|| 03. ||

3.1K 159 7
                                    

Rana berjalan menuju kelasnya. Karena pelajaran Pak Jono telah selesai dan di gantikan bel istirahat. Koridor sekolah di penuhi dengan siswa yang lalu lalang dengan mayoritas ke katin.

Rana merasakan punggungnya diawasi karna di tatap terlalu intens oleh seseorang.

Sebetulnya, ia telah menduga siapa yang memandanginya kalo bukan...

"Hai cantik." Dialah Reno. Kakak kelas Rana. Kapten basket serta ketua Osis di sekolahnya.

Reno sangat terkenal di tiga angkatan sekolahnya. Pada hari valentine mungkin Reno yang memegang coklat terbanyak. Mengingat ia mempunyai fans tersendiri.

" Udah aku bilang jangan buntutin aku terus! Aku nggak suka." Rana menggerutu keras. Menatap kakak kelasnya lalu melihat sekitarnya. Waspada kalau ada yang membututi mereka.

" Siapa juga yang buntutin kamu?" Reno menaikkan alisnya sebelah. Terkikik melihat sikap Rana yang menggemaskan. Seperti maling yang takut ketahuan oleh kantip.

" Alah, alesan. Pokoknya jangan pernah munculin muka kamu di depan aku!" Nada Rana meninggi.

Reno ingin membelai rambut Rana namun cepat di tepis keras oleh Rana, Reno meringis kesakitan.

Rana menatap Reno garang, seperti Reno adalah ayam goreng yang siap di santap.

Menyinggung soal ayam, Rana jadi pingin makan es krim. Dikantin ada magnum, enggak ya?

" Enggak bisa. Ada princess disitu ada prince." Reno mengerlingkan matanya.

Heh, prince? Dia kira ini dunia fairtale apa? Dasar, pengumbar janji!

Rana berbalik dan meninggalkan Reno.

Reno hanya bisa menatap punggung Rana, baginya Rana sosok yang spesial untuknya, yang harus ia jaga dan ia sayangi. Tidak ingin Rana terdapat dalam masalah dalam konteks apapun.

Ia tau kalau Rana masih marah padanya karena tidak menjenguknya ketika sakit. Sebetulnya ia belum siap bertemu dengan ibunya Rana. Makanya ia memilih untuk tidak mengejar Rana.

"Sudah, banyak adek kelas diluar sana." kata panji menepuk bahu Reno.

" Nanti gue cariin deh bro. Eh, entar deng.." Panji sok mikir hingga dahinya berkerut.

" Tanpa di cari juga cewek mah udah ngantri sama lo, sob!" Panji tertawa keras tidak peduli tatapan banyak cewek-cewek yang menatapnya iri, Pasalnya sekarang ia sedang merangkul cowok big top di sekolah.

" Udah selesai?" Tanya Reno dengan muka datar.

Kalau bukan pada Rana, Reno hanya memasang muka datar atau istilah lainya flat, tidak berekspresi.

" Udah bos, " Panji memberi hormat pada Reno. ia menggulum ketawanya serta melepaskan rangkulannya.

" Kalo gitu nanti temenin gue ke kelas Rana" perintah Reno kepada Panji.

.

.

.

Rana POV

" Asik banget abis beduaan sama anak baru," sambut Ami tiba-tiba saat memasuki kelas.

"Apa?" Kataku marah, " Gegaanaaa tau. Bencana deket sama dia!"

"Iya nih lo mi, kasian kan Rana baru kena hukum Pak Joni." Dea merangkul bahuku. Kami pun berpelukan layaknya teletubies.

" Emang cuma Deyak yang mengerti gue." Kata ku sok mendramatisir kata-kata.

" Kalian tu gak tau aja sifat asli anak baru gimana. Pusing gue," keluh kesalku kutumpahkan kepada kedua sahabatku ini, cailah.

" Ih, nyulik start duluan, nih, PDKT-nya! Bagi-bagi info dong," cerocos Ami bersemangat.

Dea hanya diam.seperti biasa. Kadang aku heran pada Dea, emang kalau ngomong itu pakek kouta, apa? Kok kayak irit banget ngeluarin suara.

Aku mengakat bahu, " Aku hanya tau dia anak baru, banyak bicara......"

" Oh ya! Dan dia cowok." seru ku tiba-tiba pada akhirnya.

BUG.

Kepala ku di hantam pakek buku rumus-milik Dea- seperti buku telpon, " Kepala gue kok dipukul sih?" Bentakku protes kepala ku dipukul sama Ami.

Dan Dea hanya diam. Like usually. Yaelah, bantuin kek ini temennya barusan di aniaya.

" Yeee, semua juga tau kali Indra itu cowok!" Ami melolot pada ku.

Ampun deh, yang bilang Indra cewek siapa? Ini juga kenapa Ami kayak ngejer-ngejer Indra? Turun tahta, nih? Dari yang dikejar jadi mengejar.

"Yang bilang dia cewek juga siapa?" ucapku sesantai mungkin. Sakit urat lama-lama. Mana belum makan.

" Jadi lo gak tau beneran tentang indra?" Tanya Ami dan ku balas hanya gelengan kepala. Aku lapar, sumpah. Gojek masuk sekolah bisa nggak, ya?

" Gue rasa hanya elo yang gak tau asal-usul Indra deh."

Ayam bakar rasa madu boleh juga, tuh. " Deyak paling juga gak tau." Aku mengajukan pembelaan lalu berkhayal makanan lagi.

" Gue tau kok siapa Indra. " tiba-tiba Dea bersuara.

" Tuh, Deyak aja tau kan." ada senyum bangga di wajah Ami.

" Indra itu pindahan dari luar negeri, kalo gak salah New Yorks deh, terus dia jago main basket. Waktu kemaren olahragaa dia tu kece-pekek-banget. Yakan dey?" Ami menyikut bahu Deyak.

Cih, Ami seperti mempromosikan Indra di biro jodoh. Buat apa coba jelasin panjang lebar kayak jalan tol dengan aku? Apa peduli ku?

" Hmm. Bener kok kata ami. Gak cuma itu, dia pun pinter saat belajar." ada kilatan kekaguman terpancar dimata sipit Dea.

Mulutku menganga berhenti mengkhayal makanan. Tidak percaya bahkan Dea pun terpesona dengan makhluk yang bernama Indra! Tiba-tiba alarm dalam otak ku menyala menandakan tanda bahaya!

" Cowok yang mencolok, hmm.. gue mau makan sayur asem, Kantin yuk!" akhir dari penutup pembiaraan kami.


KiRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang