali!"

Rico terlihat berpikir lalu memperlihatkan cengirannya.

"Kitakan sepasang jones. Gimana kalo kita pacaran?" tanyanya sambil menaik turunkan alisnya.

Rico adalah sahabatku dari kecil. Aku bahkan sudah menganggapnya saudara sendiri.

"Ogah! Enak di elo, sengsara di gue!"

"Yah kok gitu sih? Lo gak mau pacaran sama orang ganteng?"

Rico itu jones akut. Makanya tingkahnya aneh tak terkira.

"Gak. Cari pacar gih sono!"

Tak ada pembicaraan lagi. Aku dan Rico seperti tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku sibuk memperhatikan salju di luar, sedangkan Rico sibuk menatap jendela. Tatapannya seperti kosong.

"Fel?"

"Apa?"

"Lo gak pernah suka sama cowok?" aku mengernyit bingung.

"Kok lo nanya begituan?"

"Jawab aja sih."

"Belum pernah sih. Kan kalo ada yang deketin gue, gue selalu bilang kalo lo itu pacar gue. Males gue." setelah itu keadaan kembali hening.

"Kalo gue suka sama lo gimana? Kalo gue sayang sama lo gimana?" aku langsung menatap Rico aneh.

"Lo kenapa deh? Sakit?"

"Gue serius, Fel." katanya lembut.

"Ya... gimana gitu. Maksud lo apaan sih?" Aku mendadak merasa canggung sendiri. Sikap Rico kali ini benar-benar aneh.

"Gue sayang banget sama lo dari dulu. Gue kira perasaan itu, cuma perasaan sebagai sahabat doang. Gue juga nyaman di deket lo. Kalo lo... gimana?" tanyanya lembut sarat akan rasa tulus.

"Ya..., gimana ya? Sama sih kayak elo. Gue juga nyaman di deket lo." kataku bingung harus mengatakan apa.

"Kalo gue pergi dari lo, atau gue pacaran sama orang lain. Lo gimana?"

"Kok lo ngomong gitu sih? Lo gak suka sahabatan sama gue?" suaraku mengecil. Aku merasa sedih saat Rico mengatakan hal itu.

"Bukannya gitu. Gue cuma tanya."

"Pokoknya gak boleh! Lo gak boleh pacaran. Entar gue gimana?"

"Hh.. Lo sebenernya suka gak sama gue?"

"Sukalah. Lo kan sahabat terbaik gue dari kecil."

"Coba pandang gue sebagai cowok biasa di mata lo, bukan sebagai sahabat." aku tambah bingung. Maksud Rico itu sebenernya apaan sih?

"Sumpah Ric! Gue gak ngerti maksud lo."

*****

Sekarang pagi-pagi buta aku berlari layaknya orang gila di lorong rumah sakit. Ada telpon dari pihak kepolisian yang bilang kalau Rico itu kecelakaan. Dia dirawat di rumah sakit ini.

"Rico!!" Aku langsung masuk saat melihat nomor kamar yang disebutkan resepsionis di depan.

Aku langsung mendekati Rico yang terbaring lemah. Dengan infus dan selang di hidungnya. Kepalanya juga diperban.

"Rico!! Kok lo bisa gini sih? Dasar jones peak!" kataku kesal. Padahal air mataku sudah tak terbendung lagi melihatnya begini.

"Rico, jangan bercanda ih! Gak lucu, bangun Ric! Bangun Ric..." akhirnya aku menangis tanpa bisa kutahan lagi. Sakit rasanya melihat sahabat yang kusayang terkapar lemah seperti ini.

"Oke. Kalo lo bangun, gue bakal lakuin apapun yang lo mau. Lo boleh pacaran sama siapapun. Atau lo juga boleh kok jadiin gue pacar lo."

"Tapi, please jangan kayak gini. Lo harus kuat. Karna gue gak mau kehilangan lo. Gue sayang sama lo. Gak peduli sebagai cowok atau sahabat. Yang jelas, gue sayang sama lo!!"

Aku tambah frustasi saat Rico tak bergerak ataupun merespon apapun. Oh Tuhan, tolong jangan ambil dia...

"Itu beneran kan?"

Aku langsung terdiam lama. Aku langsung menoleh ke arah Rico yang sedang tersenyum manis. Tanpa berpikir apapun, aku langsung memeluk Rico.

"Rico!! Please, jangan kayak gini lagi!" aku gak mikir apapun lagi. Yang jelas, aku gak mau kehilangan Rico.

"Lo beneran kan yang tadi?" Rico menaik- turunkan alisnya jail.

"Yang mana?"

"Yang katanya lo mau jadi pacar gue."

"Keknya gue gak ada bilang gitu."

"Jadi..., lo lebih suka gue tepar gini ya..?" Rico langsung keliatan sedih. Ampun aku gak tega.

"Eh eh enggak kok. Iya gue ada bilang gitu tadi..." mendadak aku merasa malu sendiri.

"Gue gak maksa lo jadi pacar gue. Gue mau lo ikhlas dan nerima gue tulus. Dan gue bakal tunggu hari itu."

Duh, kok Rico so sweet sih. Entah kenapa atau dimasukin setan apa, aku malah tiba-tiba mencium pipi Rico cepat.

"Dasar Jones."

Aku tersenyum mendengar pengertian manis Rico. Aku gak bakal sia-siakan kamu. Aku bakal jaga kamu. Dengan setulus dan sepenuh hatiku. Hingga aku mencintaimu dan hatiku hanya untukmu.

*****
Penggunaan 'di-' sama '-'

Salam

Winter in DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang