|| 13. ||

1.6K 94 4
                                    

" Rana!"

Aku mendengar suara Ami dari kejauhan yang berlari ke arah ku dengan anggun.

" What?" Kataku saat dia berhenti tepat di depan ku.

" Lo. . . udah liat mading?" Tanyanya ngosh-ngosan.

Aku menggeleng. " Belum, kenapa?"

" Ada razia! Duh, gimana nih? " Tanya Ami lagi dengan wajah panik. Terus kalau ada razia kenapa? Jangan-jangan Ami bawa yang aneh-aneh, " Mi, emang lo bawa apa?"

" Gue.." Ami tampak berfikir, duh kok aku jadi ikutan panik. " Gue bawa roti jepang, Na." Ia berbisik kecil di telingaku.

" Hah? Roti jepang ?" Aku mengulangi kata-katanya dalam volume  yang cukup keras. Untuk apa Ami takut kalau ia membawa roti? Dari Jepang lagi! Apa isinya bom? Gawat!

" Ih, Na!" ia membekap mulutku dan langsung menggeret ku hingga ke pojok koridor.

Ami melepaskan tangannya, berdecak pinggang melihat ku. Seketika aku takut melihat mata yang biru cerah itu. " Lo tuh, ya! peka dikit kenapa? Roti jepang, Na!" Ia mengguncang bahuku membuat aku pusing.

" Roti je-" astaga, aku tau apa itu, " SOFTEX!" teriak ku lagi-lagi dengan suara kencang. Ami melotot marah dan memukulku panas. Mantap.

" Demi cowok-cowok terganteng di dunia ini, bisa gak sih lo ngucapinya dalam hati? Malu gue!" Ami menoleh kanan kiri lagi takut pembicaraan kami terdengar oleh anak lain.

Aku membelakkan mata tertawa kecil, " Tapi kenapa lo takut? Toh, cewek kan emang perlu bawa gitu." Diriku mencoba realistis. Coba, bilang sama aku dimana letak kesalahan kalo cewek bawa 'itu' ?

Ami itu tipe cewek yang rumit. Cewek yang mandinya bisa dua jam. Sekian banyak cewek yang sebelum sekolah harus catokan. Cewek yang selalu up to date di media social. Dan cewek yang selalu pakek make up tipis kesekolah. Ya, itu Ami. Sahabatku.

" Rana, kalo razia itu, semua barang di tas kita di keluarin. Nah, malu dong gue kalo di atas meja gue ada roti jepang, aish. Gimana sih lo? Apa pendapat crush gue dikelas? Apa lagi ada Indra!"

Weits, Indra crush Ami nih? Wah boleh ugha.

" Idih, gak usah lebay. Gue kira lo bawa ganja kesekolah."

Ami melotot kearah ku untuk kesekian kalinya, gak takut apa biji matanya lepas?

" Sarap! Gue paling anti sama barang haram begitu. Pokoknya, yang berhubungan sama narkotika BIG NO."

Aku terkekeh kecil, " Kelas aja, yuk. Bel tuh." Tunjuk ku memakai dagu. Walau Ami orangnya cerewet dan suaranya udah mirip toa' setidaknya aku bersamanya tidak akan terjun dalam dunia bebas.

***

Semua anak sudah duduk di tempatnya masing-masing saat beberapa guru masuk ke dalam kelas Aku, Indra, Ami dan juga Dea.

Suasana kelas tampak tegang saat masing-masing guru berlengang ke barisan masing-masing. Saat ini giliran meja Aku dan Indra.

Tas Indra berisikan buku novel sastra yang tebelnya ngalahin buku telpon, dompet, kunci motor, dan sisir kecil berwana pink. Aku hampir tersedak melihat sisir bewarna pink itu. Seriosly? Pink?

" Apa?" Indra mendelik ke arahku. Mungkin dia heran kenapa aku bisa tertawa saat anak lain sedang gugup-gugupnya.

Sembari menahan ketawa aku menunjuk sisir berwarna pink itu. Tidak ada raut wajah malu di muka Indra. Ia malah berkata, " terkadang, pink itu sangat terlihat macho."

Aku merengut, " Alah, ngomong aja lo malu. ngelesnya bisa banget, maz."

" Apa ini Rana?" Pak Jono yang memeriksa tasku bertanya mengintrupsi ucapanku dengan Indra. Beliau mengeluarkan sebungkus rokok. Aku kaget luar biasa ketika melihat barang itu keluar dari tas coklat milik ku.

" Itu punya siapa pak?" Aku bertanya pada Pak Jono. Itu Rokok kenapa ada ditas aku?

Bapak itu melotot kearah ku, " Kamu ini, masih nanya ini punya siapa. Pasti punya kamu kan?"

Napas ku tertahan seketika, " Ini bukan punya saya pak!" Seru ku.

Sungguh, aku tidak pernah berani menyuntuh rokok. Untuk apa aku mengkonsumsi barang yang membuat umurku berkurang?

" Benar ini bukan punya kamu?" Tanya Pak Jono sekali lagi.

Aku mengancungkan jari telunjuk dan jari tengah, " Suer pak, itu bukan punya saya."

Aku segera memandang Ami dan Dea meminta bantuan. Namun mereka langsung berbalik memandang ke depan. Aku kecewa. Sungguh aku sangat malu sekarang.

" Rana, kamu ikut Bapak ke kantor." Kata Pak Jono pada akhirnya.

Dengan ragu-ragu aku mengekori Pak Jono dari belakang. Sekarang aku menjadi pusat perhatian di kelas. Sepertinya aku ingin menghilang saja dari planet ini. Untuk sekali lagi aku menoleh kearah kedua sahabatku. Dea sekarang menatapku walau tidak berbicara apapun. Sementara Ami. Ia sama sekali tidak menoleh ke arahku.

Kalian tau? Fakta aku dijebak menggunakan rokok tidak sebanding saat teman yang kalian sebut sahabat mengacuhkan kalian disaat terpuruk.

Sakit.

***

" Bukan saya Bu! Demi allah saya tidak pernah memegang barang itu." Sanggahku saat ini di dalam kantor BK.

" Jangan bawa-bawa nama tuhan ya kamu! Kalo maling ngaku penjara penuh!" Hardik guru BK ini kepada ku. Ibu Mira ini memang dikenal galak dan kejam kalau menghukum anak muridnya.

Indra saja yang punya seribu satu alasan untuk ngeles pada guru. Tidak bisa berkutik kalau sudah dihadapkan oleh Bu Mira. Apa lagi aku?

Satu saran ku apabila kalian menemukan guru seperti ini. Larilah sekencang-kencangnya!

" Sungguh, bukan saya bu pelakakunya." Kata ku hampir putus asa.

Bu Mira mendesah panjang, " Kamu. Panggil orang tua kamu kesini."

Mata ku melotot. Panggil Mom? Hidupnya saja sudah berat untuk membiayaiku. Tidak, Mom tidak boleh tau soal ini.

" Jangan Bu, please. Sungguh saya tidak merokok." Pinta ku sekali lagi mencoba meyakini Bu Mira.

Bu Mira memberikan amplop ke arahku. Dengan tangan bergetar aku mengambil amplop itu lalu membacanya.

Air mata yang sedari tadi aku tahan luruh sudah saat aku membaca bahwa diriku di skors selama seminggu.

Bu Mira melihat kearahku, " Maafkan Ibu, Rana. Tapi disini tidak ada bukti kalau kamu bukan pemilik rokok ini. Ini sudah peraturan pihak sekolah. Ibu harap kamu memakluminya." Ibu ini berbicara sedikit melunak. Tiba menggebu seperti tadi.

Mungkin, karena beliau tidak menyudutkan ku. Sehingga diriku sedikit bisa menerima keputasan ini. Benar kata Bu Mira, aku tidak punya bukti. Akhirnya, aku mengangguk dan meninggalkan ruangan BK.

Sesampainya aku di depan kelas. Aku berhenti dan menyapu sudut kelas. Razia telah selesai. Anak-anak sekarang sedang bermain di dalam kelas. Aku mengumpulkan keberanian untuk melangkah memasuki kelas.

Kegiatan anak-anak seketika berhenti melihat aku memasuki kelas. Dea langsung menghampiriku dan merangkul ku, " Maaf, Na. Gue gak bisa bantu tadi. Maafin gue, ya?"

" Gak papa, kok. Its okay." Kata ku tulus dan mencuri pandang melihat Ami.

Ia hanya duduk di bangkunya dan mengobrol dengan yang lain. Tidak mempedulikan ku.

Setidaknya ada hikmah di balik kejadian ini. Sekarang aku tau yang mana kawan dan yang mana lawan.

***
Hey, selamat masuk sekolah lagi ya!
Ini saya aja apa kalian juga hari pertama gak belajar? Hihihi

KiRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang