||21.||

1.7K 85 6
                                    

" Kalian hari ini kita akan memulai praktek anatomi hewan." Jelas Pak Andre didalam ruang LAB Biologi. Sebagian anak mendesah kecewa dan sebagiannya berteriak malas.

" Huss, kalian ini apa-apaan. Kita hanya membelah katak! Ini akan menyenangkan. Ayo, anak cowok bawa katak-kataknya." Perintah Pak Andre, beliau berjalan mengambil akuarium dibantu dengan beberapa anak cowok.

Aku merinding geli melihat makhluk berlendir dengan warna kehitaman dan mata yang besar serta lidahnya yang suka menjulur keluar itu melompat-lompat.

Indra hanya terkekeh geli melihat wajahku yang saling melotot dengan katak di dalam sana.

" Lama-lama lo bisa buat katak itu mati sebelum kita mutilasi," ucapnya masih ketawa.

Dea juga hanya tertawa mendengar candaan Indra. Aku tidak mengerti kenapa Dea selalu ketawa mendengar humor receh yang dilemparkan Indra.

Aku melirik Indra sinis seraya mengambil pisau bedah di atas meja, " Gimana lo aja yang gue mutilasi?" ucapku mengacungkan pisau didepan Indra.

" Whooaaa, Ran, makin hari lo makin cinta aja sama gue. Entar lo nangis kalo gue mati duluan." Katanya dan terkekeh saat aku menginjak kakinya dibawah meja.

Aku tidak paham lagi sama Indra sekarang. Bukannya kesakitan malah kesenengan. Emang udah gila itu orang.

Oh, iya. Aku sekelompok dengan Indra dan juga Dea pada pratikum ini.

" Ayo, setiap kelompok mengambil dua katak. Setelah itu kalian bisa langsung membelahnya mengikuti petunjuk yang berada di buku cetak kalian." Ucap Pak Andre mengelilingi rungan.

" Siapa yang mau ngambil kataknya?" tanya Dea pada kami.

"Gue aja," Indra bangkit dari tempatnya dan berjalan mengambil kodok-kodok itu.

Mulutku tidak bisa tertutup lagi melihat tingkah laku Indra yang datang ke meja kami dengan mengelus-eluskan kodok itu di kedua pipinya.

" Kalian yang kuat ya abis ini! Muah." Ucapnya pada kodok itu sembari mengasih mereka kecupan.

Hueekk, perutku mules seketika melihat tingkah Indra.

Dan seperti biasa Dea lagi-lagi tertawa melihat Indra.

" Udah tarok itu kodoknya, gue udah gak siap buat cincang-cincang perutnya." Kataku penuh hasrat untuk mebedel perut itu kodok.

" Liat tuh, Dey, temen lo sadis banget jadi orang." Kata Indra berbisik seraya menyembunyikan mulutnya dari wajahku.

" Gue bisa denger lo ngomong apa."

" Kejem lagi."

" Indraaa, gue denger lo." Kataku menggeram tapi tidak melihat kearahnya.

" Kejem." Ucapnya masih mempermainkanku.

Aku membuang napas. Mendongak lalu memukul meja, " Stop becandanya. Dea, lo pindah kesini aja samping gue. Jangan deket-deket tu bocah, nantik otak lo konslet."

Dea menurut dan pindah. Aku kembali berkonsentrasi pada katak. Tapi mata katak itu menatap ku iba, mungkin ia menganggap ku sebagai malaikat maut.

Aku tidak tega, " Ndra, lo aja deh—"

" Aaaahhh," ucapanku terpotong saat suara desahan Dea terdengar.

Aku berdiri tanpa sengaja melepaskan ikatan katak itu dan sedetik kemudian katak itu meloncat kemana-mana.

Anak-anak perempuan berjerit kesana-kemari karna takut pada katak. Sementara Dea ternyata terjatuh tepat disamping kursiku.

Seketika kelas sangat kacau balau. Semuanya berlari keluar kelas dan Pak Andre kini telah berdiri dengan wajah galaknya.

" Apa-apaan ini Rana! Kamu mengacaukan kelas saya! Membuat katak saya kabur kemana-mana. Dan kenapa Dea bisa jatuh begini?" tuduh Pak Andre melihat ke arahku.

Aku mengigit bibir bawah. Memang katak kabur itu salahku, aku teledor. Tapi, Dea jatuh aku tidak tau kenapa.

" Saya nggak tau, Pak." Ucapku jujur.

" Saya lihat pak." Sisca mengangkat tangan. Ternyata ia masih berada di dalam kelas.

Oh Tuhan, cobaan apa lagi ini?

" Saya lihat tadi Rana menghalang kakinya agar Dea terjatuh." Kata Sisca memberi keterangan palsu.

Aku buru-buru menggeleng, " Tidak pak, sumpah demi tuhan saya tidak melakukan itu! Dea, bilang kalau bukan gue yang ngelakuin?" tanyaku memohon pada Dea agar ia memberitahu semuanya bahwa bukan aku yang melakukannya.

Dea bangkit dibantu Indra, ia melingkarkan pergelangan tangannya di leher Indra. " Saya tidak tau, Pak. Tapi saya tadi merasa ada yang menjanggal langkah saya."

Kata-kata Dea sukses membuatku tidak bisa berkutik.

" Tuh, kan, Pak. Emang Rana yang sengaja!" Sisca mengompori Pak Andre.

" Demi tuhan—"

Pak Andre yang memang dikenal tidak kena ampun membantah omonganku, " Jangan bawa-bawa tuhan kamu! Sudah merusak kelas saya, mau bohong juga!"

Aku diam membisu, ini persis seperti apa yang aku alami tempo lalu. Sekuat aku menyangkal. Sekuat apa aku membela, bila tidak ada bukti akan percuma.

"Ikut saya sekarang juga!"

Aku mengangguk tidak membantah lagi. Raga ini terlalu lelah untuk mengatakan yang sejujurnya.

Sorry, Ran. Tapi kalau gue mau tau siapa yang mau celakain lo gue harus berada dipihak yang salah. Gue tau ini berat buat lo, tapi gue tau lo pasti bisa. Karna Kirana adalah gadis yang kuat. Bantin Indra berkata sekuat tenaga melawan untuk berada disisi Rana.

" Lo gapapa, Dey?" Tanya Indra menunjukkan perhatiannya.

Dea tampak menggeleng malu-malu didalam dekapan Indra.

Indra ingin membuktikan perkataan Bayu. Tapi tidak untuk menjauh, Indra akan mendekat untuk tau siapa yang menjebak Rana selama ini.

.

.

.

Ini update terakhir Kirana. Saya gak tau bakal bisa kapan update lagi karna ada sesuatu yang membuat saya tidak bisa menulis cerita.

Semoga kalian tetap nunggu cerita ini ya ^^

KiRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang